News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Ahli Soroti Sidang Lanjutan Perkara Penggelapan Tas Mewah

Ahli Soroti Sidang Lanjutan Perkara Penggelapan Tas Mewah



WARTAJOGJA.ID: Persidangan perkara dugaan penggelapan tas-tas mewah impor oleh Devi Haosana atau DH terkait perkara Angela Lee yang sudah inkrah tahun 2018 masuk dalam tahap mendengarkan ahli di Pengadilan Negeri Sleman, Senin 19 September 2022.

Sidang lanjutan yang beragendakan mendengarkan ahli dari terdakwa menghadirkan Kombes Pol (Purn) Dr. Warasman Marbun, SH., M.Hum, Dosen tetap fakultas hukum di Universitas Krisna Dwipayana, dan juga Dosen Reserse dan Kriminal Polri Lemdiklat Polri.

Dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim Kun Triharyanto Wibowo, SH, M.Hum, dan anggota Asni Meriyenti, SH, MH, dan Aziz Muslim, SH, serta dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arief Muda Darmanta, ahli yang dihadirkan tersebut menjelaskan prosedur mengenai barang bukti.

"Saya sebagai ahli dimintai pendapatnya bagaimana prosedur barang bukti," ujar Warasman Marbun usai sidang.

"Tadi ada saya jelaskan salah satu pertanyaan dari pemohon dalam hal ini kuasa hukum terdakwa yang memohon saya untuk menjadi ahli di bidang pidana," kata dia.

Fakta penyidikan di situ tidak diperiksa saksi-saksi, terutama yang menyangkut dengan pasal 231 KUHP itu yang menyangkut benda sitaan dan penitipan barang di Rumbasan termasuk pihak-pihak yang terkait di dalam perkara itu.

Padahal, kata Warasman, ada teritori hukum, atau doktrin-doktrin hukum mengatakan di dalam pihak-pihak yang terkait kaitan dengan perkara apalagi masih dalam tahap penyidikan waktu itu, harus diperiksa siapa-siapa yang terkait dengan perkara itu.

"Seperti teori Audi et alteram partem,  yang artinya dalam pemeriksaan pidana harus diperiksa atau didengar pihak-pihak lain, didengar keterangannya. Jadi bagaimana mungkin diterapkan pasal 231 KUHP padahal alat bukti terutama keterangan saksi-saksi tidak diperiksa. itu tadi pertanyaan dari kuasa hukum," katanya.

"Jadi kalau sudah seperti itu ada keterkaitannya, tidak boleh dikesampingkan doktren hukum yang mengatakan Audi et alteram partem,, karena itu sangat penting harus didengar pihak-pihak lain melalui pemeriksaan yang dituankan dalam BAP Berita Acara Pemeriksaan di penyidikan," tegasnya.

Kedua ada teori lagi Audiatur et alteram fas ini artinya dalam membuktikan hukum pidana atau tindak pidana wajib hukumnya didengarkan semua sisi. 

"Jadi didengarkan semua sisi itu artinya dari saksi, dari sisi tersangka atau pelaku. Bila perlu dari sisi ahli atau yang memiliki keahlian khusus," ujarnya.

"Kalau tadi saya lihat dari di pertanyaan kuasa hukum terdakwa yang pihak-pihak ini tidak diperiksa, padahal membuktikan perkara pidana itu harus kuat alat bukti. Kalau tidak kuat alat bukti, ya bagaimana menerapkan pasal," urainya.

Karena sistem penyidikan itu pertama dicari dulu barang bukti. barang bukti ini terbagi dua ada yg dikenal instrumen delicti itu BB utama melakukan kejahatan artinya, kedua Barang bukti atau “corpus delicti” artinya barang bukti, membantu barang bukti utama. 

"Jadi setelah ini ada ditemukan penegak hukum khususnya penyidikan di awal perkara, maka alat bukti, alat bukti yang dimaksud itu terutama keterangan saksi karena dipasal 184 ayat 1 KUHP ada 5 alat bukti yang sah. 1 keterangan saksi, 2 keterangan ahli, 3 surat, 4 petunjuk, 5 keterangan terdakwa," katanya.

Jadi diantara 5 alat bukti yang sah ini ada teori yang mengatakan, Primus Inter Pares artinya sesama alat bukti, keterangan saksilah yang menjadi utama alat bukti. 

"Ini tadikan pertanyaan kuasa hukum atau penasehat hukum terdakwa ini kok surat dakwaan diterapkan pasal 231 KUHP padahal diberkas perkara tidak diperiksa saksi yang terkait. padahal tadi doktrinnya Primus Inter Pares keterangan saksi itu yang utama," tegasnya.

"Kalau tidak diperiksa itu secara pakta hukum bagaimana membuktikan pasal 231. Kalau menurut pendapat saya sebagai ahli penerapan pasal itu tidak tepat," kata dia.

Sementara Kuasa Hukum Devi Haosana, Sandy Batara, SH usai persidangan mengungkapkan, setelah agenda sidang mendengarkan saksi ahli adalah tuntutan.

"Setelah agenda sidang mendengarkan ahli, berikutnya pada Rabu adalah tuntutan," katanya. 

"Kami menanyakan mengenai unsur-unsur pasal yang didakwakan mulai dari unsur sengaja, kehendak maupun yang lain, dan salah satu poin utamanya adalah apakah terdakwa itu mengetahui dan menghendaki adanya perbuatan yang dilakukan, yang kedua bahwa adanya pasal yang didakwakan di luar daripada yang diperiksa oleh penyidik," kata dia.

"Jadi kalau semua penuntut umum bisa memasukkan pasal yang di luar dari pemeriksaan oleh penyidik maka tidak ada gunanya penyidikan itu yang menjadi poin,"

Karena berdasarkan surat edaran jaksa agung, bahwa untuk bisa diperiksa itu harus didasarkan pada penyidikan. sehingga SE Jaksa Agung no 4/JA/11/1993 tentang pembuatan surat dakwaan sebagaimana poin III angka 3, jadi penuntutan itu harus didasarkan pada penyidikan dan bukan kepada unsur-unsur di luar penyidikan. (Rls)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment