News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Bijaklah Bertutur dan Pahami yang Ingin Dikomentari

Bijaklah Bertutur dan Pahami yang Ingin Dikomentari




Batang – Isu indeks kesopanan digital (Digital Civility Index/DCI) selalu menarik dibicarakan. Isu tersebut bermula dari rilis hasil survei yang dilakukan Microsoft yang menyatakan Indonesia menjadi negara dengan indeks kesopanan digital (DCI) paling buruk se-Asia Pasifik pada 2020. Skor DCI Indonesia tercatat sebesar 76 poin pada 2020, naik 8 poin dari tahun sebelumnya. 

”Memburuknya skor DCI Indonesia paling banyak didorong orang dewasa sebesar 83 persen atau naik 16 poin pada tahun lalu. Sementara, kontribusi remaja terhadap skor DCI Indonesia mencapai 68 persen atau tak berubah sejak 2019,” kata Antovany Reza Pahlevi saat menjadi pembicara webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu, 4 Agustus 2021.

Dalam webinar yang mengangkat tema ”Bijak Berkomentar di Ruang Digital” itu, Reza Pahlevi menyatakan, risiko kesopanan digital di Indonesia paling besar dipengaruhi oleh hoaks dan penipuan yang naik 13 poin menjadi 47 persen. Risiko ujaran kebencian naik lima poin menjadi 27 persen. Sedangkan, risiko diskriminasi turun dua poin menjadi 13 persen.

Namun, lanjut Reza Pahlevi, sesungguhnya aktivitas online netizen Indonesia cukup berimbang antara sentimen positif, netral, dan negatif.
Isu perundungan dan gangguan terhadap privasi melalui kontak dari nomor asing atau pihak anonim menjadi isu negatif yang menjadi perhatian utama netizen Indonesia.

”Adapun perilaku positif di ruang digital yang diinginkan sepanjang 2020 oleh netizen Indonesia meliputi: norma kesopanan, saling menghormati, ujaran kebaikan, rasa empati, dan kebebasan berpendapat,” sebut Reza Pahlevi.

Menurut Reza Pahlevi, pihak-pihak yang diharapkan dapat menaikkan Indeks kesopanan digital meliputi: Perusahaan Sosial Media, Media Masa,  Pemerintah, Institusi Pendidikan, dan Institusi Keagamaan. ”Indonesia terancam oleh risiko penyebaran kebencian, hoaks, penipuan daring, dan isu perpecahan yang cukup berpengaruh terhadap indeks kesopanan digital warga negaranya,” tegasnya.

Berikutnya, wartawan senior Teguh Setiawan menyorot persoalan etika berbahasa dalam bertutur (komunikasi) di dunia maya. Etika berhasa menurutnya merupakan suatu kaidah normatif penggunaan bahasa yang menjadi pedoman umum yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa bahwa cara yang demikian itu diakui sebagai bahasa yang sopan, hormat, dan sesuai dengan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Teguh Setiawan menyatakan, etika berhasa harusnya menjadi pedoman saat bertutur di kolom komentar. Fungsi kolom komentar meliputi: menampung kritik dan saran, memberi kesan positif, berinteraksi dan berdiskusi dengan banyak orang baru, membancing pembaca, maupun menjaring informasi baru.

”Apapun yang ingin disampaikan dalam komentar, bijaklah bertutur di ruang digital. Caranya, pahami yang ingin dikomentari, berpikir sebelum komentar, beri apresiasi, jadilah diri sendiri, kelola diksi dan emosi,” urai Teguh Setiawan.

Dipadu moderator entertainer Harry Perdana, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Rizqika Alya Anwar (Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia), Muhammad Mustafid (Ketua LPPM UNU Yogyakarta), dan musisi Ronald Silitonga selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment