Membudayakan Penggunaan Gawai yang Baik, Bisa Cegah Kecanduan Digital
Sleman - Revolusi industri 4.0 mendorong disrupsi teknologi digital berlangsung dengan sangat pesat, sehingga mempengaruhi tatanan perilaku masyarakat.
Keteraturan yang umumnya muncul dalam pola interaksi sosial, kini turut terdisrupsi mengaburkan beragam batasan dan norma-norma sosial budaya masyarakat sehingga harus diarahkan pada pemanfaatan konektivitas digital yang diiringi dengan tetap berpegang teguh pada kedaulatan bangsa serta nilai agama.
Keteraturan masyarakat khususnya dalam menjaga kedaulatan bangsa di ruang digital, harus dimulai dari peningkatan etika masyarakat untuk mengisi celah-celah kosong nilai sosial dari interaksi di ruang digital.
Manajer Komunikasi Koalisi Seni Bunga Manggiasih mengatakan, teknologi digital memiliki dampak budaya yang baik jika pengguna mampu memahami batasan kebebasan berekspresi terhadap perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, provokasi hingga yang mengarah pada perpecahan sosial
“Pengguna digital harus mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi dan mampu membedakan misinformasi, disinformasi dan malinformasi,” katanya dalam webinar literasi digital dengan tema “Kecanduan Digital: No!, Kreatif dan Produktif: Yes” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Jumat (24/9/2021).
Bunga mengungkapkan, dengan membudayakan penggunaan teknologi yang baik juga akan mengantisipasi kecanduan terhadap digital. Beberapa langkah dalam mencegah kecanduan digital terutama terhadap anak yakni dengan membatasinya waktu penggunaan gawai. Kemudian menentukan area bebas gawai di lingkungan rumah. “Ganti waktu pemakaian gawai dengan aktivitas lebih sehat,” ujarnya.
Pengguna teknologi digital juga bisa meningkatkan kreativitasnya dengan berbagai langkah. Semisal dengan berimajinasi sehingga bisa memicu suatu kreativitas. Kemudian juga melakukan kegiatan atau hal-hal yang baru maupun berkegiatan lain yang bisa menambah wawasan.
Narasumber lain dalam webinar ini, peneliti Paramadina Public Policy Septa Dinata mengatakan, untuk mewujudkan penggunaan digital yang baik, juga diperlukan empati bagi setiap individu. “Empati berarti mampu menempatkan diri pada posisi orang lain. Ini adalah cara untuk membantu menciptakan pengalaman positif dan menjadi luar biasa di dunia digital,” ujarnya.
Empati dalam bermedia digital ini di antaranya lebih pengertian atau mencoba memahami situasi orang lain. Kemudian, ketika ada yang memberikan komentar terhadap postingan atau konten yang dibuat juga tidak perlu semuanya direspons. “Jika memang harus direspons maka tetap dengan penuh rasa hormat,” tegas Septa.
Septa juga menekankan mengenai pentingnya keamanan digital atau melindungi platform digital dengan membuat password dengan karakter yang rumit. “Gunakan kata sandi sekurang-kurangnya terdiri dari delapan karakter, kemudian menyertakan huruf besar dan kecil, angka serta symbol dan jangan bagikan kata sandi serta ubah kata sandi secara berkala,” ucapnya.
Dipandu moderator Nabila Nadjib, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Frans Djalong (Dosen Fisipol UGM), A. Muntholib (Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Sleman), dan presenter TV Bella Ashari, selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment