News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Didik Anak Sejak Dini, Cetak Generasi Berkarakter Saat Dewasa

Didik Anak Sejak Dini, Cetak Generasi Berkarakter Saat Dewasa




Boyolali - Era digital di Indonesia dikuasai oleh generasi milenial, generasi Z dan alpha. Mereka adalah generasi yang akrab dengan perkembangan teknologi, namun dalam prosesnya mereka tetap membutuhkan supervisi dari orang dewasa agar mereka tidak terjerumus pada keburukan yang mungkin timbul dari pola budaya digital. Itulah tema yang menjadi pembahasan menarik dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, (Rabu (18/8/2021).

Kegiatan diskusi virtual tersebut merupakan salah satu rangkaian program pemerintah dalam mendukung percepatan transformasi digital. Melalui program nasional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, pemerintah membekali masyarakat dengan literasi digital yang meliputi digital skill, digital culture, digital safety, dan digital ethics. Harapannya dapat menciptakan masyarakat yang cakap menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.  

Diskusi virtual siang ini diisi oleh empat narasumber: Waryani Fajar Riyanto (dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Jafar Ahmad (direktur lembaga survei IDEA Institute Indonesia), Sauman (Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Boyolali), dan Abdulatif Makhfud (dosen IAIN Salatiga). Kegiatan yang dipandu oleh Mafin Rizqi (content creator) ini juga menghadirkan Reni Risty (presenter) sebagai key opinion leader dalam diskusi. 

Waryani Fajar Riyanto mengatakan, dalam melindungi anak di ruang digital, antara orangtua, anak, dan guru saling terkoneksi. Artinya tiga elemen tersebut berperan penting dalam membentuk pendidikan dasar anak, terlebih di era digital dan kondisi pandemi yang mengharuskan proses pembelajaran anak dilakukan secara virtual. Selain guru, orangtua juga harus ikut berpartisipasi dalam interaksi digital anak. 

Orangtua sebagai generasi yang mungkin tidak begitu akrab dengan perkembangan teknologi mulai dituntut untuk menambah pengetahuan tentang literasi digital agar mampu mengarahkan penggunaan teknologi dan media digital dengan jelas. Orangtua perlu mengintervensi anak ketika sudah terbiasa menggunakan perangkat digital, yaitu dengan membuat pembatasan dan mengarahkan sumber apa saja yang boleh diakses. 

"Orangtua harus mampu menyeimbangkan aktivitas anak antara di dunia digital dan dunia nyata agar kemampuan sosialnya tidak monoton. Orangtua sebaiknya tidak memberikan gawai sebagai milik pribadi anak, namun hanya meminjamkannya untuk keperluan belajar dan menambah wawasan serta memilihkan program dan aplikasi yang sesuai dengan usia anak. Mendampingi anak dan meningkatkan interaksi fisik dan keluarga serta menggunakan perangkat digital secara bijaksana," imbuh Waryani kepada 200-an peserta webinar. 

Sementara bagi guru atau pendidik, Waryani menyarankan, agar menerapkan model belajar student-centered learning di mana kegiatan belajar dengan memberikan ruang bagi murid untuk berkreasi, partisipasi dan kolaborasi. Sedangkan guru sebagai fasilitator kegiatan belajar. Hal ini karena generasi anak muda yang merupakan generasi digital tidak suka lagi didikte. Mereka lebih suka mencari tahu daripada diberitahu. 

"Guru dapat membangun karakter anak dengan memberikan pondasi etika dan akhlak. Dua hal tersebut menjadi pondasi dalam memproteksi anak agar mampu membedakan mana hal baik yang pantas ditiru dan hal negatif mana yang harus ditinggalkan. Begitu juga di ruang digital, etika penting dibangun agar interaksi di ruang media dapat berlangsung aman, termasuk dalam merespons informasi," imbuh Waryani.

Sementara itu, Sauman menambahkan dari perspektif budaya digital, bahwa manusia di era saat ini tidak bisa lepas dari teknologi. Transformasi digital merupakan pintu masuk terjadinya perubahan. Sedangkan manusia adalah agen perubahan dalam budaya digital.  

Dalam mendidik anak, kata Sauman, orangtua diperintahkan untuk dapat mendidik anak sesuai dengan perkembangan zaman. Artinya, di era perubahan pola kehidupan ini orang tua juga harus beradaptasi agar dapat mendampingi pendidikan anak. 

"Di era digital anak mempunyai sumber belajar yang beragam dari platform belajar yang ada di internet, selain itu anak juga bisa secara mandiri meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dengan memanfaatkan internet secara positif. Hal itu dapat dilakukan jika ada kontrol dari guru dan orangtua," ujarnya. 

Sebab teknologi juga memiliki risiko negatif. Secara fisik, penggunaan gadget secara berlebihan dapat mengganggu kesehatan mata, mengganggu pola tidur jika sudah kecanduan, sulit konsentrasi, gangguan pencernaan karena anak cenderung lupa saat berhadapan dengan gadget. Selain itu, risiko penggunaan teknologi dapat berpengaruh pada perkembangan bahasa dan interaksi sosial.  

Interaksi sosial anak di dunia nyata menjadi berkurang hingga mengurangi waktu kualitas bersama keluarga. Bahkan, jika sejak dini sudah terbiasa menggunakan gawai, anak bisa saja terganggu perkembangan bicara dan bahasanya. 

"Oleh karena itu sekali lagi, orangtua berperan penting sebagai kontrol pendidikan anak. Anak merupakan anugerah dari Allah yang patut disyukuri dengan cara mendidik, menyayangi, mencintai, dan memberikan pendidikan yang layak. Dalam undang-undang pun dijelaskan bahwa orangtua adalah orang yang bertanggung jawab dalam mengasuh, memelihara, mendidik dan melindunginya," tambah Sauman. 

Ia mengutip peribahasa, belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar sesudah dewasa bagai mengukir di atas air. Artinya, sejak dini anak sudah harus dibekali pendidikan dari orangtua agar dapat mencetak anak dalam versi terbaiknya ketika dewasa. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment