Pascasarjana ISI Yogyakarta Tegaskan Kiprah Internasionalnya Melalui ICAPAS 2025
WARTAJOGJA.ID — Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta kembali meneguhkan posisinya sebagai pusat riset dan pertukaran seni budaya tingkat global melalui penyelenggaraan ICAPAS 2025 (International Conference for Asia Pacific Arts Studies) bertajuk “Re-thinking Artistic Research: New Paradigm, Practices, and Potentials.” Kegiatan yang berlangsung di kampus Pascasarjana ISI Yogyakarta pada 8–9 Oktober 2025 ini menjadi salah satu agenda utama dalam memperluas jaringan akademik internasional.
ICAPAS 2025 merupakan gelaran ke-13 yang mengundang akademisi, seniman, dan peneliti seni dari berbagai belahan dunia untuk berdialog tentang paradigma penelitian artistik beserta praktiknya dan beragam peluang yang muncul dalam ranah seni.
Peserta dari Jerman, Swiss, Thailand, Singapura, dan tentu saja Indonesia memeriahkan konferensi tahun ini dengan berbagai presentasi dan diskusi lintas disiplin.
Format parallel room pun diterapkan untuk memfasilitasi pertukaran gagasan yang semakin meluas. Dengan semangat kolaborasi yang kuat, ICAPAS 2025 dipandang sebagai langkah strategis dalam membangun jembatan budaya antara dunia akademik dan praktik seni internasional.
Hadir sebagai pembicara utama yaitu Prof. Annette Geiger dari University of the Arts Bremen (HFK Bremen), Dr. Budi Irawanto dari Universitas Gadjah Mada, Dominique Lammli dari Zurich University of the Arts, dan Dr. Gomesh Karnchapayap dari Silpakorn University.
Para tokoh akademik lintas negara tersebut memperkaya wawasan dan dialog global tentang arah baru penelitian berbasis praktik seni.
Sejak awal kemunculannya, ICAPAS telah menjelma menjadi wadah penting komunikasi ilmiah bidang seni di kawasan Asia-Pasifik. Tidak hanya menjadi forum diskusi bagi para peneliti, ICAPAS turut mencetuskan pembentukan cabang Society for Artistic Research di kawasan ini — sebuah bukti nyata komitmen ISI Yogyakarta dalam mengembangkan riset berbasis seni, dalam rangka menuju World Class University.
Menurut Octavianus Cahyono Priyanto, PhD., selaku Chairman ICAPAS, pada penyelenggaraan tahun ini ICAPAS 2025 semakin meneguhkan kiprah internasionalnya melalui suatu inisiasi kolaborasi dalam Program Cultural Dialogue bersama University of the Arts Bremen (HFK Bremen) di Jerman.
Program ini diawali dengan kunjungan mahasiswa doktoral ISI Yogyakarta ke Jerman pada Juni 2025, diikuti oleh kunjungan balasan para akademisi Bremen ke Yogyakarta pada Oktober 2025.
Hasil interaksi ini berupa workshop lintas disiplin dan kolaborasi kreatif yang kemudian diwujudkan dalam pameran sebagai bagian dari konferensi. Langkah ini tidak hanya memperkaya khasanah pengetahuan seni, tetapi juga memperluas keterhubungan lintas budaya.
Di tengah dinamika seni kontemporer, ICAPAS 2025 memberi ruang yang lega bagi dialog global.
Lewat tema “Re-thinking Artistic Research”, konferensi ini merupakan momentum penting bagi akademisi dan praktisi seni untuk merumuskan paradigma baru. Paradigma yang berbasis pada keberagaman budaya, kolaborasi lintas disiplin, dan inovasi menjadi landasan dalam menciptakan praktik seni yang relevan dan transformatif.
Dengan semangat keterbukanaan dan kerja sama global, ICAPAS 2025 tidak sekadar memperkaya diskursus akademik, tetapi juga meneguhkan posisi Institut Seni Indonesia Yogyakarta sebagai pusat rujukan pendidikan dan riset seni di kawasan Asia-Pasifik.
Lebih dari itu, acara ini menegaskan peran institusi dalam menjembatani dunia akademik dan praktik seni internasional menuju masa depan yang lebih inklusif dan berdaya kreatif.
Post a Comment