News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Pentingnya Adaptasi Kultur dan Etika Digital dalam Pembelajaran Daring

Pentingnya Adaptasi Kultur dan Etika Digital dalam Pembelajaran Daring




Purworejo – Peningkatan literasi digital masih menjadi fokus pemerintah untuk membekali masyarakat menghadapi transformasi digital. Apalagi, pada 2022 nanti, pemerintah menargetkan jaringan internet 4G dapat dinikmati seluruh masyarakat. Terkait itu, sumber daya manusia juga perlu disiapkan, salah satunya melalui program Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang diselenggarakan oleh Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Kamis (16/9/2021).

Diskusi virtual dengan tema “Literasi Digital bagi Tenaga Didik dan Anak Didik di Era Digital” diisi oleh empat narasumber yang cakap pada bidangnya. Yaitu, Luqman Hakim Bruno (content writer Kaliopak.com), Yuni Wahyuning (praktisi pendidikan), Stephanus Aan Isa Nugroho (Plt. Kadinas Kominfo Purworejo), dan Fitriana Aenun (Kepala MTsN 3 Purworejo). Selain mereka, ada pula Dessy Setya Lestari (mom fluencer) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi berdasarkan pilar literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety.

Mengawali paparan, Fitriana Aenun menjelaskan, literasi digital banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif. Artinya, seorang pengguna tidak hanya mampu mengoperasikan perangkat digital, tetapi juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab. 

Dalam konteks pendidikan, ketika sekolah menerapkan kultur digital harus menanamkan nilai-nilai Pancasila di dalam prosesnya. Hal ini dipahami dengan cara menerapkan nilai dasar negara tersebut ketika berada di ruang digital. 

“Menanamkan kepada peserta didik tentang nilai cinta kasih dan saling menghormati, nilai kesetaraan dengan tidak memandang rendah perbedaan, nilai harmoni dengan menjunjung nilai kebersamaan. Nilai demokratis dengan memberikan kesempatan yang sama dalam berekspresi dan nilai gotong royong membangun ruang digital yang positif,” ujar Fitriana Aenun dalam webinar yang dimoderatori oleh Oony Wahyudi itu. 

Nilai budaya Pancasila tersebut, lanjut Fitriana, akan mencetak pelajar yang memiliki karakter berkebhinnekaan, global, kreatif, bernalar kritis, mandiri, beriman dan bertakwa kepada Tuhan, serta memiliki rasa gotong royong.
“Saat ini anak cenderung mencari rujukan di internet, sehingga sebagai pendidik dan orang tua perlu juga memahami literasi digital agar aktivitas dapat mengintegrasikan teknologi informasi dalam proses pembelajaran yang menyenangkan namun tetap terarah,” jelasnya. 

Beberapa website belajar online seperti Rumah Belajar, Zenius, Ruang Guru dan lain sebagainya dapat menjadi acuan  untuk pembelajaran mandiri peserta didik. Sedangkan guru dapat menjadi fasilitator yang menjadi pendukung pembelajaran. 

Dalam pembelajaran daring, Yuni Wahyuning menambahkan, konsep belajar blended learning atau menggabungkan pembelajaran daring dan luring, menjadi salah satu opsi agar proses belajar murid tidak monoton. Kendati demikian, akses belajar daring juga perlu dibarengi dengan netiquette, yaitu memahami budaya digital agar tetap sopan baik ketika berinteraksi dengan guru atau orang yang ada di lingkungan digital. 

Murid diharapkan tetap menerapkan etika ketika berada di ruang digital. Hal itu dapat dilatih dengan mencari komunitas yang baik supaya bisa mendapat informasi yan bermanfaat dan dapat menyaring segala informasi dengan baik. Mencari komunitas yang sesuai minat untuk saling berbagi ilmu. Membuat strategi digital untuk menggapai peluang, terus belajar meningkatkan wawasan dan pantang menyerah. Serta mewaspadai ancaman digital. 

“Hal-hal tersebut dapat tercapai atas peran serta guru dan orangtua dalam mengajarkan sikap sopan dan santun, kerja sama, dan saling menghormati,” jelas Yuni kepada ratusan peserta webinar. 

Kaitannya dengan etika komunikasi dalam proses pembelajaran, lanjut Yuni, peserta didik perlu memperhatikan waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan guru. Mengirim pesan dengan menyampaikan salam dan memperkenalkan diri, menyampaikan maksud atau tujuan dengan jelas dan singkat, serta memperhatikan penggunaan tanda baca agar tidak menimbulkan salah paham. Juga, mengucapkan terima kasih di akhir komunikasi. 

“Dengan begitu, kita diharapkan bisa lebih tahu kewajaran dalam berkomunikasi, sehingga bisa lebih terbuka dan mudah beradaptasi di era digital tanpa meninggalkan nilai kebaikan,” tutup Yuni Wahyuning. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment