News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Menjadi Pejuang Anti Kabar Bohong

Menjadi Pejuang Anti Kabar Bohong






PATI : Ketua LPPM Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Muhammad Mustafid menuturkan dengan derasnya informasi ruang digital saat ini, pengguna perlu memahami pentingnya melawan hoaks atau kabar bohong.

“Hoaks perlu dilawan karena kebenaran sebagai fakta, kebebasan sebagai ide moral komunikasi, sebagai hubungan timbal balik berbasis kepercayaan dan kejujuran,” kata Mustafid saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Menjadi Pejuang Anti Kabar Bohong (Hoaks)” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Selasa (16/11/2021).

Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Mustafid mengatakan pentingnya melawan hoaks juga karena kebenaran adalah prasyarat kebahagiaan.

Untuk itu perlu strategi tersendiri dalam melawan hoaks yang diibaratkan mencari leviathan di era digital.

“Pahami juridifikasi dunia digital yang merumuskan tata kelola digital yang rinci, untuk pembudayaan integritas dalam ruang digital,” kata Mustafid seraya menambahkan perlunya menyusun dan mensosialisasikan kultur digital yang sehat dan jujur untuk melawan hoaks.

Juga perlu membangun gerakan kolektif melawan hoaks, cyber protect dan advokasi mengembangkan kepemimpinan berbasis nilai dan pluralisme.

“Jangan ragu juga melaporkan hoaks media sosial sesuai platform,” kata dia. Misalnya di Facebook, dapat menggunakan fitur report status dan kategorikan informasi hoaks sebagai harassment atau kategori lain yang sesuai. Sedangkan melalui Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian bila mengandung kabar palsu. Adapun di Twitter juga memiliki fitur report tweet untuk melaporkan tweet yang negatif. Dan begitu pula dengan Instagram. 

Pengguna internet dapat mengadukan konten negatif atau hoaks ke Kementerian komunikasi dan Informatika dengan melayangkan email ke aduankonten@gmail.com info.co.id. 

Mutafid mengatakan peta kompetensi budaya digital diperlukan sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan. Digital culture menuntut kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warga negara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak kewajiban dan tanggung jawabnya dalam ruang negara. 

Narasumber webinar itu, Jota Eko Hapsoro pendiri Jogjania.com mengatakan penelitian Kapersky 2020 mengungkap responden tertinggi yang menyebarkan berita tanpa verifikasi adalah generasi Z sebanyak 28 persen, diikuti oleh generasi X sebanyak 21 persen, Baby Boomers 19 persen dan milenial 16 persen.

“Salah satu alasannya menyebarkan hoaks itu nyaris sama, ingin terlihat selalu update dan punya wawasan luas,” kata dia.

Webinar itu juga menghadirkan narasumber pendamping UMKM Rizki Ayu Febriana, Dosen UPN Veteran Jakarta Freesca Syafitri, serta dimoderatori Bunga Cinka dan Ones sebagai key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment