Anggota DPD RI Cholid Mahmud : Berikan Pedagang Kesempatan Berusaha Manusiawi Di Masa Pandemi
Anggota DPD RI DIY Cholid Mahmud (kemeja hijau) dan
Ketua APKLI DPW DIY Mohlas Madani
WARTAJOGJA.ID: Anggota DPD RI DIY Cholid Mahmud mendorong
pemerintah bersikap lebih fair dan manusiawi pada masyarakat kecil di masa
pandemi ini melakui kebijakan yang dikeluarkan.
Cholid mencontohkan soal pembatasan jam operasional di
masa PPKM atau PTKM yang hanya sampai pukul 19.00 atau 20.00 WIB kepada pelaku
usaha cukup memberatkan.
Hal ini diketahuinya setelah menemui perwakilan dari
Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) DIY yang mengadu ke kantornya
Rabu 3 Februari 2021.
Menurutnya, waktu bagi pelaku usaha atau PKL yang
biasa beroperasi pada sore sampai malam hari habis hanya untuk persiapan saja.
“Habis hanya untuk persiapan saja. Harapannya
kebijakannya jamnya ini diperpanjang. Sehingga secara masuk akal orang usaha
itu masih memungkinkan dilakukan,” katanya di kantornya pada Rabu (3/2).
Cholid mengatakan, para PKL ini hanya ingin
diberikan kesempatan berupa waktu untuk menjalankan usahanya. “Mereka hidup
untuk menghidupi diri sendiri tidak terlalu banyak berharap kepada pemerintah.
Cuma berharap diberi kesempatan berusaha, waktu untuk usaha. Saya kira ini hal
yang masuk akal untuk didukung,” katanya.
Cholid Mahmud mengatakan aduan ini akan
disampaikannya kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Ia berharap
supaya ketika nantinya diperpanjang, akan ada poin untuk bisa dilonggarkan jam
operasional pelaku usaha.
“Kalau 8 Februari selesai, Alhamdulillah. Kita
antisipasi kalau ini diperpanjang, diharapkan ada poin kebijakan untuk ruang
usaha bagi teman-teman PKL,” ucapnya.
Pedagang Kaki Lima (PKL) di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) meminta agar tidak ada perpanjangan pengetatan secara terbatas
kegiatan masyarakat (PTKM) setelah selesai pada Senin (8/2) mendatang. Namun
ketika memang nantinya diperpanjang diharapkan ada poin kebijakan yang longgar
untuk jam operasional pelaku usaha.
Ketua APKLI DPW DIY Mohlas Madani mengatakan, PTKM
yang salah satu poin kebijakannya berupa pembatasan jam operasional pelaku
usaha sampai pukul 19.00 atau 20.00 WIB untuk menekan penularan Covid-19 tidak
masuk akal. Menurutnya ini hanya masalah kedisplinan dalam menjalankan protokol
kesehatan (prokes). “Kami usul supaya tidak ada PTKM. Ini bukan persoalan
pembatasan waktu saat PTKM, tapi soal protokol kesehatan,” katanya.
Mohlas mengatakan risiko penularan virus Covid-19
bisa terjadi kapan saja. Namun kegiatan masyarakat pada malam hari dibatasi.
“Ini dibatasi jam 7 malam. Memangnya virus ini hanya keluar malam saja kayak
hantu. Padahal pagi, orang juga bisa tertular,” katanya.
Mohlas mengatakan omzet PKL di Yogyakarta menurun
hingga 50 persen sejak terjadinya pandemi Corona, Maret 2020 lalu. Kemudian
muncul kebijakan PTKM yang diberlakukan di DIY menyebabkan pendapatan menurun
drastis.
“Sejak pandemi menurun dari yang semula misal satu
juta, mendapat 500 ribu. Kemudian adanya PTKM ini, semalam hanya bisa dapat 50
ribu,” katanya.
Mohlas mengatakan di bawah APKLI ini ada lebih dari
20 ribu PKL di DIY. Mereka yang terdampak pandemi sekitar 80 persen. “Paling
parah dampaknya saat PTKM ini. Ada yang alih profesi jadi kuli, serabutan,”
katanya.
Menurut Mohlas, adapula PKL yang benar-benar menjadi
pengangguran. Mereka hutang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. “Ada banyak PKL
yang gerobaknya dijual untuk bertahan hidup. Ada gerobak angkringan, lesehan,
mie ayam,” ucapnya.
(Cak/Rls)
Post a Comment