News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Menghentikan Lingkaran Hoaks Di Ruang Digital

Menghentikan Lingkaran Hoaks Di Ruang Digital





MAGELANG: Daftar panjang kasus-kasus ujaran kebencian dan hoaks di media sosial seakan tak ada habisnya.

Hoaks di media sosial terus terjadi karena berbagai hal. Mulai dari rendahnya literasi media digital masyarakat sehingga kurang memiliki kesadaran tentang konten apa saja yang berpotensi melanggar hukum dan tidak.

“Meskipun terus bermunculan, tapi kita bisa bersama melawan hoaks dalam aplikasi percakapan dan media sosial itu,” kata Dosen UPN Veteran Jakarta Freesca Syafitri saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Bijak Berkomentar di Ruang Digital" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (8/11/2021).

Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Freesca membeberkan melawan hoaks bisa dilakukan dengan mulai rajin memverifikasi informasi pada sumber yang valid.

”Pahami dulu maksudnya informasi dengan melakukan seleksi dan identifikasi dari informasi yang kita terima, jangan asal menyebarkan pesan tanpa memastikan kebenarannya terlebih dahulu,” kata Freesca.

Freesca menilai verifikasi sebelum membagikan sebuah informasi penting karena hal itu menjadi pemberi kepastian bahwa informasi yang beredar bisa dikonsumsi publik dunia maya.

“Masyarakat jadi bisa mendapat manfaat dari informasi, bukan malah tersesat,” kata dia.  

Menurutnya perilaku tidak asal posting juga perlu diikuti dengan hal-hal yang krusial dalam menghindari terpapar hoaks. Salah satunya dengan waspada dan hindari akun toxic. Akun toxic yang dimaksud tak lain akun- akun tak jelas identitasnya, yang kerap menyebarkan konten-konten yang tak dapat dipertanggungjawabkan isi dan sumbernya. Namun asal bombastis, heboh dan provokatif. Jika pengguna terus membiarkan diri mengikuti akun toxic ini, maka bukan tak mungkin lama-lama ikut menerima hoaks yang disebarkan sebagai kebenaran.

Freesca menambahkan ada kalanya dalam berinteraksi di ruang digital, pengguna memahami tipsnya agar interaksi yang terjadi berlangsung sehat.

“Saat berkomentar di ruang digital utamakan tata krama. Menjaga etika sama saja menjaga diri sendiri dan keberadaan dan hak-hak orang lain di dunia maya,” kata dia.

Narasumber lain webinar itu, Direktur Afada Ahmad Luthfi mengatakan dalam menghadapi transformasi digital ini, sebenarnya masyarakat Indonesia cukup terbuka dan akomodatif dengan perubahan. Hanya saja masalah utama dan paling mendasar yang kerap terjadi adalah persoalan adaptasi budaya baru yang masih belum selesai. 

“Budaya digital yang sehat dan beradab menjadi sebuah keniscayaan dan masyarakat Indonesia haruslah bersama prinsip Pancasila untuk selalu sadar, memahami dan menghargai perbedaan budaya sebagaimana semboyan Bhinneka Tunggal Ika,” kata dia.

Yang bertanggung jawab atas tumbuhnya budaya digital ini mulai dari pemerintah beserta seluruh aparaturnya, lembaga pendidikan untuk semua jenjang, keluarga sebagai unit terkecil, masyarakat dan civil society dan stakeholder terkait. 

Webinar itu juga menghadirkan narasumber dosen UHN IGB Sugriwa Denpasar Dewi Bunga, pekerja dan pengembang media seni Tomy Widyatno, serta dimoderatori Fikri Hadil dan Nindy Gita selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment