News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Youtuber Lulusan SD dari Ndeso, Bisa Dapat 150 Juta per Bulan. Why Not?

Youtuber Lulusan SD dari Ndeso, Bisa Dapat 150 Juta per Bulan. Why Not?





Sukoharjo : Ide itu murah dan berlimpah. Yang mahal itu eksekusinya. Begitu banyak remaja dan calon pengusaha di mana pun  hanya berkutat dengan banyak ide dan peluang di depan mata. Tapi sejauh tak dieksekusi, bertahun digagas tanpa action, ya akan terus jadi ide semata.

Ngatijo berbeda. Remaja belasan tahun dari lereng Baturaden, Banyumas, Jawa Tengah, itu jeli mempelajari dunia bengkel motor yang dipelajari di Youtube. Ia jadikan tahapan mahir belajar bengkel motor menjadi konten Youtube menarik dengan modal ponselnya. Kini, Ngatijo sukses jadi Youtuber dari ndeso di Banyumas yang banyak ditonton, bahkan dapat predikat Golden dari Youtube. 

”Meski masih remaja ia bisa dapat Rp 150 juta per bulan sebagai Youtuber dengan topik sederhana. Jadi, why not? Kuncinya, ide itu dipraktikkan, jangan cuma diangankan terus,” cerita Dr. Tobirin, dosen FISIP Universitas Jend Soedirman Purwokerto. Ia berbagi success story dalam webinar literasi digital bertopik ”Kemajuan Digital yang Memberdayakan Kelompok Rentan” untuk masyarakat Kabupaten Sukoharjo, 29 Juni lalu. 

Eksekusi ide juga menjadi kunci sukses pemuda Karang Taruna di pojok lereng Gunung Slamet lainnya. Berdasarkan inspirasi dari konten Youtube, mereka berhasil mengubah desa yang miskin dan masuk kelompok rentan. Berkat inspirasi dari Youtube, mereka berhasil mengubah desa miskin menjadi kampung internet yang menarik dan menjadi desa wisata yang banyak dikunjungi wisatawan baru dengan segmentasi baru. 

”Mereka, para wisatawan, bisa dilatih belajar melek internet dan menikmati suasana pemandangan dan kuliner desa, semacam pelatihan internet tapi juga menikmati pemandangan lereng Gunung Slamet yang indah. Kolaborasi segmen wisata yang membuat banyak warga desa jadi meningkat penghasilannya. Ini betul-betul pendayagunaan internet untuk membangkitkan sumberdaya kelompok rentan, kurang terdidik, miskin dan kelompok lansia,” tambah Tobirin, sumringah.

Dalam diskusi virtual yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Tobirin yang tampil dipandu oleh moderator Harry Perdana, juga ditemani pembicara lain, yakni: Abdul Rhohim (redaktur situs Langgar.co), Mujiartok (Founder dan CEO Outsoft Technologie), Rosyid Nurul Hakim (pemred ruangngobrol.id) dan musisi Nanda Chandra sebagai key opinion leader.

Salah satu yang diharapkan bisa berperan penting meningkatkan pemberdayaan kelompok rentan dalam masyarakat modern saat ini tentulah tampilnya kaum milenial sebagai trend setter, pelopor geraknya. Kita tahu, peta populasi demografi warga internet kita beragam dari kaum baby boomer yang lahir dari tahun 1945 s.d. 1964, juga sering disebut kaum Old, disusul kaum milenial dari tahun 1984 s.d. 1996 yang menikmati boomingnya era digital, dan kaum Zatau Alfa yang lahir tahun 2000-an sampai sekarang. 

”Kaum milenial penting memahami posisi mereka berkait dengan bagaimana bahasa dan konten apa yang cocok diproduksi untuk memberdayakan mereka dengan pilihan yang tepat sesuai usianya”, ujar Abdul Rhohim, pembicara lain menambahkan wawasannya.

Memang, lanjut Rhohim, konten visual gambar diakui lebih mudah diterima oleh kaum dengan usia mana pun, terlebih kelompok rentan, baik lansia maupun miskin dan kurang terdidik. Kata Rhohim, kita sepakat bahwa bahasa visual mudah diterima dan lebih cepat dipahami otak ketimbang teks. 

Makanya, keterampilan memproduksi konten digital dengan visual menarik dan mendidik yang mudah dipahami sangat diinginkan produksinya oleh kaum milenial dalam proses pembelajaran digital buat kelompok rentan. 

”Teknik-teknik keterampilan, pertanian, elektronik, perbengkelan dan know how lainnya bakal lebih mudah dipahami dan dipraktikkan kalau didukung visual gambar yang menarik dan mudah dipahami secara digital,” pesan Rhohim.

Yang juga penting diperhatikan para pembuat konten digital buat kaum rentan adalah banjiri dengan terus membuat konten yang bukan hanya informatif dan menjadi solusi persoalan. Produksilah konten yang problem solving, mengatasi masalah. Jangan malah menambah masalah dan membebani penerima informasi. 

”Jadi, upayakan akurasi dan riset kebenaran informasinya dijaga betul, sehingga memperkaya wawasan. Bukan bikin tidak nyaman penerima informasi setelah mengakses informasi yang disampaikan,” ujar Rhohim. 

Kaum rentannya sendiri juga perlu dipahamkan soal etika, antara lain terkait hak cipta. Kaum rentan di kota, apalagi di desa, perlu diberi kecakapan literasi lebih luas. Kalau mengambil atau memakai karya orang lain, baik itu foto atau lagu dalam membuat karya, kita mesti minta izin dengan menyebut sumber asalnya agar tak menimbulkan masalah. 

”Yang jelas, karya siapa pun kalau kita pakai mesti hormati penciptanya. Kalau tatakrama netiket dipatuhi, risiko bisa diminimkan, maka nilai positif dan peluang rezeki bisa diraih sesuai harapan. Enak dan enggak enak buat sesama manusia itu di dunia nyata dan digital sama saja. Itu poinnya, jadi saling hormati saja solusinya,” ujar Rosyid Nurul Hakim, memungkasi diskusi hari itu. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment