News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Meski di Rumah, Guru dan Ortu Mesti Ciptakan Ruang Belajar yang Kreatif

Meski di Rumah, Guru dan Ortu Mesti Ciptakan Ruang Belajar yang Kreatif




Magelang: Meskipun dipaksa oleh pandemi, migrasi sistem belajar siswa di Indonesia dari kelas konvensional ke kelas online dan menjadikan rumah sebagai ruang kelas digital mandiri, tetap harus dijalani. Banyak komplikasi masalah masih terus terjadi. Dari soal jaringan internet dan belum semua siswa punya smartphone yang bisa akses link yang disyaratkan dalam proses belajar, hingga kompetensi dan kualitas guru yang belum semua mampu membuat konten ajar menarik di kelas online. Itu semua yang membuat suasana belajar daring dari rumah belum maksimal.

Praktisi pendidikan Anggraini Hermana menuturkan, sejak dulu, kebanyakan materi pelajaran disampaikan dengan cara bercerita. Dan, kemampuan guru bercerita dalam kelas konvensional jauh lebih baik daripada kini dipaksa membuat konten cerita dengan dukungan gambar dan video. 

Buat guru yang sudah jago main aplikasi foto dan video, ini menjadi tantangan menarik dan menantang untuk bisa membuat konten belajar dengan bahasa baru yang mengasyikkan di kelas online. Tentu makin seru. ”Tapi bagi guru senior yang gaptek, dan ini cukup banyak, tentu membuat stres tersendiri. Namun, show must go on. Guru senior mesti dibantu guru yang muda. Bersinergi, berkolaborasi membuat konten agar ruang kelas digital makin menarik diikuti siswa dari rumah,” urai Anggraini, saat berbicara dalam webinar literasi digital Indonesia Makin Cakap Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo untuk warga Kabupaten Magelang, 11 Oktober 2021.

Anggraini tak sendiri mengupas isu menarik ”Literasi Digital, Menjaga Kualitas Belajar dari Rumah” yang diikuti ratusan siswa secara daring dari seputar Kabupaten Magelang. Dipandu oleh moderator Harry Perdana dan ditemani key opinion leader Gloria Vincentia, tampil pula tiga pembicara lain: Suwoko, pemred betanews.id Kudus; Semedi, penggiat pendidikan; dan Dr. Frida Kusumastuti, dosen Universitas Muhamadiyah Malang yang juga anggota Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital) Malang.

Hal lain yang juga penting diajarkan pada siswa saat belajar di ruang digital adalah jujur dan tanggung jawab. Menurut Frida Kusumastuti, pada era digital materi dan informasi belajar itu berlimpah dan tanpa batas. Namun, semua tetap ada etika dan tatakrama dalam mengarunginya. 

Etika penting dalam proses belajar di era digital adalah menghormati hak cipta, karya tulis dan temuan orang lain. Jangan mudah mengaku karya orang dalam karya tulis kita di kelas digital. Itu plagiat yang dilarang. Kalau memang harus mengambil bahan materi orang, mestilah menyebut sumber asal tulisan atau materi agar tak memunculkan tuntutan hukum kalau sang penemu atau penciptanya menuntut. 

”Siswa mesti dilatih jujur dan bertanggung jawab sejak dini, agar kelak menjadi pribadi yang sportif dan mau bertanggung jawab saat berbuat salah, di dunia nyata maupun digital. Karena, jejak kita di dunia digital akan sangat menentukan baik buruknya nama kita dan menentukan sukses karier kita. Jadi, jangan sembrono soal hak cipta di ruang digital,” pesan Frida Kusumastuti, mewanti-wanti.

Untuk merangsang kreativitas siswa dari rumah, Suwoko ikut menimpali, guru juga mesti inovatif dalam membuat tugas agar menantang siswa untuk meningkatkan daya kreativitasnya. Buat dengan konten Youtube atau Tiktok, tugas yang bertutur tentang suatu ilmu yang rumit menjadi lucu dan menarik. Membuat anak tak berpikir rumitnya soal materi, tapi tertarik mengupas topiknya karena kecakapan guru saat menyampaikan sangat dibutuhkan. 

”Jadikan suasana belajar yang bernuansa menghibur dan sesekali diiisi canda akan membuat suasana belajar di rumah mengasyikkan, tapi tak melepaskan pertumbuhan penguasaan materi pelajaran yang lebih berkualitas. Butuh kerja kolaboratif yang mesti melibatkan peran orangtua, guru dan siswa. Biar suasana belajar di rumah tidak terasa garing lagi,” saran Suwoko, jurnalis yang dua kali meraih juara liputan terbaik versi AJI Yogyakarta dan AJI Jakarta tahun 2012 dan 2014. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment