News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Merdeka Belajar Terkendala Minimnya Fasilitas

Merdeka Belajar Terkendala Minimnya Fasilitas




Bantul – Konsep besar Merdeka Belajar sebagai langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya sumber daya manusia (SDM) unggul Indonesia yang memiliki profil pelajar Pancasila, hingga saat ini masih terkendala sejumlah masalah.

Selain minim fasilitas, tantangan yang harus dihadapi adalah keluar dari zona nyaman sistem pembelajaran, kalangan pendidik belum memiliki pengalaman program Merdeka Belajar, keterbatasan referensi serta keterampilan mengajar pendidik harus upgrade.

Hal itu diakui Rindang Senja Andarini, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unsri Palembang, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Bantul, DIY, Kamis (28/10/2021).

“Konsep Merdeka Belajar bisa dilakukan dalam beragam waktu dan tempat, adanya pilihan bebas, personalized learning, berbasis proyek, pengalaman lapangan serta interpretasi data,” ujar Rindang, sebagaimana yang disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.

Namun demikian, menurut Rindang, Merdeka Belajar  juga memberikan peluang peserta didik mampu mengembangkan minat dan bakat di sekolah. Selain itu, juga mendorong kemampuan berpikir kritis, mengatasi masalah dan kreativitas.

Untuk mendukung Merdeka Belajar, kata dia, salah satu kuncinya adalah digital skills. Pendidik harus memiliki kecakapan soft skill maupun hard skill, kreatif merancang konsep belajar dan mengoptimalkan ruang digital.
Bagaimana? Secara teknis dia mencontohkan penggunaan modul pembelajaran atau LMS di antaranya Google Classroom. Dengan modul tersebut tercipta ruang diskusi digital. Untuk mendorong rasa ingin tahu dan kemampuan analisis serta berpikir kritis, guru bisa memberikan penugasan.

Bisa juga menggunakan game atau kuis online yang edukatif dan menarik kecakapan soft skill maupun hard skill. Artinya, pendidik tidak boleh berhenti untuk kreatif merancang konsep belajar dan mengoptimalkan ruang digital.

“Unggah materi, buka sesi diskusi melalui kolom chat dan berikan kuis atau penugasan untuk evaluasi ketercapaian tujuan pembelajaran,” kata dia.

Penggunaan Google Classroom untuk membuat kelas virtual, lanjut dia, bisa dikreasikan dengan video pembelajaran. Pembuatan video pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan kemampuan guru terkait dengan energi, waktu dan biaya. Yang penting adalah materi dan tujuan pembelajaran tersampaikan.

“Gunakan aplikasi yang paling mudah dijangkau seperti Microsoft Powerpoint, Canva atau Adobe Premiere, After Effect,” terangnya. Perlu diingat, pendidik adalah fasilitator bukan instruktor, sekaligus menjadi pendengar yang baik dan penuh empati.

Pada webinar bertema ”Pendidikan Online sebagai Upaya Mendukung Merdeka Belajar” kali ini, narasumber lainnya, Hartanto selaku Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Respati Yogyakarta, menyatakan saat ini dan ke depan pembelajaran akan semakin intens dan menjadi mainstream.

”Ini karena kita sudah berada di era digital dan big data. Semua aktivitas akan banyak berhubungan dengan teknologi dan internet termasuk proses pembelajaran,” ungkapnya.

Guru perlu menyiapkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar mampu menggunakan dan mengelola pembelajaran online dan sumber lainnya di internet dengan efektif dan efisien.

Dipandu moderator Fikri Hadil, webinar juga menghadirkan narasumber Novi Widyaningrum (Researcher, Center for Population and Policy Studies UGM), Anggraini Hermana (Praktisi Pendidikan), Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) dan Indra Wibowo (Duta Wisata Indonesia 2017, Owner @mydearscarf) sebagai Key Opinion Leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment