News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Geolog UGM: Masyarakat Tak Perlu Panik Tentang Kajian Potensi Gempa

Geolog UGM: Masyarakat Tak Perlu Panik Tentang Kajian Potensi Gempa

ilustrasi gempa


WARTAJOGJA.ID:  Beberapa minggu terakhir ini banyak dibicarakan di media masa dan forum diskusi terkait adanya potensi gempa besar yang bisa menyebabkan tsunami di selatan Jawa. Pernyataan tersebut berdasarkan pada kajian beberapa penelitian terdahulu, termasuk penelitian terakhir yang dilakukan tim interdisipliner dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Dr. Gayatri Indah Marliyani, ST., M. Sc., geolog UGM, berpandangan terhadap berbagai pemberitaan tersebut yang perlu digarisbawahi yaitu hasil-hasil studi yang disampaikan masih berupa skenario kejadian gempa dan tsunami yang masih berupa potensi bukan prediksi.

“Untuk menjadi prediksi, informasi yang disampaikan harus meliputi waktu, besaran magnitudo, dan lokasi kejadian. Potensi terjadinya tsunami memang ada di selatan Jawa, tapi kapan terjadinya kita belum tahu," ujarnya di Kampus UGM, Selasa (29/9).

Meski kajian penelitian mengungkap potensi tersebut, menurut Gayatri, masyarakat diharapkan tidak perlu panik. Skenario yang disampaikan tidak serta merta memberikan informasi kejadian gempa dan tsunami di selatan Jawa akan terjadi besok atau lusa.

Menurutnya, hingga saat ini masih belum ada teknologi yang terbukti bisa melakukan prediksi dengan akurasi tinggi. Upaya penting yang bisa dilakukan masyarakat adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala bencana yang mungkin terjadi, termasuk bencana gempa bumi dan tsunami.

Misal terjadi tsunami, setidaknya masyarakat harus mengetahui harus ke mana. Jika berada di tepi pantai, lantas merasakan gempa besar dan melihat air laut surut maka harus segera menjauhi pantai dan menuju tempat yang tinggi seperti bukit atau gedung-gedung yang tinggi.

“Jika berada jauh dari pantai (<20 km), atau berada pada daerah dengan ketinggian lebih dari 30 m dari permukaan laut, tidak perlu khawatir, tsunami tidak akan mencapai area tersebut," katanya.

Gayatri mengakui riset-riset terkait dengan prediksi gempa bumi mulai dikembangkan lebih serius dengan berbagai pendekatan, di antaranya dengan analisis seismisitas, gangguan pada gelombang eletromagnetik, adanya anomali emisi gas Radon, serta perubahan muka air tanah.

Berbagai parameter mulai dimonitor di lokasi-lokasi yang dicurigai aktif secara tektonik oleh beberapa peneliti untuk mengetahui adanya keterkaitan antara pola anomali dan kejadian gempa bumi. Beberapa keterbatasan dalam menerapkan metode-metode ini antara lain sensor harus berada dekat dengan sumber gempa bumi dan yang terpenting adalah melakukan validasi data secara global.

“Sampai saat ini penelitian mengenai prediksi gempa bumi dengan pendekatan-pendekatan ini masih belum menghasilkan prediksi yang secara konsisten memberikan korelasi yang positif. Untuk bisa dikatakan indikatif maka hasil pantauan harus secara statistik menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara kejadian dan anomali," katanya.

Menurut Gayatri yang juga perlu diketahui di daerah subduksi aktif seperti di Sumatra dan Jawa, gempa dengan magnitudo kecil-sedang (<M4) terjadi hampir setiap hari. Dengan begitu, jika ada yang membuat prediksi yang sangat umum, misalnya akan terjadi gempa dengan magnitudo M4 pada daerah sepanjang subduksi Jawa-Sumatra dalam waktu beberapa hari maka belum bisa disebut prediksi tersebut berhasil karena memang pasti terjadi meski tanpa diprediksi.

“Meski begitu studi tentang prediksi gempa bumi ini layak untuk terus dilakukan, sebab jika berhasil akan memberikan kemaslahatan sangat besar bagi kehidupan manusia," terangnya.

Terkait potensi bencana ini, yang terpenting adalah bagaimana pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur yang mendukung proses evakuasi baik evakuasi mandiri maupun terkoordinir untuk antisipasi kejadian gempa dan tsunami. Ini perlu dipikirkan dan direncanakan secara jangka panjang, dan berkelanjutan, tidak hanya dalam masa menanggapi isu-isu yang sedang hangat saat ini.

Jika terjadi kepanikan berlebihan pada masyarakat yang bertempat tinggal di daerah yang berjarak ratusan kilometer dari tepi pantai, kata Gayatri, hal ini memperlihatkan proses sosialisasi mengenai adanya potensi bencana di wilayah Indonesia dan bagaimana menyikapinya belum berhasil dengan baik. Kondisi semacam ini tentu menjadi pekerjaan rumah bersama antara akademisi, media massa dan pemerintah untuk terus mengedukasi masyarakat agar senantiasa meningkatkan kewaspaadaan dan tidak panik.

“Penting bagi pemerintah antara lain memasukkan materi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan dasar hingga menengah atas, menyusun protokol penanggulangan bencana mulai di tingkat keluarga hingga masyarakat, dan mendukung riset riset yang terkait dengan kebencanaan," ucapnya.

Bagi Gayatri untuk masyarakat Indonesia juga yang terpenting harus diberikan pengertian bahwa mereka hidup senantiasa berdampingan dengan alam. Selain membawa bencana, tektonik Indonesia yang aktif juga membawa banyak manfaat, antara lain tanah yang subur, pemandangan indah serta berbagai kekayaan alam.

“Dalam menghadapi potensi bencana diharapkan untuk tidak panik, kenali bahaya di lingkungan sekitar dan pelajari cara bagaimana menyelamatkan diri. Ikuti imbauan dan arahan dari sumber yang terpercaya, saring berita yang dibaca dan didengar, serta jangan sungkan bertanya pada yang kompeten di bidangnya jika ada kebingungan agar tidak mudah termakan isu isu yang menyesatkan," pungkasnya.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment