News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Membangun Karakter Berbudaya di Ruang Digital

Membangun Karakter Berbudaya di Ruang Digital





Sragen – Di era revolusi 4.0 penggunaan teknologi merupakan keharusan jika tidak mau tertinggal, karena kemajuan teknologi mendorong pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan serba cepat dan mudah. Termasuk ketika teknologi menjadi sarana dalam pelaksanaan pembelajaran secara virtual. Namun demikian budaya digital tetap harus memegang nilai-nilai yang ada sebelumnya. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Kamis (28/10/2021).

Rara Tanjung (entertainer) memandu diskusi dengan menghadirkan empat narasumber: Muawwin (Penulis), Frans Djalong (Dosen UGM), Untoro (Guru PAI), Amin Nurbaedi (Pengawas PAI). Serta Adinda Deffy (Tv Presenter) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan tema diskusi dari perspektif empat pilar literasi digital, digital culture, digital ethics, digital skill, digital safety. 
Guru pendidikan agama Islam Untoro pada kesempatan ini menjelaskan bahwa dalam berselancar di ruang digital itu memerlukan etika dan etiket. Etiket atau tata krama di ruang digital lebih dikenal dengan network etiquette atau netiket, yaitu nilai yang dipegang agar tidak salah langkah dalam menjaga sikap dan berperilaku dalam bermasyarakat. 
Pola berkomunikasi itu dapat berlangsung one to one atau interaksi antar individu, atau one to many yang terjadi antar individu dengan kelompok. Urgensi netiket dalam berkomunikasi mengingat bahwa pengguna ruang digital diisi oleh orang dari berbagai latar belakang budaya, sehingga harus bisa mematuhi aturan standar online. Selain itu kebebasan yang diberikan oleh media digital memungkinkan pengguna untuk bertindak etis dan tidak etis. 
“Selain berperilaku, netiket juga diperlukan dalam kegiatan mengakses informasi. Dibutuhkan kompetensi menyeleksi dan menganalisis informasi saat berkomunikasi di platform digital. Mengingat keberadaan orang lain sehingga komunikasi dan informasi perlu disampaikan dengan cara yang baik dan sopan. Tidak menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, konten ilegal, pencemaran nama baik, dan konten negatif,” jelas Untoro. 
Inti dari etika dan netiket adalah menjaga hubungan antar individu tetap baik. Oleh sebab itu termasuk menjaga etika ketika dapat berkomentar dengan baik, menghormati privasi orang lain. Netiket juga sebagai upaya membentengi  diri dari tindakan negatif dengan merawat jejak digital
“Etika di media sosial harus sopan dalam berkomentar, tidak menyebar tangkapan layar percakapan privat ke ruang publik, tidak menyinggung SARA, dan cermat serta bijak ketika menggunakan emoji dan stiker. Ketika berkomunikasi melalui e-mail, bahasa yang digunakan harus yang benar dan sopan, menggunakan huruf kapital sebagaimana penggunaannya, menuliskan subjek email, dan selalu mengawali dan mengakhiri pesan dengan salam,” urai Untoro. 
Amin Nurbaedi menambahkan bahwa dalam budaya digital yang berlangsung saat ini aspek kehidupan masyarakat tidak terlepas dari penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi komunikasi. Kondisi ini menggeser pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku masyarakat dalam akses dan distribusi informasi. 
Budaya digital juga melahirkan generasi digital yang aktualisasi diri banyak dilakukan di ruang digital melalui berbagai platform media sosial. Hampir selalu bergantung pada pemanfaatan TIK untuk menyelesaikan permasalahan, belajar, dan mencari berbagai informasi. Generasi digital cenderung blak-blakan dan suka mengekspresikan diri. 
“Kondisi tersebut yang membuat kita sebagai warga digital Indoensia untuk tidak kehilangan karakter ketika berada di ruang digital. Kita punya tanggung jawab untuk menjaga karakter Pancasila dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap aktivitas digital,” ujar Amin Nurbaedi.
Ia mengutip Margaret Thatcher bahwa dalam membangun karakter budaya yang baik maka harus memerhatikan apa yang dipikirkan karena akan menjadi ucapan. Harus memperhatikan apa yang diucapkan karena akan menjadi perbuatan, perbuatan-perbuatan itu bisa menjadi kebiasaan. Ketika sudah menjadi kebiasaan itu akan menjadi karakter yang melekat pada diri. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment