Agar Aman Berekspresi di Dunia Digital, Simak di Sini
Tegal - Kebebasan berekspresi merupakan cara untuk pencarian kebenaran. kebebasan berekspresi ditempatkan sebagai kebebasan untuk mencari, menyebarluaskan dan menerima informasi serta kemudian memperbincangkannya, apakah mendukung atau mengkritiknya sebagai suatu proses untuk menghapus miskonsepsi atas fakta dan nilai.
Dosen Ilmu Administrasi FISIP Unhas Makassar, Hasniati mengatakan kebebasan berekspresi dibutuhkan untuk melindungi warga dari penguasa yang korup dan tiran.
“Kenapa demikian? sebab suatu pemerintahan yang demokratis mensyaratkan warganya dapat menilai kinerja pemerintahannya. Penilaian membutuhkan asupan, penelaahan dan penyebaran informasi,” kata dia.
Hal tersebut dikatakan oleh Hasniati dalam webinar literasi digital dengan tema “Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, pada Senin (15/11/2021).
Hasniati mengatakan kebebasan berekspresi ini cukup penting, karena sebagai syarat demokrasi dan partisipasi publik. Kemudian juga prasyarat perwujudkan transparansi dan akuntabilitas.
Hal yang membuatnya penting lainnya yakni kebebasan berekspresi merupakan kesempatan untuk menyampaikan, mencari, menerima dan membagikan berbagai macam informasi, yang bisa mengembangkan dan mengekspresikan opini mereka dengan cara yang menurut mereka tepat.
“Selain itu juga kebebasan berekspresi sebagai instrumen kunci dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Termasuk, sebagai alat untuk mendorong pemberantasan korupsi,” tuturnya.
Hasniati mengatakan seseorang dalam menggunakan hak kebebasan berekspresi ini pun harus memahami bagaimana cara memakainya dengan baik. Seperti dnegan menggunakan hak kebebasan berekspresi secara bertanggung jawab, dengan menghindari oponi negatif.
Kemudian tidak membuat orang lain menjadi susah, mengingat semua orang memiliki hak asasi yang sama, memikirkan kembali pendapat yang akan disampaikan, menyampaikan dengan bahasa yang baik dan santun.
Lalu jika diperlukan, bisa menggunakan data atau dokumen, berhati-hati dalam menyebut nama atau lembaga tertentu. “Ketika kita sudah memplubikasikan sesuatu maka itu sudah menjadi milik umum, maka berhati-hatilah. Kebebasan berkespresi bukan berarti bebas menyebar, informasi bohong, fitnah, dan kebencian kepada orang lain atau kelompok, atau berita yang meninggung SARA,” ujarnya.
Menurut Hasniati, tantangan kebebasan berkespresi di dunia digital yakni banyaknya pengguna media sosial di Indonesia bisa meningkatkan penyebaran hoaks, konten negatif, pesan provokasi dan ujaran kebencian yang bisa menimbulkan konflik antar anak bangsa.
Untuk itu, menurutnya perlu adanya keamanan digital bagi pengguna. “Keamanan digital ini merupakan kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.
Narasumber lainnya, Dosen Universitas Negeri Semarang, Arif Hidayat lebih menekankan pada penguasaaan digital skill dalam beraktivitas di ruang digital untuk berekspresi.
“Digital skill merupakan suatu kemampuan dalam memahami, mengoperasikan, menggunakan dan memanfaatkan teknologi untuk mengakses dan mengelola informasi. Teknologi yang dimaksud bisa berupa perangkat digital baik software maupun hardware sampai dengan jaringan,” ucapnya.
Dipandu moderator Nadia Intan, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Bambang Kusnandar Aribawa (Kadis Kominfo Kabupaten Tegal), M, Jadul Maula (Penulis & Budayawan), dan The Voice Indonesia 2016, Vokalis LYLA Band, Ario Lyla, selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment