News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Bagaimana Mesti Berdamai dengan Medsos yang Munculkan Gangguan dalam Proses Demokrasi

Bagaimana Mesti Berdamai dengan Medsos yang Munculkan Gangguan dalam Proses Demokrasi




WARTAJOGJA.ID: Lahir dan membanjirnya beragam platform media sosial memang disadari telah mendisrupsi peran media massa lewat beragam produk jurnalistik, khususnya media cetak yang makin tersisih. Tapi, apakah media sosial bakal jadi pendukung makin kokoh dan terwujudnya demokrasi bernegara, juga sikap toleransi warga negara yang makin baik, atau justru sebaliknya menjadi ancaman kehancuran keduanya dalam bernegara?

M. Achadi, CEO JaringPasarNusantara.id mencoba mengurai jawaban. Kata dia, dari sebab asalnya jelas berbeda. Media massa bertindak dengan berbadan hukum, baik itu media televisi, cetak maupun online. Segala aktivitas jurnalistiknya dilindungi UU Pokok Pers No. 40 Tahun 1999 dan berdasar etika jurnalistik. Medianya juga terverifikasi dan terdaftar di Dewan Pers. Wartawannya beraktivitas juga dilindungi undang-undang. Lantas, produk informasinya disebut karya jurnalistik yang mesti cover both side, meliput kedua pihak, cek dan ricek, juga akurat. 

Sebaliknya, lanjut Achadi, banjirnya medsos membuat setiap orang bisa tampil menjadi ”wartawan”, yang melaporkan apa pun dari mana pun dan diposting di beragam medsos tanpa badan hukum dan sering mengabaikan etika jurnalistik. Karena yang dikejar kecepatan, akurasi dan keadilan liputan nyaris tak dipertimbangkan. Kalau muncul komplain, akan muncul revisi dan ralat dari pembuat berita. Hanya UU ITE yang memberi perlindungan kalau pembuat informasi atau konten melakukan kabar bohong atau hate speech, menebar kebencian. 

”Ini justru dalam banyak kasus memunculkan gangguan proses demokrasi. Menebar kabar bohong pada satu pimpinan politik atau calon pemimpin dan meresahkan pemilih atau memicu intoleransi kalau berita yang dibuat di medsos memicu hate speech, baik isu agama atau tema intoleransi agama atau politik. Jadi, bagaimana kita bisa berdamai dengan semua itu?” urai Achadi saat menjadi pembicara dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital, yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Semarang, 10 November 2021.

Mengupas topik ”Media Sosial sebagai Sarana untuk Meningkatkan Demokrasi dan Toleransi”, webinar yang diikuti 350-an peserta itu dibuka oleh Presiden Joko Widodo dengan keynote speech-nya, dilanjut pesan dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo serta Bupati Semarang Ngesti Nugraha. 

Gus May, begitu M. Achadi biasa disapa koleganya sejak menjadi wartawan harian Bernas di era 1990-an, tidak tampil sendiri. Dipandu moderator Boby Aulia, Gus May ditemani tiga pembicara lain: M. Sholahhudin Nur Azmy, CEO Pasardesa.id; Rizqika Alya Anwar, Head Operation dan Digital Safety Consultant dari Kaizen Room; dan Xenia Angelica Wijayanto, Head of Center Publication London School Public Relations (LSPR) Institute. Selain mereka, ikut hadir TV Host Neshia Selvia sebagai key opinion leader.

Xenia Angelica dalam paparannya mengatakan, karena ciri khas media sosial di-sharing tanpa standar liputan dan etika jurnalistik, maka yang dikejar adalah kecepatan. Dan, akan muncul koreksi kalau di kemudian ada yang tak benar informasinya. Karena berkembang dan bertumbuh tanpa kaidah dan etika jurnalistik, lanjut Xenia, kita sebagai konsumen yang mesti bijak dan cerdas dalam merespons informasi yang bagai tsunami membanjiri ruang digital. 

”Jangan mudah percaya informasi yang disampaikan di media sosial. Biasakan cek fakta, diskusikan dengan ahlinya. Dan kalau kita ragu, informasikan setelah cek sana-sini. Jadikan info itu stop di hape Anda, dan tak usah disebarkan lagi, karena kalau diteruskan malah kita berpeluang menjadi penerus atau pelaku penyebar hoaks atau hate speech di ruang digital. Itu akan menjadi jejak digital yang susah dihapus,” saran Xenia Angelica. 

So? Bijak dan cerdaslah kita memilah dan memilih banjirnya informasi yang hadir di beragam medsos saat ini. ”Dengan berhati-hati saat memilah dan memilih ketika mengonsumsi informasi, menyetop atau meneruskan info, di situlah kita turut berperan penting dalam menyalurkan aspirasi demokrasi. Juga menjaga dan merawat toleransi dalam masyarakat bernegara, baik di dunia digital maupun di dunia nyata,” ujar Sholahudin Nur Azmy, memungkas diskusi. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment