FTI UII Dorong Integrasi Kriminologi dan Forensik Digital: Kunci Memperkuat Keamanan Siber Nasional
WARTAJOGJA.ID – Jurusan Informatika Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menyoroti urgensi pembangunan sumber daya manusia yang kompeten di bidang Kriminologi dan Digital Forensik.
Desakan ini mengingat pesatnya pergerakan kejahatan dari ruang fisik menuju ruang siber.
"Fenomena kejahatan siber, mulai dari penipuan online hingga serangan ransomware, kian kompleks seiring perubahan gaya hidup digital masyarakat," ujar Dr. Yudi Prayudi, Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) yang juga Dosen Jurusan Informatika FTI UII, Selasa 9 Desember 2025.
Peneliti senior FTI UII itu mengungkap, Kriminologi dan Digital Forensik merupakan dua bidang ilmu yang kini tidak terpisahkan dan vital untuk sistem peradilan pidana modern.
Kriminologi menyediakan kerangka teori untuk memahami mengapa kejahatan terjadi, pola perilaku kriminal, serta bagaimana masyarakat merespons kejahatan.
Sementara itu, Digital Forensik menyediakan keahlian teknis untuk mengumpulkan, menganalisis, serta melestarikan bukti digital dari berbagai perangkat elektronik.
"Dalam konteks digital, kriminologi memberikan wawasan teoritis dan sosiologis yang diperlukan untuk memahami pola kejahatan siber, bagaimana pelaku memanfaatkan ruang tersebut, dan faktor sosial apa yang membuat masyarakat rentan terhadap penipuan atau manipulasi daring," imbuh Yudi.
Pengetahuan ini, kata Yudi, sangat penting untuk merumuskan kebijakan pencegahan dan penanganan kejahatan di dunia modern.
Sementara itu, proses Digital Forensik meliputi langkah-langkah teknis seperti identifikasi sumber bukti digital, preservasi data agar tidak berubah atau rusak, analisis data untuk merekonstruksi kejadian, mendokumentasikan hasil, dan terakhir menyajikan analisis tersebut di pengadilan sebagai alat bukti yang sah.
Bukti digital ini menurut Yudi dapat berasal dari ponsel, komputer, server, CCTV, hingga data cloud.
Yudi menegaskan bahwa integrasi kedua bidang ini sangat krusial.
“Kriminologi menyediakan kerangka teori, sedangkan Digital Forensik memberikan keahlian teknis untuk membuktikan kejahatan di ranah digital dan memastikan keadilan ditegakkan.”
Ia menambahkan bahwa integrasi ini penting untuk menghadapi tantangan kejahatan modern.
“Tanpa pemahaman teoritis dari kriminologi, analisis bukti digital hanya akan menjadi teknis. Sebaliknya, tanpa dukungan bukti digital yang valid, teori kriminologi tidak cukup kuat untuk membuktikan kejahatan di ruang siber. Keduanya saling menopang untuk menciptakan proses hukum yang adil,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa pola digital lifestyle masyarakat turut meningkatkan kerentanan terhadap kejahatan. Ruang siber memang memudahkan komunikasi dan transaksi, tetapi juga membuka peluang kejahatan. Kebiasaan masyarakat menyimpan data pribadi di ponsel, berbagi kehidupan di media sosial, dan menggunakan banyak aplikasi dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan.
“Pelaku cybercrime memahami pola perilaku ini dan memanfaatkannya untuk memanipulasi korban, menipu, atau mengambil alih akun. Informasi yang dibagikan tanpa pikir panjang dapat dimanfaatkan untuk rekayasa sosial, peretasan, dan pencurian identitas,” tambah Yudi.
Menurutnya, Indonesia kini semakin sering berhadapan dengan kasus kebocoran data, penipuan daring, eksploitasi anak online, dan serangan ransomware. Oleh karena itu, pengembangan kompetensi di bidang kriminologi dan digital forensik menjadi langkah strategis yang harus diperkuat oleh negara.
Dengan menggabungkan pemahaman mendalam tentang motivasi manusia dari kriminologi dan kemampuan teknis untuk mengungkap jejak digital dari forensik digital, masyarakat dan penegak hukum, didukung oleh akademisi dapat menghadapi tantangan kejahatan yang bergerak cepat seiring perkembangan teknologi.
"Sinergi ini membuka jalan baru untuk memastikan sistem hukum tetap relevan dan efektif di dunia yang terhubung secara digital," pungkasnya.
Post a Comment