News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Literasi Positif Mengasah pisau Digital Agar Tepat Sasaran dan Multiguna

Literasi Positif Mengasah pisau Digital Agar Tepat Sasaran dan Multiguna






Kudus – Boleh jadi sudah jadi suratan, setiap kemajuan teknologi selalu punya dampak bagai pisau bermata dua. Kalau tepat digunakan sesuai fungsinya, akan bermanfaat dan membantu meringankan kerja kita. Tapi kalau salah sasaran, malah bisa merugikan kita. Nah, dalam konteks teknologi digital yang dirancang fungsinya untuk mempercepat, memudahkan, dan  meringankan aktivitas manusia, kalau salah penggunaanya justru bisa merusak niat dibuatnya teknologi digital.

Di sinilah perlunya kecakapan digital. Agar kita bukan hanya punya skill digital, bukan sekadar mengoperasikan, tapi juga mengolah dan menggunakan nalar dan daya kritis. ”Dengan begitu, penggunaan digital bisa mempengaruhi cara pikir masyarakat agar sesuai budaya dan jatidiri bangsa yang positif serta membangun kesadaran yang mengedepankan rasa toleran dan menjunjung budi pekerti luhur bangsa kita,” tutur Dr. Nyoman Diah Utari Dewi, dosen MPA di Universitas I Gusti Ngurah Rai Bali, saat berbicara dalam webinar literasi digital: Indonesia Makin Cakap Digital, yang digelar Kementerian Kominfo untuk warga Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, 28 September 2021.

Nah, kalau nilai-nilai positif Pancasila sebagai pedoman dalam berinteraksi di dunia maya bisa kita pegang kokoh, lanjut Nyoman Diah, maka kasus perundungan yang tempo hari dialami artis cilik oleh pengasuhnya sendiri tak akan terjadi. ”Karena, itu menunjukkan kalau si pelaku tak memahami perbedaan kebebasan berekspresi dengan pelanggaran privasi publik di dunia maya,” ujarnya.

Hal itu merupakan dua hal yang berbeda dan diatur jelas secara hukum. Bebas di dunia maya, tetap bebas yang bertanggung jawab. UU ITE No 19 tahun 2016 sudah mengatur, kalau ujaran kebencian menggunakan sarana eletronik, yang menyebabkan hilangnya privasi dan ketenangan hidup, bisa dijerat dengan pasal ujaran kebencian dengan tudingan cybercrime atau perundungan, dengan ancaman penjara dan denda yang tak main-main.

”Ini perlu diperhatikan oleh pelaku perundungan, agar tidak sembarang melakukan perundungan di dunia digital, apalagi terhadap anak di bawah umur. Sungguh tak bisa ditoleransi, baik dalam etika dunia maya maupun di dunia nyata,” jelas Nyoman Diah.

So? Masih kata Nyoman Diah, mari berbarengan dengan upaya meningkatkan kecakapan digital, kita asah pisau teknologi digital agar tepat manfaat, dan bisa berperan fungsinya, bahkan multiguna. ”Menangkal perundungan, tapi sekaligus menjadi bahan berburu literasi positif, bahkan menangkap peluang usaha yang bisa jadi peluang bisnis multirezeki buat keluarga dan masyarakat kita,” terang Nyoman.

Nyoman tak sendiri mengupas materi diskusi yang bertema, ”Membangun Budaya Literasi yang Positif dalam Dunia Pendidikan”. Diikuti ratusan peserta secara daring dari seantero Kudus, Nyoman dipandu oleh moderator Dimas Satria bersama pembicara lain: Edy Supratno (dosen STBI Syeh Jangkung Pati), Tubagus Ai Munandar (Dekan FTI Universitas Serang Raya, IAPA Banten), Erfan Aryaputra (Trainer Development Expert), serta Adinda Daffy presenter yang tampil sebagai key opinion leader.

Dalam dunia pendidikan, kecakapan digital jelas amat diperlukan. Sejak hadirnya ujian pandemi yang memaksa semua sekolah bermigrasi dari kelas konvensional ke kelas online, segalanya jadi berubah. Meski terpaksa, kata Tb Ai Munandar, mau tidak mau kecakapan digital mesti jadi tuntutan transformasi. Baik guru maupun siswa harus mau belajar bersama dengan target berbeda.

Bahkan, peran orangtua untuk turut mengawasi juga butuh belajar kecakapan digital yang positif. Sebab, sukses studi siswa mesti butuh kolaborasi peran segitiga emas itu. ”Bukan hanya guru dan siswa tapi kepedulian dan perhatian serta keterlibatan orangtua juga mengantar hasil akhir belajar. Kuncinya: jaga empati, tanggung jawab, dan saling hormat terhadap peran masing-masing,” kata Tb Ai Munandar.

Sementara, Adinda Daffy menambahkan, orangtua juga bukan hanya peduli dengan selalu mengatur jadwal belajar yang kini beralih ke rumah. Tapi juga mesti terlibat mengawasi dan menjadi teman diskusi yang simpatik dalam menentukan konten dan materi yang dipesan guru secara daring. ”Karena, pengawasan tidak hanya bisa dilakukan guru, tapi peran orangtua juga sangat menentukan keseriusan anak dalam belajar. Teknologi hanya sarana yang membantu,” ujar Adinda Daffy.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment