News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Tasamuh, tawassul, dan tawazzun dalam beragama di dunia digital

Tasamuh, tawassul, dan tawazzun dalam beragama di dunia digital




Purbalingga: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Diskusi virtual kali ini, Selasa (27/7/2021), membahas tema “Moderasi dan Penanaman Nilai Keagamaan melalui Online”.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program nasional literasi digital yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia yang mampu dan cakap digital dalam menghadapi transformasi digital. Literasi digital sendiri mempunyai empat pilar kompetensi: digital culture, digital skill, digital safety, dan digital ethics. 
Nabila Nadjib (tv presenter) menjadi pemandu acara dengan mengajak beberapa narasumber untuk berbagi ilmu seputar literasi digital. Mereka adalah Ahmad Khoirul Anwar (dosen Universitas Sahid Surakarta), Daru Wibowo (dosen komunikasi dan pemasaran), Muhammad Nurkhoiron (board of Desantara Foundation), dan Khoironi Hadi (Kepala MAN Temanggung). Hadir pula Ayuenstar (Indonesian Idol 2018) sebagai key opinion leader dalam diskusi.
Muhammad Nurkhoiron dalam sesi diskusi virtual mengatakan, media informasi telah berevolusi menjadi lebih canggih, yakni berupa media digital yang semua orang tidak hanya menjadi penikmat dan pemirsa tetapi juga pengguna. 
Sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi, individu dapat memproduksi dan mendistribusikan konten. Akan tetapi pengguna tidak boleh melepaskan etika saat beraktivitas di dalamnya. Etika di dunia digital salah satunya adalah bagaimana bersifat moderat kepada sesama penggunanya. Sebab, inti dari beretika adalah mampu berperilaku baik dengan menghargai perbedaan. 
“Sikap moderat adalah berperilaku terbuka terhadap semua golongan dengan bersikap tasamuh atau memberi tempat kepada kelompok yang berbeda pendapat, tawassul atau berusaha menjadi penengah, kritis dan objektif baik pada golongan kanan maupun kiri, serta bersikap tawazun atau berpikir dan bersikap seimbang, tidak ekstrem dalam menghadapi masalah yang kompleks,” jelas Nurkhoiron kepada 900-an peserta webinar.
Ia berpendapat, derasnya arus informasi jika tidak ada saringan lalu lintas informasi dapat membuka peluang masuknya informasi intoleran. Sedangkan pengguna cenderung meyakini apa yang dianggapnya sama, sehingga tidak bisa lagi membedakan mana berita benar dan mana yang salah. 
“Itu sebabnya, dalam menggunakan media sosial diri kita harus punya kontrol, sebab jarimu adalah harimaumu. Berpikir dulu sebelum klik, apalagi jika itu menyangkut isu agama, SARA. Dalam menyikapinya kita harus mengandalkan data dan fakta.”
Etika dan sikap moderat menjadi penyaring dalam menjaga lingkungan digital dan menerapkan nilai keagamaan tanpa mendebatkan perbedaan golongan. 
“Kita perlu mengisi konten di dunia digital yang moderat, tidak berat sebelah. Melengkapi diri kita dengan keahlian sosial yang berdasarkan Pancasila dan keyakinan agama, berpartisipasi dalam menyebarkan informasi tentang kebudayaan sebagai nilai dan kearifan lokal, serta menghindari hal-hal yang membahayakan masyarakat dan Individu,” jelasnya. 
Menyambung diskusi, Khoironi Hadi mengatakan, moderasi dalam beragama merupakan nilai terpadu yang terdiri atas praktik dan kepercayaan, yang berhubungan dengan hal yang suci dan mempersatukan umat dalam suatu komunitas. Intinya adalah bagaimana menjaga lisan dan tangan kita, dalam hal ini ialah saat berada di media sosial atau ruang digital. 
“Moderasi agama sesuai nilai kemanusiaan itu suka damai, menganggap semua adalah saudara meskipun berbeda. Inklusif atau merangkul semua golongan dan saling berbaur, juga konstruktif atau bersifat membangun bukan menciptakan perpecahan,” jelas Khoiron. 
Etika berdigital, sebagaimana fatwa MUI menyebutkan, di dunia digital itu memperkokoh kerukunan mesti dilakukan baik intern umat beragama, antar-umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah. 
“Ciri-cirinya adalah dengan bersikap terbuka, membuka cakrawala yang seluas-luasnya dan bukan hanya dari satu sisi. Lalu rasional dalam memberikan pembelajaran, tawadhu’ atau saling menghargai, dan bermanfaat. Memberikan manfaat kebaikan kepada semua orang atau minimal untuk diri sendiri,” pungkasnya. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment