News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Moderasi Beragama: Ketika Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Sedang Tidak Baik-baik Saja

Moderasi Beragama: Ketika Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Sedang Tidak Baik-baik Saja




Wonogiri – Ketua Pengurus Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah Eko Pujiatmoko menyorot kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan tahun 2020 dengan mengutip data laporan lembaga Setara Institute. Sepanjang tahun 2020, terdapat 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dengan 424 bentuk tindakan. 

”Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2019) yang 200 sebanyak peristiwa, jumlah peristiwa tahun 2020 memang mengalami penurunan. Namun terjadi lonjakan dari bentuk tindakan yang sebelumnya 327 tindakan (2019),” tutur Eko saat menjadi narasumber pada webinar literasi digital bertajuk ”Moderasi Beragama dalam Ruang Digital sebagai Upaya Menjaga Persatuan Bangsa” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Senin (30/82021).

Dalam diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Ayu Perwari itu, selain Eko, hadir narasumber lain: Eka Y. Saputra (Web Developer dan Konsultan Teknologi Informasi), Desyanti Suka Asih (dosen UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar), H. Mursidi (anggota Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Wonogiri), dan kreator konten Obin Robin selaku key opinion leader.

Eko Pujiatmoko menyatakan, ada empat jenis tindakan pelanggaran utama kebebasan beragama, yakni: intoleransi 62 kasus, penodaan agama 32 kasus, penolakan mendirikan rumah ibadah 17 kasus, dan pelarangan aktivitas ibadah 8 kasus. ”Ini menunjukkan kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan negeri ini sedang tidak baik-baik saja,” kata Eko di depan 150-an partisipan webinar.

Secara etimologis, lanjut Eko, kata moderasi berasal dari bahasa Inggris moderation yang memiliki arti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Moderation diturunkan dari bahasa Latin moderatio yang berarti kesedangan (tidak berlebih dan kekurangan). Dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang).

Dengan begitu, makna dari moderasi beragama adalah bersikap adil dan berimbang dalam memandang, menyikapi, dan mempraktikkan semua konsep yang berpasangan, tidak berat sebelah atau tidak memihak, berpihak kepada kebenaran, dan tidak sewenang-wenang.

Sikap moderasi beragama umumnya ditunjukkan dalam empat indikator. Di antaranya adanya komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleran terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam.

”Moderasi beragama juga dapat ditunjukkan melalui sikap tawazun (berkeseimbangan), i’tidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura (musyawarah), ishlah (reformasi), aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif),” tutup Eko.

Berikutnya, narasumber dari anggota Forum Kerukunan Umat Beragama Wonogiri H. Mursidi berpendapat, di era digital kita menghadapi tantangan terbukanya akses, proses yang cepat dan instan, serta mudahnya akses pada dunia digital. Tantangan itu mestinya dihadapi dengan pemahaman atas literasi dan budaya digital oleh masyarakat pengguna digital.

Kata moderasi yang berarti pengurangan kekerasan atau penghindaran ekstremisme, seharusnya dilaksanakan dengan menganut prinsip keseimbangan dalam segala persoalan hidup duniawi dan ukhrowi, beradaptasi dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi objektif.

”Prinsip dasar moderasi adalah adil, berimbang, dan toleran. Adapun karakter moderat yakni: wisdom, purity, dan courage. Prinsip dan karakter tersebut tercermin dalam moderasi pemikiran, perbuatan, dan gerakan yang merupakan tiga pilar utama moderasi,” urai Mursidi.

Mursidi menambahkan, prinsip dan karakter moderasi harus terwujud dalam ciri sikap moderat: memahami realitas, memahami fiqih prioritas, menghindari fanatisme, mengedepankan prinsip kemudahan dalam beragama, memahami teks secara komprehensif, keterbukaan dalam menyikapi perbedaan, komitmen terhadap kebenaran dan keadilan. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment