News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Sosial Media Senjata Makan Tuan?

Sosial Media Senjata Makan Tuan?




Semarang – Awalnya internet dipercaya dapat menyebarkan nilai-nilai demokrasi namun fakta yang terjadi kemudian adalah tercipta polarisasi politik yang dinilai mengakibatkan pembusukan demokrasi itu sendiri. Wajar apabila muncul pertanyaan, benarkah sosial media senjata makan tuan?

Rangkuman pendapat seorang ilmuwan politik Amerika Serikat (AS) Francis Fukuyama itu dibeberkan oleh Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Anang Masduki, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (4/10/2021).

Bahkan, digital platform dinilai berbahaya bagi demokrasi dan secara terang-terangan disampaikan saat ini apabila buka Youtube maka akan disuguhkan video oleh program AI (Artificial Intelligence).

“Tapi Anda tidak tahu bagaimana program tersebut membuat keputusan. Digital platform telah memperdalam polarisasi politik,” kata Anang mengutip pemikiran ilmuwan itu.

Begitu pula facebook, google dan twitter memiliki algoritma yang mengarahkan penggunanya pada konten-konten tertentu. Itu artinya kebebasan memilih informasi menjadi minim dan terkesan keberadaan sosial media dapat dijadikan alat politik.

Terlepas dari pemikiran pakar tersebut, pada webinar bertema Literasi ”Digital Sebagai Upaya Menangkal Konten Berita Bohong” kali ini, Anang memaparkan hoaks atau berita bohong sebenarnya tidak bisa lepas dari industri kapital.

Berdasarkan alur diagram yang dibuatnya, hoaks setidaknya melibatkan tiga unsur utama yaitu produsen, marketing dan konsumen. Produsen menikmati uang dari donatur.

Marketing pun menikmati uang dari produsen. Sedangkan konsumen meski tidak dibayar namun cenderung sukarela karena banyak faktor, misalnya atas dasar kepentingan dan kebencian pada institusi maupun tokoh tertentu.

Narasumber lainnya, Mathori Brilyan (Actor & Art Enthusiast), juga mempertanyakan kenapa masih ada berita bohong dalam jagad digital? Ada banyak aspek yang mempengaruhinya, antara lain peluang ekonomi dalam permainan data publik.

“Kemudahan akses Internet membuat semakin sulit menyaring informasi mengakibatkan lemahnya literasi, terutama pada kalangan anak dan orang tua,” kata dia.

Pegiat Komunitas Digital Pondok Kaliopak Yogyakarta ini menyampaikan, semua orang berpotensi bisa membuat berita bohong sekaligus menyebarkannya. Bisa juga terjadi potensi sebaliknya. “Kita semua dapat mencegah adanya berita bohong,” tandasnya.

Untuk menghadapi konten negatif berita bohong, dia menyarankan penerima informasi memberikan perspektif luas terhadap data informasi digital yang tersebar. Pengguna media sosial jangan terlalu terlena dengan akses kebebasan, tetap landasi dengan iman serta fokus pada niat dan tujuan.

“Ruang digital sebagai media bersilaturahmi, saling bertukar kabar. Bukan hanya ajang eksistensi dan saling menjatuhkan. Berikan waktu istirahat dalam berselancar menerima informasi pada ruang digital,” saran dia.

Terakhir, kepada peserta webinar dia memberikan catatan yang bisa dijadikan semacam panduan mengenai pentingnya literasi digital. Jangan sampai terjadi, pesan dia, terus berproduksi sampai lupa menjaga ketenangan hati dan emosi.

Lebih parah lagi, rajin berjejaring dunia virtual namun dengan lingkungan terdekat tak saling mengenal. Atau, banyak menimba ilmu akan tetapi tidak dibarengi memperbaiki akhlak perilaku.
“Makin banyak melihat tontonan, tapi tak dapat jadikan pedoman dan tuntunan. Senang berhadap dengan layar maya hingga malas bersujud pada Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata dia.

Dipandu moderator Dannys Citra, webinar juga menghadirkan narasumber Muchus Budi R (Kabiro detik.com Jateng-DIY), Saeroni (Head of Studies Center for Family and Social Welfare at UNU Yogyakarta), Ngesti Nugraha (Bupati Kabupaten Semarang) sebagai Keynote Speech, Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Decky Tri (Travel Blogger, Content Creator) sebagai Key Opinion Leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment