News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Pola Baru Suara Demokrasi di Ruang Digital

Pola Baru Suara Demokrasi di Ruang Digital






Sukoharjo – Kementerian Komunikasi dan Informatika RI kembali mengajak masyarakat Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, untuk mengikuti webinar literasi digital, yang kali ini mengangkat tema “Bangun Demokrasi di Media Digital”, Jumat (22/10/2021). Literasi digital tersebut meliputi digital skills, digital culture, digital safety, digital ethics yang sangat penting dipahami untuk menghadapi disrupsi teknologi hari ini. 

Penari tradisional Ayu Perwari memandu diskusi dengan menghadirkan empat narasumber: Erfan Ariyaputra (training and development expert), Tb Ai Munandar (dosen Universitas Serang Raya Banten), Yulianto Sudrajat (Ketua KPU Jateng), A. Zulchaidir Ashary (digital marketer). Serta Fahri Azmi (artis dan pengusaha) yang hadir sebagai key opinion leader. 
Erfan Ariyaputra memantik diskusi terkait keamanan dalam bermedia digital khususnya dalam hal demokrasi di ruang digital. Lingkungan digital memiliki peran sangat krusial dalam kehidupan saat ini, karena pengaruh buruk dan positif dari lingkungan digital sifatnya menerabas ruang dan waktu. 
Karakter ruang digital yang bebas membuat siapapun bisa membuat dan membagikan informasi. Jika diproyeksikan kalau yang disebar adalah konten negatif kemudian dibagikan ke berbagai platform digital, efek yang terjadi akan sangat masif karena yang melihat tidak hanya satu atau dua orang saja. Oleh sebab itu sebagai warga digital, dalam rangka berdemokrasi, harus waspada dengan informasi yang akan disampaikan agar tidak membuka celah keamanan dan kejahatan. 
Internet bagai satu ruang yang memiliki wajah positif sekaligus negatif. Tidak semua yang aktif di dunia digital itu punya tujuan baik, dan tidak sedikit yang memanfaatkan dunia digital untuk kepentingan tertentu yang menguntungkan diri sendiri tapi merugikan pihak lain. Misalnya produksi dan distribusi informasi hoaks, penyebaran pesan penipuan yang mengandung phising, scam, dan jenis kejahatan lainnya. 
“Makanya kita kemudian harus paham keamanan digital baik secara teknis, yaitu upaya pengamanan dari serangan malware, phising, virus, dan hacking. Juga keamanan informasi, atau bagaimana kemampuan kita mengidentifikasi informasi yang mengandung konten-konten negatif seperti perundungan siber, ujaran kebencian, hoaks, pornografi. Informasi di ruang digital tidak semuanya bisa dikonsumsi tetapi harus disaring, membatasi mana yang boleh dan mana yang tidak seharusnya dikonsumsi,” jelas Erfan Ariyaputra kepada seratusan peserta webinar. 
Sikap pengguna sebelum memutuskan untuk mengunggah informasi adalah menimbang validitas fakta dan datanya, manfaat dan mudaratnya, dan penting atau tidaknya informasi itu jika dikonsumsi publik. Juga menyaring informasi sebelum membagikan lagi ke ruang digital, dengan cek dan ricek sumber informasi. 
“Ada jejak digital atau digital footprint dari segala yang dibagikan di internet. Jadi tidak asal ada informasi terus dibagikan, tidak asal berkomentar tanpa tahu teks dan konteksnya. Hal ini juga menjadi tugas orang tua dan guru untuk mengarahkan anak dalam memilih dan memilah informasi. Mari kita menjaga dunia digital dengan demokrasi yang isinya positif,” ajaknya. 
Yulianto Sudrajat (Ketua KPU Jateng) menambahkan bahwa ruang demokrasi di media digital cukup ricuh dengan berbagai hoaks, ujaran kebencian, dan konten yang sifatnya menjatuhkan. Khususnya menjelang masa pemilu pada tahun 2019 lalu. Media sosial memang menjadi sarana untuk mempengaruhi masyarakat dengan cepat karena didasarkan aspek sosialnya. 
Pola komunikasi yang disampaikan melalui media sosial, media online, dan website mestinya ditinjau dari sumber atau pembuat informasinya, keragaman informasi yang disampaikan, kesinambungan konten dengan latar belakang sumber, dan mencermati media berupa foto, video, dan audio. Upaya tersebut sebagai mitigasi agar terhindar dari informasi tidak benar atau hoaks. 
“Mengunggah dan menyebar informasi di ruang digital juga ada etika yang harus dipatuhi. Disampaikan dengan baik dan menggunakan bahasa yang benar sebagaimana ketika mengirim surat, harus jelas maksud dan tujuannya. Tidak ada unsur SARA, penipuan, muatan negatif,” jelas  Yulianto Sudrajat. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment