News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Patra Padi Gelar Peringatan Milad Pangeran Diponegoro Ke-236 Tahun lewat Wayang Kulit

Patra Padi Gelar Peringatan Milad Pangeran Diponegoro Ke-236 Tahun lewat Wayang Kulit

Peringatan Milad Pangeran Diponegoro Ke-236 Tahun lewat Wayang Kulit Kamis (11/11)

WARTAJOGJA.ID:  Untuk memperingati Hari Milad Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Diponegoro yang jatuh pada Kamis, 11 November 2021, bertempat di nDalem Yudonegaran, Jl. Ibu Ruswo No. 35 Yogyakarta, Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi) bekerja sama dengan nDalem Yudonegaran menyelenggarakan Pagelaran Wayang Kulit Diponegoro dengan lakon “Tumusing Jangka”.

“Lakon ini disarikan dari Babad Diponegoro, sebuah biografi fenomenal karya BPH Diponegoro selama menjalani pengasingan di Manado, Sulawesi Utara sampai dengan Makassar, Sulawesi Selatan,” kata Ketua Umum Perkumpulan Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi) Rahadi Saptata Abra disela pentas wayang Babad Diponegoro, Rahadi Saptata Abra di sela acara.

Rahadi menyebut, lakon ini terinspirasi dari sebuah peristiwa: suatu ketika Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hageng/GKR Tegalrejo, permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I bersama cicit bayi RM Mustahar (nama kecil BPH Diponegoro) sowan kepada Sri Sultan HB I. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa RM Mustahar adalah putra dari RM Surojo (kelak diangkat menjadi Sri Sultan HB III) dan ibu bernama Raden Ayu (R.Ay) Mangkarawati. 

Sri Sultan HB I berkata bahwa nantinya RM Mustahar akan mengobarkan perlawanan terhadap Belanda, hingga akan menimbulkan kerugian yang lebih dahsyat dibanding dengan dirinya. Untuk itu, beliau meminta kepada GKR Hageng agar mendidik dan membesarkan RM Mustahar dengan baik. 

Selang beberapa waktu kemudian, ucapan Sri Sultan HB I terbukti. Perang Jawa (1825 – 1830) yang dikobarkan BPH Diponegoro berdampak luar biasa. Perang ini telah merenggut nyawa 200.000 jiwa rakyat Jawa, 8.000 tentara Belanda dari Eropa, 7.000 serdadu Londo Ireng  (pribumi yang berpihak kepada Belanda) dan berimbas pada kerugian keuangan Pemerintah Belanda yang mencapai +/- 20 juta Gulden, akibatnya Pemerintah Kolonial Hindia Belanda bangkrut.

“Dalam acara ini, sebagai Dalang Wayang Diponegoro adalah Ki Catur Kuncoro, seorang dalang yang berpengalaman dan telah malang melintang di jagad kesenian, baik di dalam negeri maupun luar negeri,” tukas Rahadi.

Adapun biografi sejarah BPH Diponegoro dan sekaligus untuk memimpin doa Bersama, akan disampaikan oleh Ustad Salim A. Fillah, sosok da’i muda yang banyak menguasai sejarah berikut penulis best seller novel bernuansa sejarah “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” tutur Masda Siwi Haryanto (Ketua Panitia Milad BPH Diponegoro Tahun 2021).

Rahadi menjelaskan, organisasi Patra Padi didirikan pada tanggal 11 November 2015 berdasarkan Akta Notaris Rio Kustianto Wironegoro, SH, M.Hum  No. 01 Tanggal 6 Januari 2016  dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-0015022.AH.01.07 Tahun 2016 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Trah Pangeran Diponegoro. Saat ini Patra Padi menaungi 14 (empat belas) trah putra-putri keturunan BPH Diponegoro, dengan Ketua Umum Organisasi: R. Rahadi Saptata Abra, S.Si, MBA.  (Cak/Rls)

 

 

 

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment