News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Menghadapi Perundungan Anak Di Dunia Maya

Menghadapi Perundungan Anak Di Dunia Maya




Rembang – Pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir dua tahun telah membuat sejumlah masyarakat beraktivitas menggunakan media digital. Hal ini menyebabkan kekhawatiran tersendiri bagi sejumlah pihak terutama bagi orang tua terhadap anak mereka. Utamanya munculnya perundungan atau Bullying di kalangan sesama penguna digital pada kalangan anak-anak. 

Sani Widowati dari Princenton Bridge Year On-Site Director Indonesia menjelaskan bahwa setidaknya ada sebagain besar masyarakat mengalami korban perundungan di media. Bahkan dalam penjelasannya faktor pelaku perundungan 14 persen datang dari korban perundangan itu sendiri.

"Sedangkan faktor lainnya datang dari tidak seimbangan kekuatan antara pengguna dan datang melalui akun anonimus," ungkapnya dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat kabupaten Rembang pada 05 Agustus 2021. 

Sani Widowati sendiri menambahkan untuk terhidar dari pelaku perundungan, ia menerangkan ada empat poin yang semestinya ditanamkan pada diri anak-anak. Mulai dari penanaman nilai kemanusiaan, empati, toleransi hingga keadilan. 

"Tentu keempat poin ini berdiri pada satu prinsip. Yakni prinsipnya ingatlah untuk berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain, " Tambahnya. 

Sedangkan dalam menghadapi korban perundungan, Sani Widowati mengatakan ada langkah-langkah pendekatan yang harus ditunjukan ke korban. Mulai pendekatan pertama dengan menunjukan empati kepada korban, dan yang kedua menanamkan kepercayaan diri kepada anak. 

"Selanjutnya  dengarkan mereka dengan sabar dan carilah bantuan profesional." 

Sedangkan dalam Aulia Putri Juniarto, seorang Fasilitator Nasional mengatakan dalam materi Digital Etichsnya yang disampaikan dalam acara itu, bekegiatan secara digital ada sejumlah etika yang harus diperhatikan. Menurutnya bahwa menggunakan media digital sudah semestinya anak-anak diarahkan pada hal yang baik dan tidak merugikan sesama. 

"Mesti diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis. Ini demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan." ujarnya. 

Disisi lain Aulia Putri Juniarto juga memberi bekal para orang tua dengan beragam pengarahan kepada anak tentang etika digital. Etika ini sendiri dibagi oleh Aulia menjadi tujuh langkah. 

Mulai dari yang pertama orang tua meminta anak tidak mengunci tampilan akun, hal ini bertujuan agar aktivitas anak terpantau. Langkah ke-dua melatih anak untuk kritis. ke-tiga mengeksplor bakat dan minat informasi anak yang ada. 

Ke-empat konsisten dalam memberi hukuman ataupun hadiah bagi anak. Ke-lima anak-anak dihindarkan dari tayangan iklan rokok, miras maupun narkoba. Ke-enam menerangkan keanekaragaman dan situasi pada anak. Ke-tujuh memberikan etika komunikasi di media bagi anak. 

"Tidak hanya anak-anak saja. Perangkat dan media digital kini banyak digunakan remaja usia 12-18 tahun. Peran orang tua tetap diperlukan untuk mendampingi anak remaja dalam menggunakan media digital," ungkapnya.

Kewaspadaan lain yang harus diperhatikan orang tua juga berupa mewaspadai isi konten. Terutama terhadap konten yang mengandung isi negatif, hoaks, ujaran kebencian dan cyberbullying. 

"Jangan mudah terhasut. Motivasi para penyebar konten negatif dilandasi 
kepentingan ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing hitam, dan memecah belah masyarakat (berkaitan suku agama ras dan antargolongan/SARA)," tuturnya. 

Dalam menghadapi hal tersebut metode yang diberikan Aulia Putri Juniarto berupa pemahaman jargon STOP Hoaks. Dalam penjelasannya "S" berarti See lihat dan kenali hoaks, "T" untuk Talk yang mempunyai tujuan untuk mendiskusikan. Observe yang diwakili "O" sebagai amati dan cermati. Dan melakukan pencegahan yang diwakili Preven atau "P". 

"Ini ditujukan untuk patokan agar selalu menyebarkan informasi bermanfaat dan inspiratif, melakukan siskampling digital, mempelajari literasi digital, dan bijak bermedia social," tegasnya.

Ridwan, SH, MH. Wakil Ketua Dewan DPRD Kabupaten Rembang sendiri dalam mengantisipasi permasalah perundungan di dunia digital menurutnya peran segala lini institusi sangat diperlukan. Baik dari pemerintah, lingkungan sekolah hingga lingkungan keluarga. 

"Bimbingan Orangtua (Parenting Guide) saat ini difasilitasi oleh semua aplikasi yang aksesnya diminati oleh semua kelompok umur. Orang tua bisa membuat mekanisme, dimana sebelum sang anak mengakses perangkat digital tersebut, harus melalui persetujuan orang tua terlebih dahulu. Peran guru sekolah, serta penyuluh informasi dan sosial dari dinas terkait adalah garda depan dalam memberi pengetahuan kepada orang tua, bagaimana menerapkan Parenting Guide tersebut." Ujarnya

Sedangkan di pihak pemerintah kabupaten Rembang sendiri, ia mengatakan telah banyak upaya guna melakukan advokasi terhadap perundungan ini. Melalui kebijakan hingga komunitas yang telah disiapkan. 

Ridwan menyebutkan adanya Sejumlah lembaga pemerintah seperti Pembentukan Gugus Tugas Kota Layak Anak (KLA) melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Rembang dan Pengukuhan Forum Kelompok Perlindungan Anak (FKPA) pada tahun 2018 telah disiapkan oleh kabupaten Rembang dalam melindungi anak-anak. 

"Peran serta pemerintah menjadi penting kaitannya dengan sosialisasi dan jembatan 
pemahaman masyarakat secara luas agar terhindar dari perundungan di dunia maya." Tandasnya. 

Acara dengan moderator Zacky Ahmad juga dihadiri oleh Eka Y Saputra (Web Deloper & Konsultan Teknologi informasi), dan Key Opinion Leader Fira Sasmita (Profesional MC). (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment