News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Menengok Kampung Blangkon Beji Sleman, Ini Harapan Perajin

Menengok Kampung Blangkon Beji Sleman, Ini Harapan Perajin


WARTAJOGJA.ID - Blangkon adalah penutup kepala tradisional Jawa yang dibuat dari kain batik dan dikenakan oleh kaum pria, dan tingginya permintaan telah menjadikan banyak warga Sleman, khususnya di Kalurahan Sidoarum, Kapanewon Godean, sebagai pengrajin, memproduksi berbagai jenis blangkon seperti Ngayogyakarta, Surakarta, Banyumasan, dan Mataraman. 

Kampung Blangkon di Dusun Beji, Kelurahan Sidoarum, Godean, Kabupaten Sleman, berupaya keras menjaga eksistensi dan warisan budaya pembuatan blangkon tradisional secara turun temurun, namun sentra industri rumahan ini menghadapi tantangan serius terkait perlindungan hak paten dan minimnya media promosi yang memadai.

Pengurus Kelompok Perajin Blangkon Rukun Agawe Sentosa di Beji Sleman, Arif Suka Rahmawan—yang akrab disapa Wawan—mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sangat membutuhkan dukungan dari Pemerintah untuk mendapatkan hak paten atas motif dan ciri khas blangkon yang mereka produksi.

 Wawan menyampaikan, "Kendala kami itu, kami belum punya hak paten," karena menurutnya, selain menjaga kualitas, mereka membutuhkan hak paten mengingat "sekarang sudah banyak perajin kan, bukan hanya di Sleman saja, tapi di beberapa daerah," saat ditemui di sentra Blangkon Beji, Sabtu (29/11/2025).
Wawan menceritakan bahwa kerajinan blangkon di Dusun Beji dimulai dari kakeknya, Somo Pawiro, yang sudah mulai membuat blangkon sejak zaman kemerdekaan, dengan keahlian yang didapatkan dari leluhurnya dan diwariskan secara tekun hingga ia menjadi generasi ketiga bersama 14 perajin lainnya di Kampung Beji. Ia juga mengungkapkan bahwa pemasaran blangkon dari Beji Sleman, yang berciri khas gaya Mataraman dengan mondolan dan lis motifnya, sudah dilakukan melalui pengepul di Pasar Bringharjo maupun pemasaran online, dan Wawan menambahkan, "Online sudah sampai seluruh Indonesia, bahkan sudah ada yang kirim sampai Malaysia."
Untuk harga jual, yang berkisar antara Rp 75 ribu hingga jutaan rupiah tergantung bahan baku, pembuatan satu blangkon Mataraman membutuhkan keuletan dan ketelitian tinggi sehingga satu orang hanya mampu membuat dua blangkon setiap hari, di mana motif berbahan batik tulis asli menjadi yang termahal dan biasanya dipesan khusus oleh orang berstatus sosial tinggi. 

Selain hak paten, Wawan menjelaskan bahwa kendala lain adalah kurangnya media promosi, meski produk mereka sudah mejeng di galeri Dekranasda Sleman tetapi masih bersifat pribadi bukan kelompok, oleh karena itu ia menyatakan harapannya, "Harapan kami, kepengen punya showroom atau galeri bersama," agar "hasil kerajinan dari pengrajin bisa dikumpulkan menjadi satu untuk dipromosikan."

Generasi kedua dari rumah blangkon Mbah Somo Pawiro, Khoirudin (75), terlihat cekatan melipat kain motif batik menjadi bahan dasar blangkon, di mana ia telah mendapatkan keterampilan membuat blangkon dari ayahnya sejak berusia 16 tahun. Mbah Khoirudin menjelaskan filosofi di balik lipatan blangkon yang standar, di mana lipatan di sisi kanan dan kiri berjumlah 17 melambangkan bilangan rakaat dalam salat, lima lipatan bawah melambangkan rukun Islam, dan enam lipatan dekat kuping melambangkan rukun Iman. Mengenai mondolan di bagian belakang, Mbah Khoirudin menegaskan bahwa satu mondolan berarti memegang teguh keyakinan terhadap Tuhan yang Esa, sembari berujar, "Orang hidup harus memegang satu (mondolan), yaitu Tuhan yang maha Esa."

Keterampilan Mbah Khoirudin dalam membuat blangkon tidak diragukan lagi, bahkan blangkon buatannya telah banyak dipesan, termasuk oleh Keraton Yogyakarta dan artis ibukota, Raffi Ahmad. Mbah Khoirudin bercerita mengenai pesanan dari artis tersebut, "Raffi Ahmad itu kan (keluarga) istrinya orang Jogja," dan saat "pas mau menikah untuk souvenir pesan ke tempat saya," di mana "Ajudannya datang ke saya pesan 275 (blankon)."
Sementara itu, Dukuh Beji, Kelurahan Sidoarum, Warsidi, berharap sentra blangkon di wilayahnya yang merupakan warisan leluhur tetap lestari dan berharap ada pendampingan dari Pemerintah agar produksi dan pemasarannya berjalan lancar. Warsidi juga menyoroti masalah persaingan pasar sebagai kendala, sebab banyak pihak luar daerah yang belajar membuat blangkon di Dusun Beji, dan setelah bisa, mereka pulang untuk memproduksi sendiri dengan harga relatif lebih murah. Oleh karena itu, Warsidi menegaskan, "Masalah yang kami hadapi, kami belum punya hak paten," dan ia berharap, "Jika ada hak paten tentu dalam pemasaran bisa lebih terlindungi," dan ia mengakhiri dengan harapan, "Kami berharap ada pendampingan."

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment