News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

PTM Dimulai, Kecakapan Literasi Digital Tetap Tak Bisa Ditanggalkan

PTM Dimulai, Kecakapan Literasi Digital Tetap Tak Bisa Ditanggalkan




Magelang – Pembelajaran tatap muka (PTM) mulai dilakukan kembali setelah hampir dua tahun pembelajaran dilakukan secara daring. Kendati demikian meningkatkan kecakapan literasi digital tetap harus dilakukan, sebab kondisi pandemi tidak bisa diprediksi dan bisa saja masih berkemungkinan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) lagi. Selain itu literasi digital merupakan kebutuhan di era revolusi 4.0 sehingga tidak mungkin untuk tidak bersahabat dengan teknologi dan internet. 

Hal tersebut dibahasa dalam webinar literasi digital yang dipandu oleh Nabila Nadjib  (tv presenter). Diskusi dengan tema “Transformasi Digital untuk Meningkatkan Kualitas Belajar Siswa di Masa PTM” diisi oleh empat narasumber: Rindang Senja Andarini (dosen Universitas Sriwijaya Palembang), Nanik Lestari (peneliti MAP UGM), Ety Syarifah (Kepala SMAN 1 Salaman), Uu Sanusi (ketua MKKS SMK Kabupaten Magelang). Serta Endy Agustian (Duta Pendidikan Indonesia) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber membahas tema diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital, safety, dan digital skills. 
Ketua MKKS SMK Kabupaten Magelang Uu Sanusi menjelaskan bahwa pembelajaran daring memiliki keuntungan dan kelemahannya masing-masing. Guru dan siswa dituntut untuk minimal cakap menggunakan dan mengoperasikan teknologi informasi dan komunikasi untuk melancarkan proses belajar mengajar. 
Selama PJJ hampir dua tahun ini, Uu Sanusi memberikan catatan bahwa pembelajaran daring menimbulkan kejenuhan pada siswa karena beban tugas yang diterima. Sedangkan materi pembelajran juga tidak terserap secara maksimal. Orang tua pun ikut didorong dapat mendampingi proses belajar anak, dan para guru juga dituntut untuk menguasai teknologi informasi. 
“Sekolah dan guru berusaha memberikan pembelajaran melalui platform berbasis e-learning serta menerapkan learning management system. Akan tetapi faktor infrastruktur digital tidak bisa mendukung proses belajar secara maksimal. Selain itu kemampuan dan kualitas SDM guru juga tidak semua optimal karena masih butuh adaptasi,” jelasnya. 
Ia menambahkan bagi siswa kejuruan, sistem PJJ penuh juga tidak akan maksimal karena tidak bisa menggantikan materi praktik. Ia menilai sistem blended learning berkemungkinan menjadi sistem pembelajaran masa depan. 
Narasumber Nanik Lestari (peneliti MAP UGM) menjelaskan kaitannya dengan keamanan digital itu ada dua hal yang mesti ditekankan, yaitu keamanan dari sisi perangkat digital serta keamanan mental penggunanya. Keamanan digital dimaknai sebagai proses memastikan penggunaan layanan digital baik secara luring maupun daring dapat dilakukan secara aman dan nyaman.
Jadi keamanan digital itu tidak hanya soal mengamankan data yang kita miliki tetapi juga melindungi data pribadi yang sifatnya rahasia. Oleh sebab itu setiap pengguna media digital tidak boleh abai dengan jejak digital yang akan dibuat. 
“Jejak digital bersifat permanen, maka harus bijak sebelum menuliskan komentar, mengunggah dan mendistribusikan. Harus berpikir ulang apakah yang akan disampaikan itu tidak akan membahayan privasi diri sendiri dan privasi orang lain. Penting membangun citra diri untuk meminimalisasi pemanfaatan data oleh pihak tak bertanggung jawab,” ujar Nanik Lestari. 
Terampil menjaga keamanan pribadi dengan menjaga privasi identitas digital dari pengaturan privasi di media sosial dan akun lainnya, selektif dan cermat dalam memanfaatkan aplikasi dan fitur digital. Proteksi data dan identitas dengan sandi secara rahasia dan diganti secara berkala. Rajin cek keamanan identitas digital dengan tidak mudah memberikan izin aplikasi mengakses kontak dan file lainnya. 
Di sisi lain, keamanan fisik dan mental dalam menghadapi transformasi digital adalah yang tak kalah penting. Orang tua memiliki andil dalam menjaga keseimbangan aktivitas digital anak dengan aktivitas di lingkungan sosialnya.
“Selain membuat jadwal pemakaian gawai yang seimbang, orang tua perlu menjadi pengontrol untuk memfilter akses digital anak. Bertatap dengan layar gawai terlalu lama dapat berakibat pada menurunnya kesehatan mata dan kesehatan fisik lainnya. Oleh sebab perlu diberikan jeda dengan melakukan interaksi sosial di antara aktivitas digital,” imbuhnya. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment