Pantai Sanglen Bakal Dikelola Investor, Keraton Jogja Lakukan Penertiban
WARTAJOGJA.ID : Keraton Jogja melalui Kawedanan Panitikismo mulai menyiapkan langkah untuk menertibkan kawasan Pantai Sanglen, Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul. Langkah ini guna memastikan pemanfaatan lahan Sultan Ground (SG) dan tanah Kalurahan sesuai regulasi.
Penghageng II Kawedanan Panitikismo, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Suryo Satriyanto, menjelaskan kawasan yang akan ditertibkan mencakup dua jenis lahan yakni Tanah Kasultanan atau Sultan Ground (SG) dan Tanah Kalurahan.
Untuk SG, surat palilah telah diterbitkan kepada PT Biru Bianti Indonesia sejak 2022 dan diperpanjang pada 2024. Sedangkan Tanah Kalurahan, telah diterbitkan SK Gubernur DIY No. 72/IZ/2025 tanggal 14 Mei 2025, yang memberikan izin Kalurahan Kemadang untuk menyewakan lahan seluas 30.000 meter persegi kepada investor yang sama.
Diketahui, Paguyuban Sanglen Berdaulat saat ini menggunakan tanah itu tanpa izin dari Keraton Jogja. Sebagian besar anggota paguyuban juga disinyalir bukan warga asli Sanglen. Sedangkan untuk warga Sanglen yang menempati tanah itu akan dijamin untuk dilibatkan dalam pembangunan pariwisata.
"Siapa pun yang hendak memakai tanah Kasultanan maupun tanah Kalurahan, selesaikan dahulu administrasinya. Kami ingin pembangunan berjalan tertib dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat," tegas Kanjeng Suryo melalui keterangan resmi yang diterima, Senin (30/6/2025).
Terkait tahapan penertiban, Keraton mengirimkan surat imbauan pengosongan. Bila tidak diindahkan, akan diterbitkan surat teguran. Apabila teguran tidak dipatuhi, maka akan dilakukan tindakan lapangan dengan melibatkan OPD terkait dan aparat penegak hukum.
Sebagai informasi, polemik di kawasan Pantai Sanglen muncul setelah adanya rencana pembangunan tempat pariwisata eksklusif dan privat bernama Obelix oleh PT Biru Bianti Indonesia. Usai rencana itu muncul, Paguyuban Sanglen Berdaulat pun mencoba untuk tetap bertahan di tanah itu.
Kanjeng Suryo mengatakan pada Juni 2022 Keraton menerbitkan Surat Palilah kepada PT Biru Bianti Indonesia sebagai pengelola resmi. Dilengkapi dengan nota kesepahaman antara perusahaan dan Pemerintah Kalurahan Kemadang yang menjamin keterlibatan warga lokal dalam pengembangan kawasan wisata.
Namun di akhir 2024, Paguyuban Sanglen Berdaulat mengajukan permohonan pemanfaatan kawasan melalui audiensi yang kemudian ditolak. Namun paguyuban tersebut justru memperluas pembangunan ilegal dari empat menjadi lebih dari lima puluh bangunan permanen maupun non permanen.
"Permintaan paguyuban tidak dapat kami penuhi karena lahan sudah memiliki izin resmi dan masuk dalam program penataan yang disepakati dengan kalurahan dan investor," jelas Kanjeng Suryo.
Audensi dengan Paguyuban
Terkait polemik dan rencana penertiban ini, Keraton Jogja pun mengadakan audiensi dengan Paguyuban Sanglen Berdaulat di Kantor Kalurahan Kemadang, Rabu (25/6). Namun paguyuban tidak hadir dalam audiensi.
"Mediasi yang dijadwalkan hari Rabu (25/6) tidak dapat terlaksana karena pihak paguyuban tidak hadir. Forum kami ubah menjadi rapat koordinasi untuk membahas langkah-langkah penertiban," sambung Kanjeng Suryo.
Terpisah, perwakilan Paguyuban Sanglen Berdaulat, Rahmat mengatakan alasan pihaknya tidak hadir dalam audiensi itu karena undangan yang dikirimkan mendadak.
"Surat undangan yang bersifat dadakan bahkan tidak lebih dari 24 Jam dari hari akan diadakannya undangan. Padahal di dalam surat undangan tertera pembuatan surat dilakukan pada 19 Juni 2025. Kedua, surat tersebut hanya dibatasi untuk paguyuban yaitu 5 orang," jelasnya melalui keterangan tertulis hari ini.
Rahmat mengatakan pihaknya ingin diadakan audiensi ulang dengan mengundang seluruh anggota Paguyuban tanpa terkecuali. Selain itu juga meminta mediasi dilakukan hanya melibatkan pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan.
"Tidak melibatkan aparatur negara seperti Satpol PP, Kapolres, dalam proses mediasi, kecuali hanya sebagai pengamanan saat mediasi berjalan. Lalu memfasilitasi mediasi dengan menyepakati waktu sesuai kesepakatan dengan Paguyuban," ungkapnya.
Menanggapi polemik Pantai Sanglen itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan pemanfaatan tanah Sultan Ground harus sesuai regulasi atau dengan kata lain melengkapi izin pemanfaatan.
"Status tanahnya apa dulu di situ, yang penting itu. Wong rata-rata (pemanfaatan) Sultan Ground juga ndak ada izin. Saya ndak tahu yang ngijinke sopo," jelas Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan Kota Jogja, hari ini.
"Pemahaman ilegal kan berarti tidak sah, ya kan sudah jelas kalau orang lain (pihak pemilik tanah) tidak setuju. Kan dasarnya gitu aja, gampang kok. Sebetulnya perangkat yang bersangkutan kan bisa menyelesaikan," pungkas Sultan.
Post a Comment