Peneliti UAD Buat Teknologi Cuaca Cerdas untuk Bantu Petani dan Nelayan
WARTAJOGJA.ID : Ketidakpastian cuaca selama ini menjadi salah satu tantangan terbesar bagi petani dan nelayan di wilayah pesisir, termasuk Parangtritis, Bantul. Perubahan iklim membuat musim tanam tidak lagi mudah diprediksi, sementara ombak, angin, dan curah hujan bisa berubah dalam hitungan jam.
Kondisi ini bukan hanya memengaruhi hasil panen dan tangkapan ikan, tetapi juga menyangkut keselamatan nelayan saat melaut.
Melihat situasi tersebut, tim dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD) berusaha mencari solusi dengan pendekatan teknologi.
Melalui program pengabdian masyarakat yang dilaksanakan pada November 2025, UAD memperkenalkan inovasi Lampu Lalu Lintas Cerdas (LTC) dan aplikasi pemantau cuaca BiruSmart untuk membantu masyarakat di kawasan Parangtritis mengambil keputusan berbasis data.
Teknologi yang Mudah, Tapi Tepat Sasaran
Lampu Lalu Lintas Cerdas yang dikembangkan oleh tim berisi sensor cuaca, suhu, kecepatan angin, hingga kecepatan aliran air. Data dari alat ini dapat diakses melalui ponsel Android menggunakan aplikasi BiruSmart. Melalui sistem tersebut, petani dapat mengetahui waktu yang tepat untuk menanam dan memanen, sementara nelayan bisa melihat kondisi angin dan gelombang sebelum melaut.
Ketua tim program, Dr. Choirul Fajri, menegaskan bahwa teknologi ini dirancang bukan untuk menggantikan pengetahuan lokal, tetapi mendukungnya.
“Selama ini petani dan nelayan mengandalkan intuisi dan pengalaman. Teknologi ini memberi mereka data pendukung yang real-time agar keputusan yang diambil lebih aman dan produktif,” jelasnya.
Suara dari Lapangan: “Kami Akhirnya Bisa Melihat Cuaca dengan Lebih Jelas”
Respons masyarakat terhadap program ini cukup positif. Darwan, salah satu perwakilan petani, menyampaikan bahwa selama bertahun-tahun mereka sering salah membaca perubahan musim sehingga waktu tanam dan panen menjadi tidak optimal.
“Informasinya mudah dipahami dan bisa dilihat kapan saja. Dengan teknologi ini, harapannya hasil pertanian bisa lebih stabil.”
Sementara bagi nelayan, informasi terkait kecepatan angin, tinggi gelombang, dan arah angin dianggap sangat krusial.
Sujita, perwakilan kelompok nelayan, menuturkan:
“Dengan alat ini, kami bisa tahu kondisi ombak sebelum berangkat. Jadi lebih aman mengambil keputusan.”
Kolaborasi Multidisiplin
Program ini dijalankan oleh dosen dan mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari Dr. Choirul Fajri, M.A (Ilmu Komunikasi), Dr. Norma Sari, M.Hum (Hukum), Ir. Sri Winiarti, M.Cs (Informatika), dan Ir. Haris Imam Karim Fathurrahman, M. Sc (Teknik Elektro). Pendekatannya tidak hanya teknologi, tetapi juga pelatihan pemasaran digital dan pemahaman regulasi untuk melindungi petani dan nelayan dalam kegiatan produksi dan distribusi.
Program ini merupakan implementasi dari Program Transformasi Teknologi dan Inovasi (PTTI) 2025 yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia.
Dampak dan Harapan ke Depan
Jika teknologi ini dapat terus digunakan, dipelihara, dan dikembangkan, harapannya Parangtritis dapat menjadi contoh penerapan ekonomi biru berbasis inovasi digital. Selain meningkatkan kesejahteraan, program ini juga mendukung agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs), terutama pada aspek ketahanan pangan, inklusi teknologi, dan keberlanjutan lingkungan.
Perjalanan menuju masyarakat pesisir yang adaptif dan berbasis data mungkin masih panjang. Namun, langkah awal ini menunjukkan bahwa teknologi bukan hanya milik kota atau industri besar — ia bisa hadir di tengah petani, nelayan, dan desa pesisir, memberi harapan baru bagi masa depan terutama untuk penguatan ekonomi biru baik dalam aspek produksi, manajemen, dan pemasaran.
Post a Comment