News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Tantangan dan Adaptasi Pendidikan Agama Melalui Media Online

Tantangan dan Adaptasi Pendidikan Agama Melalui Media Online



Rembang – Khatib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyatakan, kita bisa melakukan pembelajaran agama secara digital, namun kita tidak bisa beragama secara digital. Pembelajaran agama bisa dilakukan melalui beragam media sarana seperti internet, sedangkan beragama menyangkut keyakinan hubungan manusia dengan penciptanya.

”Misalnya shalat, tidak bisa dilakukan secara virtual. Tapi kalau belajar agama, mendengarkan ceramah agama, transaksi jual beli barang, bisa dilakukan melalui internet,” ujar Gus Yahya, sapaan karibnya, pada acara webinar literasi digital yang dihelat Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Kamis (8/7/2021).

Dalam diskusi virtual bertema ”Tantangan dan Adaptasi Pendidikan Agama melalui Media Online”, mantan Juru Bicara Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid itu menegaskan, masalah yang terkait dengan akhlak dan ibadah manusia kepada tuhan penciptanya, tak bisa dilakukan melalui internet.

Maraknya pembelajaran agama secara online oleh kalangan umat muslim maupun siswa madrasah atau pesantren, hal itu dilakukan untuk menyiasati masa pandemi Covid-19. Untuk alasan kedaruratan seperti itu, maka pendidikan melalui internet jelas sangat dibutuhkan.

Meskipun setelah usai masa pandemi akan ada ketergantungan terhadap internet, namun untuk beragama tetap tidak cukup hanya dengan internet. Pembelajaran, menurut Gus Yahya, itu bersifat kognitif atau akal, sedangkan perilaku tidak mungkin dilakukan melalui internet.

”Untuk hal-hal terkait akhlak tidak bisa dilakukan melalui internet, pun agama yang terkait dengan Tuhan. Begitu juga soal pendidikan, harus ada hubungan langsung (tatap muka) antara guru dan murid,” jelasnya.

Lebih jauh, Gus Yahya menyatakan, sebagai pendidik agama, guru adalah pintu masuk jalan menuju Tuhan. Ia juga memiliki tugas berat karena bertanggungjawab terhadap Tuhan. Di masa pandemi ini, persentuhan langsung antara guru dengan murid sebagai peserta didik memang tidak bisa dilakukan.

Masih menurut Gus Yahya, teknologi tidak bisa menggantikan pendidikan agama. Namun teknologi harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pendidikan agama.

”Di negara maju, seperti Amerika, ada pendapat yang menyatakan pendidikan daring tidak boleh berlangsung lama-lama. Namun juga harus dicarikan cara untuk menggantikan pendidikan secara online tersebut,” imbuhnya

Di akhir paparan, Gus Yahya mengungkapkan, kita harus menyebarkan ajaran agama yang diturunkan kepada manusia untuk kemaslahatan. Tujuan beragama adalah mencapai 'ultimate goal': memelihara kehidupan, akal, agama, hak milik, dan kehormatan. 

”Maka tujuan agama adalah menggayuh apa yang bermanfaat (kemaslahatan) dan menolak kerusakan. Jadi menolak kerusakan itu lebih utama, baru kemudian menggayuh manfaat,” tegas Gus Yahya.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah Musta’in Ahmad, yang juga menjadi narasumber webinar, menyatakan: agama sampai ke umat saat ini secara ber-sanad (dari rangkaian para guru) yang mengetahui substansi ajaran agama. Kodifikasi sumber agama dalam teks pun melalui rangkaian sanad yang sangat selektif.

Menurut Musta’in, belajar agama itu memiliki sifat: dilakukan secara sekuen dan bertahap, belajar kepada guru, sabar dan butuh waktu lama, 
memegang prinsip-prinsip belajar ilmu manfaat sebagaimana konsep Burhanuddin Al Islam Az-zarnuji. 

”Konsep tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam syarat: cerdas, bersungguh-sungguh, sabar, berbiaya, petunjuk guru, butuh waktu (lama),” jelas Musta’in.

Webinar yang dipandu moderator Harry Perdana itu juga menampilkan Waryani Fajar Riyanto (dosen UIN SUKA Yogyakarta), Devie Rahmamawati (dosen Vokasi Humas UI), dan Qausar Harta Yudana selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment