Membangun Ruang Diskusi Digital yang Etis dan Berbudaya
Wonosobo – Media digital bukan lagi hal baru sebagai ruang diskusi publik. Perkembangan dan kemajuan teknologi semakin mempermudah ruang interaksi publik tanpa batas ruang dan waktu. Hal ini mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menggerakkan program literasi digital dalam mendukung peningkatan kecakapan digital warganet Indonesia, agar teknologi dapat dimanfaatkan secara lebih optimal.
Dosen Universitas Serang Raya Delly Maulana menyampaikan bahwa media digital hari ini dapat dimanfaatkan untuk menciptakan ruang diskusi yang bermakna. Misalnya melalui jurnalisme warga atau sebagai ruang menyampaikan opini permasalahan-permasalahan publik. Namun, perlu diperhatikan pula dalam menyampaikan ekspresi di ruang diskusi harus sejalan dengan prinsip-prinsip budaya bangsa sebagaimana ketika di dunia nyata.
Ruang diskusi hendaknya disampaikan secara etis serta mengedepankan budaya keindonesiaan yang ramah dan santun, serta memahami aturan dan sanksi yang berkaitan dengan aktivitas digital. Budaya sebagai karakter bangsa di antaranya meliputi sikap saling menghargai dan toleransi, ramah dan menjaga nilai-nilai persatuan dan kesatuan, serta memiliki budaya malu dan ramah.
“Oleh karena itu kita harus bisa bijak dalam berdiskusi di publik dengan menanamkan sikap saling menghargai. Bijak menggunakan media sosial dengan berpikir sebelum mengunggah konten, menyaring sebelum membagikan. Serta berpartisipasi membanjiri ruang digital dengan konten-konten yang positif,” ujar Delly Maulana tentang budaya digital yang positif di media sosial.
Nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, kata Delly, harus secara konsisten menjadi landasan dalam beraktivitas digital. Tujuannya agar dapat menyaring konten-konten yang tidak sesuai dengan kebudayaan keindonesiaan sebelum menyebarkan. Membuat konten-konten yang bermanfaat dan sesuai kebudayaan Indonesia dengan mengedepankan kearifan lokal.
“Yang paling penting dalam membangun budaya digital yang positif adalah komitmen dan konsistensi serta menjadi role model untuk membumikan nilai-nilai Pancasila,” imbuhnya.
Dari sisi etika digital Anif Farizi yang seorang Digital Business dari Beta Media menyampaikan bahwa literasi digital menjadi pondasi memasuki ruang digital. Sebagaimana Kementerian Kominfo merumuskan ada empat pilar literasi digital yang mesti dipahami warganet yaitu digital ethic, digital skill, digital safety, dan digital culture.
Dengan literasi digital, warganet dapat merasakan dampak positif perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Misalnya sebagai media komunikasi, mencari ragam informasi, dan ruang diskusi publik. Sebagai ruang diskusi publik, tentu ada aturan yang berlaku dan itu mempengaruhi bagaimana warganet berperilaku dan menerapkan etika serta etiket di dalamnya.
Etika sebagai nilai moral, etika sebagai tata cara berinteraksi, serta netiket sebagai tata krama dalam menggunakan internet perlu dipahami bahwa interaksi di ruang digital dilakukan dengan manusia nyata yang berada di jaringan lain.
“Etika dalam ruang diskusi digital harus dilakukan dengan penuh kesadaran, memahami manfaat dan mudharat konten yang diunggah atau dibagikan. Memiliki intergritas atau kejujuran, bahwa dalam bermedia seharusnya tidak menyebarkan hoaks. Bermedia digital berarti harus mau bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari aktivitas digital. Serta bermedia dengan mengedepankan nilai kebajikan, memberikan manfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain,” jelas Anif Farizi.
Tantangan penerapan etika bermedia semakin tinggi mengingat penetrasi penggunaan internet juga tinggi dari waktu ke waktu, sementara itu migrasi kebiasaan masyarakat dari media konvensional ke media digital menimbulkan gegar budaya. Maka dari itu dalam bermedia digital dibutuhkan interaksi dan partisipasi aktif antar pengguna untuk bertindak etis dalam aktivitas digital serta saling berkolaborasi menciptakan konten positif.
Diskusi virtual bertema “Ruang Diskusi Publik Melalui Platform Digital” hari ini dipandu oleh oleh Bia Nabila (presenter) dan juga dihadiri narasumber lain: Sani Widowati (Princeton Bridge Year Onsite Director Indonesia), Dinda Citra Azalia (Cofounder Viewture Creative Solution), serta Suci Patia (Penulis) sebagai key opinion leader. (*)
Post a Comment