News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Tiga Prinsip Utama Tegakkan Etika di Dunia Maya

Tiga Prinsip Utama Tegakkan Etika di Dunia Maya




Kabupaten Semarang – Digital skill merupakan kemampuan individu untuk mengetahui, memahami, menggunakan perangkat keras, dan piranti lunak TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.

Staf pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Taufiqur Rachman mengawali paparannya dengan mengutip definisi digital skill pada acara webinar literasi digital yang dihelat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/7/2021).

Lebih dari sekadar cakap bermedia digital, Taufiq berpendapat, digital skill juga mesti dibarengi dengan kesungguhan dalam mengedepankan etika, sebagaimana tema webinar kali ini ”Menegakkan Etika dalam Pergaulan di Dunia Maya”.

Menurut Taufiq, ada tiga prinsip utama yang mesti dipahami untuk cakap bergaul di dunia maya. Pertama, pahami karakter publik di media sosial. Kedua, kelola jejak dan identitas doigital dengan baik. Dan ketiga, bangun kecerdasan emosional digital.  

Terkait karakter publik di era media sosial, Taufiq menyebut ada tiga (karakter) yang mesti dicermati. Pertama, audiens di media sosial yang tidak tampak. Ini situasi yang membuat kita sulit mengidentifikasi karakter mereka.

Berikutnya adalah hilangnya konteks sosial. ”Yang dimaksud di sini adalah hilangnya interaksi tatap muka di media sosial yang membuat konsep sopan santun dan empati sulit dibangun,” kata Taufiq. Sedangkan karakter ketiga adalah pudarnya batas antara ranah publik dan privat. ”Akibatnya, isu-isu privasi dibawa ke ruang publik untuk menarik perhatian dan menaikkan rating,” tambah Taufiq.  

Sementara, terkait prinsip kedua, mengelola jejak identitas, Taufiq mengajak peserta webinar untuk mengenali jejak digital yang ditinggalkan oleh pengguna di ruang digital. Yang dimaksud jejak digital, kata Taufiq adalah setiap aktivitas yang dilakukan oleh seorang pengguna dengan bantuan perangkat digital yang terkoneksi dengan layanan internet, baik itu yang bersifat pasif maupun aktif.

”Jejak digital pasif adalah jejak pengguna yang kita tinggalkan saat berselancar di internet. Sedangkan jejak aktif adalah jejak pengguna saat mengunggah atau menambahkan konten di ruang siber,” urai Taufiq, seraya mengutip syair lagu Chrisye ”Ketika Tangan dan Kaki Berkata”, yang menunjuk bahwa apa yang (tangan) kita lakukan di dunia (digital) juga akan dimintai pertanggungjawaban.

Dari situ, Taufiq kemudian menjelaskan pentingnya melakukan pengelolaan terhadap identitas digital. Yakni, kemampuan untuk memahami prinsip jejak digital dan konsekuensinya dalam kehidupan nyata. ”Pengelolaan identitas digital mesti dilakukan dengan cara bertanggung jawab, sehingga secara aktif membentuk reputasi digital yang positif,” kata Taufiq, seraya menyebut pentingnya kita memiliki, lalu membentuk dan mengelola identitas digital.

Terakhir, Taufiq menguraikan perihal urgensi membangun kecerdasan emosional digital. Meminjam pendapat pakar pendidikan Conny S Semiawan, yang dimaksud kecerdasan emosional adalah kemampuan membaca pikiran sendiri dan pikiran orang lain, dan karenanya dapat menempatkan diri dalam situasi orang lain, sekaligus dapat mengendalikan diri sendiri.

Masih menurut Taufiqur Rachman, ada tiga cara untuk menumbuhkan kecerdasan emosional digital. Diawali dengan memiliki empati digital. Yakni berupa sikap suportif terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain di dunia digital.

Berikutnya, memiliki kesadaran dan manajemen diri. Intinya, mampu menyelaraskan nilai dan kompetensi digital dengan lingkungan digital yang dihadapi oleh masing-masing individu. ”Sedangkan yang terakhir, memiliki manajemen relasi. Yakni, mampu mengelola hubungan di ruang digital melalui persuasi, kerja sama, dan manajemen konflik,” jelas Taufiq.  

Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Fernand Tampubolon itu juga menghadirkan Monika Sri Yuliarti (dosen Ilmu Komunikasi UNS), Muhammad Thobroni (dosen Universitas Borneo), Sunaji Zamroni (Alterasi Indonesia dan Dewan Nasional Fitra), serta Nania Yusuf selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment