News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Untuk Jadi Netizen yang Bijak dan Cerdas Dibutuhkan Digital Skill yang Mumpuni

Untuk Jadi Netizen yang Bijak dan Cerdas Dibutuhkan Digital Skill yang Mumpuni




Salatiga – Literasi digital menurut Paul Gilster merupakan kemampuan dalam memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital. Literasi digital bukan bentuk teknologi, melainkan kemampuan atau pengetahuan dalam memahami suatu teknologi, yang berkaitan dengan akses informasi. 

Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Salatiga Taufiqur Rahman menyampaikan pendapatnya pada acara webinar literasi digital bertema ”Menjadi Netizen yang Bijak dan Cerdas di Era Digital” yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo untuk warga masyarakat Kota Salatiga, Jawa Tengah, Senin (12/7/2021).

Taufiqur Rahman menyatakan, saat ini manusia berada di sebuah rumah besar yang disebut ”rumah digital”. Semua pekerjaan bisa dilakukan secara digital dari rumah. Itulah bagian dunia digital yang paling banyak manfaatnya.

Namun, lanjut Taufiq, dunia digital juga menawarkan cara berkomunikasi baru melalui interaksi di media sosial. Untuk mengarungi luasnya dunia digital, pengguna digital (netizen) membutuhkan literasi digital agar cakap dan cerdas memanfaatkan ruang digital.
 
”Saat ini kita hidup di era digital di mana setiap interaksi diwarnai oleh digitalisasi pesan yang semakin canggih. Bagi yang tidak memiliki kompetensi di bidang teknologi digital akan semakin jauh ketinggalan. Bersamaan dengan era digital dikenal istilah literasi digital,” tutur Taufiq di depan hampir 500-an partisipan webinar.

Menurut Taufiq, untuk menjadi netizen yang bijak dan cerdas, dibutuhkan digital skill yang merupakan sebuah kemampuan dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. 

Digital skill yang harus dimiliki pengguna internet, kata Taufiq, yaitu ada dua. Pertama, hardskill atau kemampuan teknis suatu ilmu. Kedua, softskill, yaitu kemampuan berhubungan dengan orang lain.

Keterampilan hardskill, imbuh Taufiq, berhubungan dengan keahlian  menguasai piranti atau alat-alat yang berkaitan dengan teknologi informasi atau sumber digital.

”Misalnya kemampuan mengoperasikan komputer, perangkat mobile, akses internet, mesin pencarian, dan sebagainya menjadi modal utama seseorang dalam memperoleh literasi digital. Kemampuan demikian juga bisa didapatkan melalui pendidikan formal atau sekolah,” jelas Taufiq.

Adapun dalam ketrampilan softskill, pertama yang diperlukan dalam memperoleh literasi digital adalah identifikasi atau menentukan pemanfaatan teknologi yang digunakan beserta tujuannya di berbagai bidang. 

”Misalnya di bidang politik atau pemerintahan, untuk mempermudah pendataan atau sensus penduduk, dengan memanfaatkan teknologi dibuatlah sensus digital,” sebut Taufiq.

Menjadi netizen bijak dan cerdas bagi Taufiq berarti berhati-hati dalam menggunakan media sosial, khususnya Facebook, Instagram, Twitter dan sebagainya; Jangan menampilkan identitas pribadi terlalu detail; Tidak mengupload foto yang sifatnya pamer, bullying; Hindari update status yang dapat menyulut rasa kebencian, merugikan, fitnah, hoak dan menjelek-jelekan orang lain.

Berikutnya, pengajar Departemen Ilmu Komunikasi, Fisipol UGM Wisnu Martha Adiputra bicara mengenai warganet dan relasi individu. Menurutnya, warganet adalah individu yang terkoneksi dan berinteraksi di internet; warga negara dan warga masyarakat yang bertanggungjawab; konsumen yang bertanggung jawab; dan pengguna media yang bertanggung jawab.

Sedangkan relasi individu, kata Wisnu, memiliki empat kwadran. Pertama, negara warga; Kedua, masyarakat warga; Ketiga, pasar konsumen; dan Keempat, media, audiens, pengguna dan gamer.

Menurut Wisnu, identitas individu dan kelompok masyarakat itu meliputi: identitas yang melekat seperti usia dan gender; identitas sosio kultural seperti agama, suku, bangsa; identitas ekonomi contohnya kelas dan pekerjaan; identitas politik misalnya pilihan politik dan ideologi.

Dimensi identitas, lanjut Wisnu, terdiri dari Realitas: Keadaan yang ditunjukkan oleh individu sengaja ataupun tidak; Relasi: Keadaan yang terjadi dengan pihak lain misalnya teman sebaya, orangtua, sekolah, dan agama; Idealitas: Keadaan yang diharapkan hadir dalam relasi dengan berbagai pihak lain.

Webinar yang dipandu moderator entertainer Harry Perdana itu, juga menampilkan narasumber Mujiantok (Founder Atsoft Teknologi), Ahmad Sabiq (dosen Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto), dan Aprilia Ariesta selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment