Saran Ahli UJB Atasi TPST Piyungan Yang Overload
WARTAJOGJA.ID : Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun ini menganggarkan Rp 14 miliar untuk memperpanjang usia Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Kabupaten Bantul.
Pengelolaan sampah di TPST Piyungan belakangan jadi sorotan kembali karena volume sampah di komplek itu sudah melebihi kapasitas dan kondisinya terus menggunung.
Piyungan sudah tidak mampu lagi menampung sampah dari wilayah Jogja, Sleman dan Bantul hingga akhirnya beberapa kali ditutup karena ada persoalan teknis maupun sosial dengan warga sekitar sehingga menyebabkan sampah tertumpuk tidak bisa dibuang dan membuat keresahan warga.
Menanggapi peliknya persoalan pengelolaan sampah di Yogya itu, pakar lingkungan yang juga Direktur Center for Waste Management & Bioenergy Universitas Janabadra (UJB), Yogyakarta Dr. Mochamad Syamsiro memikirkan soal peluang penanganan sampah perkotaan dengan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Pemikiran soal PLTSa ini, ujar Syamsiro, dilatari setelah beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengadakan Rapat Terbatas membahas permasalahan sampah yang tidak kunjung selesai.
"Presiden saat itu menekankan pada progres yang lambat dari penyelesaian PLTSa yang seharusnya bisa menjadi solusi menangani tumpukan sampah yang semakin menggunung," kata dia Selasa (18/2).
Presiden Jokowi sempat geram karena permasalahan sampah tidak kunjung selesai, padahal sudah dilakukan sekitar 6 kali rapat.
Syamsiro mengatakan hal ini dikarenakan Presiden sudah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 18 Tahun 2016 yang isinya adalah mengenai program percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di tujuh kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Tangerang dan Surakarta.
Perpres ini bertujuan untuk mempercepat penanganan sampah kota yang hingga saat ini masih menjadi persoalan serius kota-kota besar di Indonesia. Dengan Perpres ini diharapkan persoalan yang muncul dari timbulan sampah dapat diatasi sekaligus menghasilkan listrik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Walaupun kemudian Perpres tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) setelah dilakukan permohonan uji materiil oleh 15 individu dan 6 lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Alasan para pemohon salah satunya adalah penggunaan teknologi termal penanganan sampah yang berpotensi menimbulkan pencemaran udara yang membahayakan bagi kesehatan masyarakat.
"Walaupun alasan tersebut sebetulnya tidak sepenuhnya benar. Kita harus memahami terlebih dahulu apa itu teknologi termal sebelum mengatakan bahwa teknologi tersebut sangat polutif," katanya.
Kemudian Presiden memperbaikinya dengan mengeluarkan Perpres baru No. 35 tahun 2018 dengan menambahkan poin pada teknologi ramah lingkungan.
Intinya adalah pengembangan PLTSa menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan teruji. Bahkan cakupan lokasinya diperluas menjadi 12 kota, sehingga ada tambahan 5 kota dari Perpres sebelumnya.
Teknologi PLTSa
"Untuk dapat memahami dan meyakinkan masyarakat akan pentingnya penggunaan teknologi di dalam pengelolaan dan pengolahan sampah, khususnya PLTSa, maka perlu ada penjelasan yang lebih rinci lagi sehingga tidak ada lagi kontroversi dalam penerapan teknologi tersebut," katanya.
Ada banyak teknologi yang bisa diterapkan untuk mengolah sampah menjadi sumber energi atau listrik. Namun berdasarkan Perpres yang ada dikatakan bahwa PLTSa berbasis teknologi ramah lingkungan harus bisa mengurangi volume sampah secara signifikan dalam waktu yang tidak lama, maka pilihan teknologi termal menjadi satu-satunya yang cocok dengan kebutuhan tersebut.
Ada beberapa skema teknologi termal untuk mengubah sampah kota menjadi listrik.
Yang pertama adalah teknologi pembakaran, dimana sampah dibakar untuk menghasilkan energi panas yang digunakan untuk memanaskan air di dalam boiler untuk dijadikan uap sebagai penggerak turbin untuk memutar generator penghasil listrik. Teknologi pembakaran saat ini sudah sangat mature dan banyak digunakan di beberapa negara, diantaranya yang penulis pernah kunjungi yaitu di Jepang, Taiwan, dan Tiongkok.
Dengan teknologi ini, sampah tereduksi hingga sembilan puluh persen dan hanya tersisa abu yang jumlahnya tinggal sepuluh persen. Bahkan tumpukan sampah lama yang sudah menggunung di lokasi TPST juga bisa dimusnakan dalam waktu singkat.
Yang berikutnya adalah teknologi pirolisis dan gasifikasi. Pirolisis merupakan teknologi pemanasan sampah kota tanpa menggunakan udara di dalam prosesnya. Jadi tidak terjadi pembakaran di dalamnya, hanya terjadi proses perengkahan rantai karbon untuk nantinya bisa dihasilkan bahan bakar cair maupun gas.
Sampah plastik dan karet ban bekas dapat dikonversi menjadi bahan bakar minyak (BBM) dengan teknologi ini. Gasifikasi adalah proses pembakaran dengan udara terbatas sehingga menghasilkan bahan bakar gas yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik maupun kebutuhan lainnya. Teknologi lain yang bisa diterapkan adalah dengan perlakuan hidrotermal untuk menghasilkan bahan bakar padat berupa RDF (refused derived fuel) menggunakan suhu dan tekanan tinggi.
Ia mencontohkan skema teknologi PLTSa dari perusahaan Martin Gmbh (Jerman). Dari pilihan teknologi tersebut di atas, maka pilihan teknologi pembakaran atau insinerasi menjadi pilihan utama dari segi kesiapan teknologinya.
Prinsip teknologi yang digunakan sebenarnya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) biasa, hanya sumber energi pemanasnya dari sampah kota.
"Ada dua teknologi utama yang dikembangkan untuk sistem pembakaran sampahnya, yaitu tipe grate stocker dan fluidized bed," katanya.
Tipe grate stocker merupakan tipe awal yang dikembangkan dengan menggunakan sistem pembakaran sampah pada bidang yang dimiringkan sehingga sampah akan bergerak perlahan-lahan ke arah bawah sambil dibakar. Ada celah-celah udara dari bawah yang akan dihembuskan ke atas untuk membantu proses pembakaran. Kemudian setelah dibakar, di bagian atas ada hembusan udara tambahan untuk membantu proses pembakaran menjadi lebih sempurna untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi polusi ke lingkungan. (Wit/Sup)
Post a Comment