News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Ini Yang Perlu Dicermati Saat Mendirikan Bangunan di Kawasan Cagar Budaya Yogyakarta

Ini Yang Perlu Dicermati Saat Mendirikan Bangunan di Kawasan Cagar Budaya Yogyakarta


Pemetaan kawasan cagar budaya Yogyakarta (ist)


WARTAJOGJA.ID : Sejarah perjalanan Kota Yogyakarta tak lepas dari warisan budaya besar di masa kerajaan Mataram Kuno, Mataram Islam dan Ngayogyakarta Hadiningrat. Akar sejarah sebagai kota kerajaan terwujud pada pola arsitektur tata ruang kota dan bangunan-bangunan yang berdiri .
 
Mempertahankan citra jati diri Yogyakarta melalui arsitektur kota, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan melaksanakan sosialisasi warisan budaya dan cagar budaya pada Rabu, 17 Maret 2021 di Hotel Grand Inna Malioboro, Jl. Malioboro No. 60 Yogyakarta. 
 
Sosialisasi ini dimaksudkan untuk memberikan panduan arsitektur bagi bangunan baru yang akan didirikan di sumbu filosofi, kawasan warisan budaya, kawasan cagar budaya dan koridor menuju kawasan cagar budaya. 
 
Bagi sebagian daerah di Indonesia, untuk mendirikan bangunan baru entah hunian atau tempat usaha, orang bisa bebas berkreasi sesuka hati sesuai selera dan fungsinya.
Namun hal itu tidak berlaku di Kota Yogyakarta. 

Sebab di wilayah itu ada sejumlah kawasan cagar budaya yang sudah terikat dengan berbagai peraturan terkait pelestariannya.

Aturan ini harus ditaati ketika ada sebuah bangunan baru akan didirikan atau bangunan lama yang masuk warisan budaya akan dialihfungsi/direhabilitasi.
 
“Di Kota Yogyakarta ada empat kawasan yang masuk sebagai kawasan cagar budaya yang dijaga ketat pelestariannya,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti Rabu 17 Maret 2021.
Empat kawasan itu meliputi Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kraton, KCB Pakualaman, KCB Kotabaru dan KCB Kotagede.

Yetti menuturkan penetapan kawasan cagar budaya itu terkait erat sejarah perjalanan Kota Yogyakarta yang tak lepas dari warisan budaya masa kerajaan Mataram Kuno, Mataram Islam dan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Di Yogyakarta pun peninggalan karya arsitektur jaman kolonial Belanda juga berserak seperti bangunan-bangunan benteng, perkantoran dan hingga kawasan perumahan.

“Akar sejarah sebagai kota kerajaan ini lalu terwujud pada pola arsitektur tata ruang kota dan bangunan-bangunan yang masih berdiri saat ini,” kata dia.

Yetti tak menampik, jika di kawasan cagar budaya, bisa saja sebuah tempat usaha atau perekonomian berdiri. Namun dari segi arsitektural, bangunan itu harus bisa selaras dengan fasad yang ditentukan pada kawasan itu.

“Arsitektural ini citra jati diri Yogyakarta yang dijaga erat,” katanya.

Saat akan mendirikan bangunan baru di empat kawasan cagar budaya itu, pengembang juga musti mengantongi ijin atau rekomendasi dari Dinas Kebudayaan. Tak cukup hanya mengantongi Ijin Mendirikan Bangunan dari Dinas Perizinan.
 
“Ada panduan arsitektur bagi bangunan baru yang akan didirikan di sumbu filosofi, kawasan warisan budaya, kawasan cagar budaya dan koridor menuju kawasan cagar budaya,” ujarnya.

Bangunan baru yang akan didirikan di kawasan cagar budaya dipersyaratkan memuat sejumlah ketentuan untuk menjaga agar karakter dan citra kawasan tetap selaras.
 
“Jadi proses pengurusan ijin mendirikan bangunan di kawasan cagar budaya ini memang agak lama, karena banyak peraturan yang harus ditaati,” ujarnya.

Dinas Kebudayaan pun harus mengacu setidaknya lima regulasi yang harus ditaati untuk pendirian bangunan baru di kawasan cagar budaya itu.

Pertama Perda DIY Nomor 1 Tahun 2017 tentang Arsitektur Bangunan Berciri Khas DIY, kedua Peraturan Gubernur DIY No. 40 Tahun 2014 tentang Panduan Arsitektur Bangunan Baru Bernuansa Budaya Daerah, dan Keputusan Gubernur DIY nomor 75/ KEP/2017, penetapan satuan ruang startegis Keraton Yogyakarta sebagai cagar budaya.
Lalu keempat, ada Peraturan Walikota (Perwal) Kota Yogyakarta no .100 tahun 2019 dan Perwal no. 141 tahun 2020 tentang penyelenggaran perizinan dan non perizinan pada Pemerintah Kota Yogyarta.


advetorial

 
“Soal aturan ini sebenarnya sudah terus kami sosialisasikan,” ujar dia.
Bahkan Dinas Kebudayaan juga mensosialisasikan soal ketentuan bangunan baru di kawasan cagar budaya itu melalui film berjudul ‘Penjaga Ingatan’ yang diproduksi sendiri lembaga itu.
 
“Film ini menjadi media kami memberikan penjelasan bagi masyarakat yang akan membangun bangunan baru maupun merehabilitasi bangunan semakin patuh hukum,” kata dia. (Cak/Rls)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment