News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Maksimalkan Kolaborasi Bisnis Digital di Masa Internet of Thing

Maksimalkan Kolaborasi Bisnis Digital di Masa Internet of Thing



Temanggung: Internet of Thing. Kini segalanya tergantung pada peran dan fungsi internet. Dunia tersambung dengan koneksi internet yang dibuat serba cepat, murah, dan berlangsung seketika. Real time. Tak terkecuali dunia  wirausaha, dipaksa dengan hadirnya pandemi Covid-19 untuk bermigrasi ke layanan yang serba digital.

Kini, digitalisasi di dunia wirausaha ternyata melahirkan ekosistem wirausaha yang saling terkoneksi. Bukan hanya saling bergantung, tapi malah melengkapi, mulai dari produsen hingga proses penyedia modal. Pemasaran semua terkoneksi dalam jaringan digital. Tinggal bagaimana pelaku usaha kreatif menggerakkan ekosistem yang dimotori peran pemerintah yang ingin menggerakkan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), yang ternyata malah berhasil menyerap 97% lapangan kerja dan menjadi 56% sumber PDB (Penghasilan Domestik Bruto). 

”Sayangnya baru belasan persen UMKM yang mau dan bisa meng-go digital-kan penjualan produknya lewat e-market. Menteri Perdagangan sampai gemes dengan fakta up to date di dunia e-market nasional. Meski pasar e-market kita 2021 diproyeksi beromzet Rp 500 triliun, tapi baru 10%-nan yang dipasok produk lokal. Selebihnya masih barang impor. Ini tantangan kerja kolaboratif yang mesti kita kuasai dan gerakkan dalam waktu dekat,” urai Tomy Widyatno, pelaku pekerja dan pekerja seni digital saat berbicara dalam webinar literasi digital bertema, ”Menciptakan Ekosistem Kewirausahan Digital”, yang digelar Kementerian Kominfo untuk warga Kabupaten Temanggung, 7 Juli 2021.

Dipandu moderator Zacky Ahmad, hadir pula tiga pembicara lain yakni Maesaroh (dosen D3 Manajemen Fak Ekonomi Universitas Islam/UII Yogyakarta), I Wayan Meryawan (dosen Fak Ekonomi Bisnis Universitas I Gusti Ngurah Rai Bali), Traheka Erdyas Bimanatya (dosen FEB UGM), serta Nessa Selviyana, arsitek yang tampil sebagai key opinion leader.

Memang, di masa pandemi, meski ekosistemnya sudah cukup kondusif dengan potensi 73% netizen, yang terhubung koneksi internet 202 juta dari 274,6 juta populasi, merupakan pasar yang besar bagi bertumbuhnya pasar e-commerce nasional. Tapi, dalam catatan I Wayan Meryawan, mengutip riset AC Nielsen Study 2021, pertumbuhan entrepreneur digital di masa pandemi masih belum sesuai harapan. 

Dibanding beberapa negara seperti Ameika (19%), Eropa rerata (15%), Thailand (7%) dan terdekat Singapura tumbuh start up digital 8% selama pandemi, tapi Indonesia baru di angka 3,4%. Itu butuh dipacu lebih banyak dengan provakator dan eksekutor kalangan milenia, yang mesti tampil sebagai trendsetter. 

”Merintis start up di beragam lini bisnis digital bukan hanya merintis buat usaha sendiri. Buat milenia yang maju, juga perlu mengajari menularkan suksesnya pada kaum usahawan yang senior, usia yang mungkin terkendala oleh faktor kegaptekan. Kolaborasi lintas generasi mesti jadi pemecah solusi untuk mendongkrak direbutnya dan bangkit berkembangnya bisnis digital di era Internet of Thing,” urai I Wayan Weryawan, optimistis.

Memang, timpal Traheka Erdyas Bimanatya, pembicara lain, kolaborasi lintas generasi juga menjadi penyemangat dan penggerak UMKM dalam pasar konvensional yang selama 19 bulan pandemi terjun bebas omzetnya. Ini juga butuh didongkrak marketnya dengan pasar digital yang juga perlu dibidik secara digital. 

”Selama pandemi, ditambah kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), aktivitas belanja dengan mobilitas pasar tinggal 16,5%, membuat dampak yang serius: 4 dari 10 perusahaan mesti menghentikan usahanya dan berdampak PHK pada 2,8 juta pekerja. Ini hanya bisa ditolong dengan meng-go digital-kan produk usahanya di pasar digital agar survive,” papar Traheka.

Zaman sudah berubah. Selera pasar dan produk yang dimau juga berubah. Tak ada tempat lagi bagi para pebisnis untuk bertahan dengan bisnis lama yang konvensional. Tidak dilarang kalau mereka mengikuti jejak pelaku digital yang sukses. Tapi, biar pasarnya beda, Nessa Selvyana menyarankan untuk kreatif dengan mengintip ceruk pasar di pasar digital. 

Intip dengan Google Search, produk apa yang sedang tren. Lalu tiru, amati dan modifikasi, biar kita punya diferensiasi sehingga pantas tampil baru dengan harga beda, dengan bantuan promosi digital yang dilengkapi konten video dan narasi yang ciamik. 

”Kita bisa jadi new bee, pendatang baru yang siap bersaing sehat di pasar digital. Mau migrasi atau bakal mati. Kejam, tapi memang hanya itu opsinya,” pungkas Nessa, si key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment