YKBBI Bersinergi dengan Pemda dan Akademisi Songsong Kedaulatan Pangan Nasional 2045
WARTAJOGJA.ID - Indonesia menyongsong kedaulatan pangan nasional 2045. Namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan demi mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia. Yayasan Karya Bhakti Bumi Indonesia (YKBBI) pun siap bersinergi dengan pemerintah daerah (pemda) dan akademisi untuk menyongsong keadaan Indonesia tak lagi bergantung pada impor hasil pertanian.
YKBBI, sebuah yayasan yang bergerak dan fokus pada aspek ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, aktif dan terus menggencarkan program berbasis pangan dan pertanian berkelanjutan. Saat yayasan menggelar Focus Group Discussion (FGD) dan Rapat Kerja dengan tema "Turut Membangun Kedaulatan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045" dihadiri sejumlah pakar pertanian dan kelautan seperti Profesor DR. Ir. Rokhmin Dahuri, M.Sc, Guru Besar Fakutas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB yang juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan 2002-2004. Hadir pula Profesor Muladno, Guru Besar Pemuliaan dan Genetika Ternak IPB dan HM Idham Samawi, anggota DPR RI, di FGD yang dilaksanakan di Yogyakarta, Sabtu, 24 Agustus 2024.
FGD mengundang sejumlah birokrat seperti bupati atau yang mewakili dan akademisi. Kehadiran mereka sangat penting karena YKBBI dalam upaya membantu pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia harus bersinergi dengan pemda dan akademisi.
"Hasil dari FGD ini akan disampaikan kepada lembaga terkait, termasuk ke dewan hingga pimpinan tertinggi dalam hal ini Presiden. Kami sangat ingin membantu mewujudkan bahwa pada tahun 2045, Indonesia sudah mencaai kedaulatan pangan," ucap Sokhiatulo Laoli, Ketua Dewan Pembina YKBBI.
Dalam bahasan tentang ketahanan dan kedaulatan pangan, Rokhmin mengutip dari FAO menuturkan sebuah negara dengan penduduk lebih dari 100 juta jiwa bakal sulit makmur dan berdaulat bila kebutuhan pangan bergantung pada impor. Sebuah ironi bila Indonesia yang memiliki lahan pertanian sangat luas tetapi belum bisa mewujudkan swasembada pangan sehingga tidak memiliki ketahanan pangan yang baik.
"Kita bicara kedaulatan pangan bila produksi dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan nasional dan tidak lagi mengandalkan impor. Padahal Indonesia punya potensi produksi pangan yang besar untuk berswasembada dan bahkan memenuhi kebutuhan pangan dunia (feeding the world). Namun kinerja di sektor pangan memang kurang baik," ujar Rokhmin.
Rokhmin, lebih lanjut, menunjukkan tak sekadar mengkritisi kebijakan terkait pangan yang membuat Indonesia tak kunjung mampu memenuhi kebutuhan pangan tetapi menyampaikan konsep secara komprehensif. Dalam konsep itu, dirinya optimistis kedaulatan pangan nasional 2045 bakal bisa diwujudkan.
"Kami melakukan pendekatan sistem, yaitu subsistem on farm. Melalui sistem itu, kita tidak hanya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan petani dan nelayan dalam memproduksi bahan pangan secara produktif yang efisien dan ramah lingkungan," kata dia lagi.
"Jadi saya berterima kasih kepada YKBBI yang menggagas diskusi ini soal ketahanan dan kedaulatan pangan. Ini untuk mengingatkan pentingnya kita bersama-sama mewujudkannya. Apalagi, saya menerima informasi bila FGD ini bakal rutin diadakan dan hasilnya disampaikan ke lembaga terkait," ucapnya.
Sementara Muladno lebh menyoroti soal impor daging sapi. Menurut Guru Besar Pemuliaan dan Genetika Ternak ini memang tak dipungkiri bila impor menjadi mayoritas komoditi daging di negara sebesar Indonesia. Pasalnya daging hewan, khususnya sapi belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
"Suplai peternak lokal sangat kecil. Ini terkait dengan pendidikan peternak. Hampir 86 persen peternak memiliki pendidikan yang tidak tinggi karena hanya setingkat SMP. Selain itu, peternak yang hanya sedikit dan berorientasi mencukupi daging kurban saja. Ini menjadikan suplai untuk masyarakat tak mendukung," kata Muladno.
"Keadaan yang terjadi, sapi jantan ditunggu untuk kurban. Sedangkan yang betina disembelih. Padahal itu pabriknya. Pemilik ternak pun hanya itu-itu saja. Pada akhirnya impor menjadi pilihan paling gampang. Peternak makin menurun yang mengakibatkan kita kekurangan daging. Cara paling gampang, tentu impor. Ini harus dihentikan tapi secara bertahap," ujar dia menambahkan.
Dengan berbagai problem pertanian dan kelautan yang bisa menghambat upaya membangun kedaulatan pangan nasional, YKBBI memiliki roadmap yang panjang. Menurut Sokhiatulo Laoli roadmap dari YKBBI utamanya adalah mempersiapkan diri dalam menyongsong kedaulatan pangan Indonesia 2045.
Dalam prosesnya, YKBBI secara aktif melibatkan pihak terkait seperti Pemda di seluruh Indonesia, hingga para akademisi. Pemda dilibatkan secara aktif karena memiliki peran yang sentral.
"Salah satu fokus utama kami adalah mengurangi impor, utamanya dalam sektor pangan dan bahan baku," ujar dia.
Laoli, lebih lanjut, menyebut, beragam bahan pangan mulai dari beras, gandum, hingga jagung sudah seharusnya bisa diakomodasi secara mandiri oleh pemerintah, tanpa harus melakukan impor. Hanya saja ini harus dilakukan secara konsisten dan bertahap sampai akhirnya Indonesia berhenti melakukan praktik impor. Ini juga bisa dilakukan melalui kolaborasi dengan semua pihak.
"Salah satunya adalah Pemda, mereka punya peran signifikan dalam hal ini. Kami sudah kolaborasi dengan berbagai Pemda, salah satu yakni pemberian lahan tidur untuk kami kelola," katanya.
Laoli menuturkan setidaknya sudah ada 10 Pemda di Indonesia yang memberikan lahan pertanian untuk dikelola. Adapun, lahan tersebut akan mulai dikerjakan pada 2025. Pengelolaan lahan pun melibatkan para petani di daerah setempat.
"Termasuk juga para petani milenial kami libatkan. Ini sebagai upaya regenerasi juga. Beberapa Pemda yang sudah bekerjasama secara resmi adalah Bali, Lampung, Kutai Kartanegara, Manokwari, dan Sulawesi Utara," kata Himatul Hasanah, pendiri YKBBI.
Himatul Hasanah optimistis kedaulatan pangan benar-benar bisa tercapai. Apalagi, secara wilayah dan potensi, Indonesia memiliki jumlah lahan yang sangat besar untuk bisa dioptimalkan.
Post a Comment