FSRD ISI Yogyakarta Gelar YICAF #3, Bukan Sekedar Pameran Tapi Bawa Nama Ke Kancah Dunia
WARTAJOGJA.ID : Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISI Yogyakarta bersiap menggelar kembali ajang Yogyakarta International Creative Arts Festival (YICAF) #3 pada 21 Juni - 31 Agustus 2025, di Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Yogyakarta.
Tahun ini penyelenggaraan itu hadir dengan tema Art Platform as International Art Conectivity.
"Ajang ini menjadi upaya FSRD ISI Yogyakarta dalam mendukung dan mewujudkan tujuan ISI Yogyakarta untuk mencapai “universitas kelas dunia” atau realizing ISI Yogyakarta as a World Class University. Jadi bukan sekedar pameran, tapi bagian dari strategi menjadikan ISI sebagai universitas berstandar global,” ujar Dekan Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, M. Sholahudin, Kamis (19/6/2025).
Ia mengatakan, salah satu kunci dari world class university adalah kemampuan membangun jejaring, merawatnya, dan terus terkoneksi dengan dunia (institusi) yang lain.
Sholahudin menyebut event ini akan menghadirkan sekitar 500 karya seni dari dosen, mahasiswa, alumni, hingga seniman dari lebih dari sepuluh negara, seperti Australia, Jepang, Korea, Inggris, hingga Austria.
“Yang mendaftar ada 350, yang terseleksi dan tampil sekitar 227, belum termasuk karya dari prodi internal,” jelas Sholahudin.
Pameran yang didukung oleh Project 11 Australia dan AIAF ini menghadirkan seluruh potensi seni yang ada di FSRD ISI Yogyakarta dan institusi lain (13 negara termasuk Indonesia).
Yang meliputi lukis, patung, grafis, gambar, desain komunikasi visual, desain interior, desain produk, fotografi, animasi, kriya (logam, batik, kayu, perhiasan, keris, fesyen), baik dari mahasiswa aktif, dosen, maupun alumni.
Karya-karya, menurut jenisnya, akan dipajang di setiap ruang jurusan atau program studi di kompleks kampus FSRD ISI Yogyakarta. Pameran ini dapat digunakan untuk melihat perkembangan institusi pendidikan tinggi seni, maupun melihat perkembangan seni secara umum di dunia.
Kurator YICAF #3 Suwarno Wisetrotomo membeberkan, yang menarik, karya-karya yang dipamerkan ini sangat beragam. Dari seni murni, grafis, kriya, patung, hingga desain interior dan fashion.
“Pameran ini bukan hanya seni murni, tapi juga grafis, patung, kriya, desain komunikasi visual, interior, produk, bahkan seni fesyen,” terang Suwarno.
Suwarno menuturkan ketatnya proses kurasi yang dilakukan melibatkan lintas prodi. Bahkan, tidak semua dosen ISI Yogyakarta otomatis lolos karyanya.
"Sebab ini soal kualitas dan keberanian menjaga standar,” kata dia.
Seniman profesional yang turut terlibat seperti pematung legendaris Edi Sunarso, pelukis eksentrik Nasirun, hingga Putu Sutawijaya ikut menampilkan karya mereka.
Ruang-ruang yang tadinya untuk kelas atau tugas akhir turut diubah jadi galeri dadakan.
"Ini tantangan teknis, tapi juga peluang untuk memperluas cara kita menyampaikan karya,” ujar Suwarno.
Menyelenggarakan pameran ini tidak mudah, tetapi sekaligus memiliki nilai strategis.
Tidak mudah, karena pertama, menggunakan ruang-ruang dalam (indoors) yang tidak semua dirancang dan disiapkan untuk memajang karya. Agar ruangan layak digunakan maka memerlukan penanganan khusus.
Tetapi hal ini justru menjadi tantangan penyelenggara untuk mengatasi keterbatasan yang ada.
Kedua, pameran ini berskala internasional, utamanya mengundang berbagai institusi pendidikan tinggi seni di berbagai negara, yang sudah, akan, atau belum bekerjasama dengan ISI Yogyakarta.
Cara yang paling mungkin untuk pameran dengan skala seperti ini adalah mengoptimalkan teknologi digital, dengan segenap kelebihan dan kekurangannya.
Dengan kata lain, karya-karya dari sejawat di luar negeri dalam bentuk tiga dimensional misalnya, kecil kemungkinan dapat diikutsertakan, karena membutuhkan biaya produksi dan waktu yang lebih banyak.
Ajang ini memiliki nilai strategis, karena merupakan kesempatan baik bagi FSRD ISI Yogyakarta untuk meneguhkan jejaringnya; kesempatan yang baik bagi jurusan atau program studi untuk menampilkan potensinya, jatidirinya, selera estetik, artistik, dan intelektualnya.
Post a Comment