News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kontroversi RUU HIP, Cholid Mahmud : DPD Dukung Sikap Masyarakat

Kontroversi RUU HIP, Cholid Mahmud : DPD Dukung Sikap Masyarakat


Anggota DPD RI asal DIY Cholid Mahmud


WARTAJOGJA.ID : Anggota DPD RI asal DIY Cholid Mahmud menyatakan secara faktual RUU HIP bisa masuk prolegnas pasti melalui usaha yang dilakukan secara sadar dengan tujuan mengggeser Pancasila yang menjadi kesepakatan dan sudah didekritkan oleh Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959.

DPD RI sebagai kelembagaan maupun personal masing-masing senator, sudah meminta RUU HIP dihentikan bahkan dicabut dari prolegnas. 

“Kita perlu tahu DPD tidak masuk ruang itu. Di luar kewenangan. Pendapat DPD itu sifatnya sebagaimana pendapat masyarakat dan mendukung pendapat masyarakat,” kata Cholid saat  berbicara dalam 
sosialisasi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI yang digelar pihaknya di Yogyakarta Minggu (5/7).

Pada diskusi bertema Sejarah Pancasila Serta Posisinya dalam Berbangsa dan Bernegara itu Cholid mengatakan jika saja semua orang mau jujur pada fakta sejarah, Pancasila terlahir dari hasil kesepakatan bersama para pendiri bangsa. 

Jika dicermati, rumusan-rumusan dasar negara yang muncul pada Sidang BPUPKI 28 Mei hingga 1 Juni 1945 masih baru bersifat usulan personal.

Fakta historisnya, kata dia, rumusan dasar negara yang disepakati bersama adalah rumusan Pancasila Hasil Sidang PPKI, 18 Agustus 1945 yang dipimpin Soekarno. “Agar tidak menjadi bias dan distorsi, Pancasila seharusnya dipahami berdasarkan  rumusan yang merupakan kesepakatan bersama para pendiri bangsa,"  kata dia.

Sosialisasi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI yang digelar anggota DPD RI Cholid Mahmud di Yogyakarta Minggu (5/7).

Cholid menjelaskan, BPUKPI pada akhir sidangnya membentuk Panitia Kecil (Panitia Sembilan) yang juga diketuai Soekarno kemudian menghasilkan rancangan Preambule (Pembukaan UUD NRI) yang dikenal dengan Piagam Jakarta, 22 Juni 1945.

Dalam Piagam Jakarta tersebut disepakati bersama negara berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, dan seterusnya. Kesepakatan ini pada waktu dianggap sebagai gentlemen agreement (kesepakatan kompromis) antara golongan kebangsaan dan golongan agama.

“Setelah Kemerdekaan RI diproklamasikan Jumat 17 Agustus 1945, ada protes keberatan dari saudara-kita saudara di Indonesia timur, maka atas kearifan para ulama dan tokoh bangsa, Sidang PPKI 18 Agustus 1945 bersepakat mencoret 7 kata Sila pertama Piagam Jakarta sehingga rumusannya berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa hingga sekarang,” jelasnya.

Cholid menambahkan, sejarah juga mencatat dinamika berbangsa dan bernegara ternyata berlanjut hingga 1959. Perdebatan tentang dasar negara memanas kembali pasca dibentuknya Majelis Konstituente yang bertugas menyusun konstitusi baru RI.



Karena polarisasi pendapat menguat, rumusan UU Dasar tak kunjung selesai, maka Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI Soekarno menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengembalikan kostitusi ke UUD NRI 1945.

Menariknya dalam Dekrit Presiden ini disebutkan Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.

"Dengan klausul ini yang memuat kejelasan posisi Piagam Jakarta, menurut sejarawan Anhar Gonggong, menjadikan dekrit Presiden 5 Juli 1959 bisa diterima oleh semua pihak dan selesailah perdebatan permasalahan agama dan Pancasila. Oleh karena itu, jangan persoalkan  masalah agama (syariat Islam) dan Pancasila lagi, karena memang sejak awal tidak ada pertentangan," katanya.

Tokoh Yogyakarta, yang juga pegiat Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gadjah Mada (UGM), KH Muhammad Jazir ASP menilai agenda munculnya Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) karena ada pihak yang coba meniru cara cara PKI di masa lalu.

Ia memprediksi ada yang coba  mendompleng di balik RUU HIP yang kini ramai jadi polemik.

“Mirip dengan masa lalu, yang mengusulkan RUU ini  penunggang-penunggang Soekarnois. Mereka ingin mempengaruhi rakyat Indonesia yang kekaguman dan kecintaan pada Bung Karno begitu kuat. Sama dengan yang dilakukan PKI dulu yang menggunakan Bung Karno demi memukul lawan-lawan politiknya,” kata Kiai Jazir.

Pada diskusi itu Jazir mencontohkan waktu itu PKI ingin membubarkan HMI. Padahal yang punya ide adalah organisasi mahasiswa komunis, CGMI, kemudian meminjam tangan Soekarno. Begitu pula saat PKI ingin membubarkan Masyumi juga meminjam tangan Soekarno. 

“Jadi saya kira RUU HIP ini pemboncengnya jelas,” ujarnya.

Sesepuh Masjid Jogokaryan ini menyebutkan pengusul RUU HIP mungkin kelompok pendompleng Soekarnois.

Mereka ingin mengubah Pancasila sebagai dasar negara terutama akan menghilangkan kedudukan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila paling utama.

(Cak/Das)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment