News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Bebas Berekspresi Tak Berarti Tanpa Batasan

Bebas Berekspresi Tak Berarti Tanpa Batasan




Pati - Perkembangan transformasi teknologi yang pesat mendukung kebebasan berekspresi tidak terbatas di dunia nyata saja, tetapi juga merambah ke platform dimana semua masyarakat bisa melakukannya. Kebebasan berekspresi di ranah digital menjadi tema dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi RI untuk masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Jumat (23/7/2021). 

Diskusi virtual ini merupakan bagian dari program nasional literasi digital yang telah dimulai sejak Mei 2021 sebagai upaya percepatan transformasi digital mencapai masyarakat yang cakap digital. Literasi digital sendiri mencakup digital culture, digital skill, digital safety, dan digital ethics. 

Pada webinar ini, entertainer Dannys Citra tampil sebagai pemandu acara dengan menghadirkan narasumber handal. Diantaranya Abdul Rohim (redaktur Langgar.co), Nuralita Armelia (Kaizen Room), Ahmad Muhlisin (Redaktur Betanews.id), Arif Hidayat (dosen Universitas Negeri Semarang). Juga hadir musisi Mona Larisa sebagai key opinion leader dalam diskusi siang ini. 

Arif Hidayat mengatakan kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan tindakan mencari, menerima, menyampaikan, dan mengembangkan informasi untuk pengembangan pribadi. Namun dalam prosesnya kebebasan berekspresi dapat mengancam ketertiban umum karena adanya informasi palsu dan informasi yang salah yang mengganggu unsur dalam berekspresi. 

"Bagaimanapun kebebasan berekspresi itu ada batasannya. Tidak boleh melanggar hak orang lain dan tidak boleh membahayakan kepentingan publik dan masyarakat. Artinya dalam berpendapat dan berekspresi itu bisa diciptakan dengan bebas tetapi aman," jelas Arif kepada ratusan peserta diskusi. 

Dalam konteks bermedia digital, pengguna harus mampu menempatkan diri dengan menempatkan etika dan norma di dalamnya. Hal itu untuk mencapai etos, etis, dan ethes dalam berekspresi dan berpendapat. Yaitu dengan memahami, beradaptasi, mengerti dan berhati-hati. 

"Beretika dalam mengutarakan pendapat itu harus mengenali diri, tahu kelebihan dan kekurangan diri sehingga menjadi tahu diri dan mawas diri serta mempunyai harga diri dan membentuk jati diri. Lima hal tersebut sekaligus menjadi tolak ukur ketika akan berekspresi di dunia maya," imbuhnya. 

Selain etis dalam berpendapat di media sosial, Nuralita Armelia menambahkan bahwa berekspresi di dunia digital juga harus memperhatikan keamanan digitalnya. Ia berpendapat mudahnya cara dalam menyampaikan ekspresi kini sudah lewat batas. 

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penyebaran hoaks yang dapat berujung pada hal-hal yang merugikan. Berdasarkan data pada tahun 2020 penyebaran berita bohong cukup banyak, hal ini tentu memerlukan kehati-hatian pengguna ketika ia ingin menyuarakan pendapatnya dari informasi yang diterima. Salah-salah, karena tidak jeli bahwa informasi itu palsu kita justru terlibat dalam penyebarannya. 

 "Apalagi karakter digital society itu tidak menyukai aturan yang mengikat, suka mengekspresikan diri, tidak ragu download atau upload di medsos, serta suka berinteraksi. Karakteristik tersebut yang seharusnya membuat pengguna menumbuhkan kehati-hatian dalam berekspresi agar tidak mengancam keamanan digital saat berekspresi di dunia maya," jelas Nuralita. 

Hal tersebut bisa diminimalisir dengan meningkatkan keamanan dalam berinternet. Yaitu dengan berpikir kritis, mengidentifikasi, mengobservasi dan mengevaluasi aksi yang akan kita tempuh. Cerdas menyeleksi konten dan bersama-sama mengkampanyekan literasi digital," pungkasnya. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment