News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kenapa Mesti Milenial yang Jadi Guru Literasi Digital?

Kenapa Mesti Milenial yang Jadi Guru Literasi Digital?




Magelang – Menurut Hampton dan Key (2016), generasi milenial digambarkan sebagai pribadi yang memiliki pengetahuan luas tentang perbedaan. Terlahir di situasi yang memiliki banyak perbedaan, di antaranya suku, ras, budaya bahasa dan lainnya. Milenial juga dikenal memiliki latar belakang yang tinggi nilai toleransinya. 

Bagaimana dengan generasi milenial Indonesia? Di tahun 2020, 34 persen populasi penduduk Indonesia merupakan kelompok milenial, dan akan terus mendominasi hingga tahun 2035. Mereka juga kecanduan internet dengan rata-rata konsumsi lebih dari 7 jam per hari, dan dikenal memiliki loyalitas rendah.

Namun, mereka juga berdompet tipis lantaran lebih suka bertransaksi non tunai dengan uang plastik (59 persen), bekerja cerdas dan cepat dalam arti mudah beradaptasi dan bekerja secara efektif, serta mampu melakukan 2-3 pekerjaan sekaligus alias multitasking.

”Alasan milenial sebagai guru literasi digital, karena mereka adalah digital native, lebih literat digital, dan berpengetahuan luas. Wajar, jika mereka bisa menjadi guru bagi orang lain tentang literasi digital,” ujar Nikmah Nurbaity pada webinar literasi digital bertema ”Milenial sebagai Guru Literasi Digital” gelaran Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Magelang, Jawa Tengah, Jumat (6/8/2021).

Nikmah Nurbaity mengatakan, literasi digital umumnya meliputi kemampuan dalam kecakapan digital (digital skill), keamanan digital (digital safety), budaya digital (digital culture), dan etika digital (digital ethics). Generasi milenial memiliki kemampuan pemahaman yang cukup baik terhadap ke empat pilar literasi tersebut sebagai modal untuk menularkan pengetahuannya.

”Selain itu, milenial juga bisa mengajari teman, orangtua, adik-adik, junior di sekolah, masyarakat di sekitar, dan mengajari hal-hal yang baik dengan cara yang baik serta pantas menjadi teladan bagi yang lain,” tegas Kepala Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII Provinsi Jawa Tengah itu.

Apapun perannya, lanjut Nikmah, kehadiran kita di dunia digital hendaknya selalu ingat tiga konsep dasar sebagaimana telah dikembangkan Microsoft, yakni Respect, Educate, dan Protect (REP). Respect, berarti menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain meliputi etika, akses, dan hukum digital.
 
”Kemudian educate, yaitu mengedukasi diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain serta komunikasi baik secara formal maupun normal. Sedangkan protect, ialah melindungi diri sendiri dan orang lain dalam hal keselamatan, hak dan tanggung jawab, kesehatan serta kesejahteraan,” pungkas Nikmah.

Nara sumber lainnya, Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia Rizqika Alya Anwar menjelaskan soal karakter yang dimiliki generasi milenial khususnya di dunia kerja. Menurutnya, 43 persen milenial masuk golongan pekerja keras, tapi hanya 38 persen dari mereka yang bahagia dengan pekerjaannya.

Milenial, lanjut Alya, lebih menyukai pekerjaan yang berarti (74 persen), dan mengutamakan integritas, kejujuran, dan transparansi dalam bekerja, 54 persen menilai gaji adalah hal yang penting dan dicari dalam pekerjaan, 70 persen optimis melihat masa depan dan berkontribusi pada negara, dan 64 persen memanfaatkan teknologi untuk pekerjaan dan karier.

Diskusi virtual yang dipandu moderator Dannys Citra itu diikuti hampir 1.000 partisipan. Turut hadir menyampaikan paparan, narasumber Dinda Citra Azalea (Social Media Analyst), Zahid Asmara (Filmaker & Art Director Sedino Dadi Wayang Festival), dan Mohwid selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment