News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Bahasa Sebagai Ciri Khas dan Etika Bermedia Digital

Bahasa Sebagai Ciri Khas dan Etika Bermedia Digital

 


Sleman - Berbahasa di ruang digital memang jauh lebih santai jika dibandingkan ketika berkomunikasi di dunia nyata, tapi dimanapun komunikasi itu terjadi etika tidak boleh lepas karena itu yang menjadi tanda bahwa manusia adalah makhluk yang berbudaya. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang digelar oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (21/10/2021) dengan tema "Bahasa yang Benar dan Beretika di Ruang Digital". 


Content creator Mafin Rizqi memandu acara dengan menghadirkan empat narasumber: Daru Wibowo (marketing consultant), Yusuf Mars (content creator Padasuka Tv), Aminah Swarnawati (Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta), Madha Soentoro (Etnomusikolog dan pegiat seni tradisi). Serta Ananda Octovera (beauty enthusiast). Masing-masing narasumber menyampaikan tema diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital: digital ethics, digital culture, digital skills, digital safety.


Narasumber Aminah Swarnawati perubahan teknologi dari analog ke digital membuat masyarakat generasi lama untuk melakukan adaptasi. Disrupsi telah merubah gaya lama menjadi gaya baru yang lebih mudah, maka dari itu butuh literasi digital untuk cakap menggunakan teknologi informasi dan komunikasi baik secara teknis dan kognitifnya. 


Kerangka literasi digital meliputi proteksi diri dari ancaman kejahatan digital, tidak melanggar hak berekspresi dan kekayaan intelektual. Juga pemberdayaan jurnalisme warga, kewirausahaan, dan etika informasi. 


Lebih jauh, interaksi dan komunikasi di ruang digital hendaknya memperhatikan penggunaan bahasa sesuai nilai dan moral yang berlaku di masyarakat. Dalam hal ini ragam bahasa dibagi dalam penggunaan secara formal dan nonformal. Di ruang digital, pemakaian bahasa nonformal tidak menjadi masalah asal sesuai nilai dan norma yang berlaku. 


"Dengan berbahasa yang baik dan benar maka itu bisa menunjukkan etika. Dan di ruang digital etika berbahasa itu berarti tidak menyebarkan hoaks, radikalisme, pornografi, penipuan, SARA, perundungan, ujaran kebencian, dan interaksi maupun komunikasi negatif lainnya," ujar Aminah kepada 300-an peserta webinar. 


Etika di ruang digital pada dasarnya sama dengan etika di dunia nyata. Di dalamnya sama-sama ada nilai sopan santun, dan norma yang harus diperhatikan agar tidak menyakiti orang lain. Tata krama di internet itu lebih dikenal dengan sebutan netiket, yaitu kesadaran bahwa di ruang digital kita tidak benar-benar bebas karena karakter anonimnya. 


Akan tetapi ada jejak digital, sehingga harus mempertimbangkan dampak dalam setiap produksi konten atau ketika berkomentar. Oleh karena itu ada etika yang harus diperhatikan dalam menyebarkan informasi. 


"Kita harus bertanggung jawab atas konten yang kita produksi atau ketika ikut menyebarkan konten. Memiliki empati, atau menempatkan diri pada posisi orang lain atas akibat yang akan disampaikan. Membuat informasi yang otentik atau dapat dipercaya. Menyebarkan informasi yang menginspirasi, dan memiliki integritas," imbuhnya. 


Dapat disimpulkan bahwa dalam bermedia mesti menjaga jari-jari supaya tidak mudah membagikan konten yang berpotensi menimbulkan dampak buruk. 


Madha Soentoro menambahkan bahwa bahasa adalah bagian dari unsur budaya. Bahasa menjadi ciri khas kebudayaan, dan menjadi alat ukur seseorang dalam menghargai atau menghormati orang lain. Ia mencontohkan dalam budaya berbahasa di Jawa ada stratifikasi sosial yang membedakan penggunaan bahasa. Kepada orang yang lebih tua menggunakan bahasa krama, dan kepada teman sebaya menggunakan bahasa ngoko.


"Disini peran orang tua penting dalam mengajarkan budaya berbahasa yang baik dan benar. Termasuk ketika di ruang digital. Bahasa yang baik menunjukkan etika yang baik, dan budaya yang baik sehingga menjadi ciri khas," ujarnya. 


Bahasa juga merupakan simbol kebudayaan, hal ini terbukti dari logat atau dialek bahasa yang beragam. Penggunaan dialek menjadi penanda bahwa kita merupakan bagian dari entitas budaya. 


"Maka gunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan bahasa daerah sebagai ciri khas budaya. Gunakan bahasa dan diksi yang baik di media sosial karena itu akan menunjukkan karakter pribadi seseorang," tutupnya. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment