Tunjangan DPRD DIY Berkali Lipat dari Upah Minimum Yogya, Ini Kata Buruh
WARTAJOGJA.ID : Tunjangan perumahan untuk anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tercatat nyaris 10 kali lipat dibanding Upah Minimum Provinsi (UMP) itu pada tahun 2025 yang sebesar Rp 2,2 jutaan per bulannya.
Hal itu mengacu Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 78 Tahun 2019 tentang perubahan ketiga atas Pergub Nomor 52 Tahun 2017 Tentang Pemberian Dana Operasional, Tunjangan Reses, Tunjangan Komunikasi Intensif, dan Tunjangan Kesejahteraan Berupa Tunjangan Perumahan, Belanja Rumah Tangga, Tunjangan Transportasi dan Uang Pembelian Pakaian Dinas dan Atribut Bagi Pimpinan dan/atau Anggota DPRD.
Dari beleid itu, besaran tunjangan perumahan untuk DPRD DIY itu perbulannya mulai Rp 20.600.000 (anggota), Rp 22.900.000 (wakil ketua) dan Rp 27.500 000 (ketua).
Selain itu, mengacu Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2024 tentang perubahan ketiga atas Pergub Nomor 52 Tahun 2017, tiap anggota DPRD DIY juga mendapat tunjangan transportasi perbulannya berkisar Rp 17.500.000 hingga Rp 22.500.000.
"Jika dijumlahkan, untuk jabatan Ketua DPRD DIY saja bisa menerima hampir Rp 50 juta setiap bulan untuk dua jenis tunjangan (perumahan dan transportasi) itu. Angka ini kontras dengan kondisi buruh dan pekerja di DIY yang mayoritas hanya mengandalkan Upah Minimum yang kisarannya Rp 2 jutaan," kata Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY Irsyad Ade Irawan, Selasa 9 September 2025.
Irsyad menuturkan, sesungguhnya soal tunjangan dewan dan upah minimum ini merupakan potret nyata ketimpangan.
"Buruh sedang berjuang mengatasi himpitan ekonomi dan rakyat yg melayangkan tuntutan perbaikan kesejahteraan, namun para wakil rakyat justru menerima tunjangan belasan hingga puluhan juta rupiah setiap bulan hanya untuk rumah dan transportasi," kata dia.
"Sulit rasanya bagi rakyat untuk percaya bahwa lembaga legislatif benar-benar mewakili kepentingan mereka," imbuh Irsyad.
Dalih yang menyebut pemberian tunjangan tersebut sudah sesuai aturan, kata dia, tidak serta-merta membenarkan secara moral.
"Sama seperti buruh yang harus menerima upah murah dengan alasan 'sesuai aturan' (upah minimum dan formula penghitungan kenaikan upah). Terlebih aturan sering kali dianggap lebih berpihak pada elite ketimbang menjawab kebutuhan rakyat pekerja," kata dia.
Dengan demikian, kalangan buruh pun menilai ada ketidakadilan distribusi anggaran publik. Di mana pejabat menikmati fasilitas mewah, sementara rakyat banyak kesulitan membeli rumah akibat harga tanah yang tergolong mahal.
"Ketimpangan ini dapat merusak legitimasi politik DPRD, lembaga yang seharusnya menjadi corong rakyat," kata dia.
Menurutnya diperlukan kemauan politik untuk merevisi aturan tunjangan pejabat, sekaligus memastikan upah buruh ditingkatkan agar dapat mencukupi kebutuhan hidup layak.
"Karena itu, kami menuntut kepada pemerintah pusat dan daerah untuk segera meninjau ulang skema tunjangan pejabat publik, dan pada saat yang sama memenuhi tuntutan buruh dan rakyat sebagai langkah memperkecil jurang ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia," ujar dia.
Adapun Sekretaris DPRD DIY Yudi Ismono menuturkan tunjangan yang diberikan untuk DPRD selama ini hanya mengacu aturan perundang-undangan yang diterapkan pusat untuk daerah.
"Jadi berlaku semua mulai DPR RI sampai DPRD mendapatkan itu," kata Yudi, Senin 8 September 2025.
Yudi mengatakan untuk tunjangan perumahan dan transportasi pimpinan dan anggota DPRD DIY saat ini belum ada perubahan dibanding tahun sebelumnya.
"Semua pemberian tunjangan masih menggunakan aturan yang lama, baik tunjangan perumahan hingga transportasi, belum dilakukan re-appraisal sehingga tidak berubah," kata dia.
Post a Comment