News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Bikin Aman dan Nyaman Bisnis Digital dari Desa

Bikin Aman dan Nyaman Bisnis Digital dari Desa





BANTUL: Salah satu berkah yang muncul dari pandemi Covid-19 selama hampir 18 bulan terakhir adalah lahirnya begitu banyak Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Menurut catatan Kementerian Desa, selama pandemi telah lahir sekira 40.000 ribu BUMDes di 40.000-an desa se-Indonesia.

”Kalau di Kemendes ada gagasan one villages one product, di mana satu desa diharap bisa menciptakan satu produk, maka setidaknya akan muncul 40 produk yang menantang dan berpeluang untuk dipasarkan secara luas. Termasuk dipasarkan dengan e-marketing agar bisa menjangkau pasar dan omzet yang lebih besar dan lebih luas.”

Paparan di atas disampaikan oleh Sholahudin Nur Azmy, CEO Pasardesa.id dari Bantul, saat tampil sebagai narasumber dalam webinar bertajuk ”Peluang dan Tantangan e-Marketing bagi Warga Desa”, yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, 23 Juni lalu. Diskusi virtual yang diikuti ratusan peserta lintas profesi dan generasi itu dipandu oleh moderator Nindy Gita.

Tak tampil sendirian, Sholahudin juga ditemani narasumber lain yang tak kalah bernas. Mereka adalah pegiat pendidikan komunitas dari Gunung Kidul Rosid Effendi, training developer expert Erfan Eriyaputra, brandpreneur Edy SR, dan Sony Ismail – musisi yang tampil sebagai key opinion leader.

Memasarkan 40.000 produk desa, so pasti, tantangan serius. Mengacu catatan lembaga riset perdagangan digital Indef tahun 2020, dari 128 juta transaksi e-commerce dengan beragam platform di sepanjang tahun 2020 saja nilai transaksi e-commerce Indonesia nilainya mencapai Rp 257 triliun. Angka ini diprediksi bakal naik menjadi Rp 337 triliun pada 2021.

Yang mengecewakan, 90 persen dari nilai itu masih mengalir ke produk-produk luar negeri. Artinya, cuma 10 persen yang menjadi ”jatah” produk dalam negeri. Ini peluang, tapi sekaligus tantangan serius bagi produk dalam negeri, termasuk produk dari desa, untuk bersaing merebut pasar. ”Apalagi, menurut Kementerian Perdagangan, dalam waktu dekat akan ada revisi regulasi terkait bea masuk barang asing, yang membuat peluang produk dalam negeri dan desa untuk bersaing lebih kompetitif di pasar e-market bakal semakin terbuka,” ujar Sholahudin.

Sholahudin sendiri mengaku, setahun terakhir dengan berbasis BUMDes di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, ia telah merintis usaha pasar sayur segar dan beragam produk fresh desa dengan permodalan dari Kemendes. Lewat BUMDes tersebut, ia merintis situs e-market bernama pasardesa.id yang kini menjadi sumber income desa dengan beragam produk layanannya.

Rosid Effendi dari Gunung Kidul ikut urun rembug. Kata dia, maju dan besarnya pertumbuhan e-market di desa, kembali ke tangan generasi muda desa untuk mengembangkannya. Mereka harus sadar, dengan ponsel dan jaringan yang semakin luas, marketing online bukan masalah lagi untuk digarap dari desa.

Situasi pandemi mestinya justru menyadarkan mereka bahwa banyak produk desa yang disukai di perkotaan. Mulai dari makanan ringan (snack) seperti emping, aneka buah-buahan hingga gula jawa. ”Semua bisa dipasarkan lewat beragam platform gratis seperti di facebook, Instagram, juga aneka platform digital marketing yang mudah dipelajari pemuda desa dalam rangka pengembangan pasar,” ujar Rosid.

Kuncinya, lanjut Rosid, adalah bagaimana para pelaku usaha itu membuat aman dan nyaman berbisnis digital dari desa. Selain kejujuran, kunci penting adalah memudahkan calon konsumen menangkap dan memahami produk dengan deskripsi praktis mengenai produk plus dukungan foto atau video yang mudah dipahami.

Berikutnya, masih menurut Rosid Effendi, bikin komitmen menarik sebagai bagian dari menjual nama baik. Misalnya, kalau produk sampai tujuan tidak sesuai harapan, bisa diganti yang sesuai harapan. Atau, kalau durian tak manis, bisa ditukar dengan yang manis. Kalau benda kerajinan rusak sampai tujuan, boleh ditukar dengan syarat yang diperjanjikan. ”Kalau transaksi bisnis bisa dibikin aman dan nyaman, maka peluang dan pelanggan mudah direbut dan dipertahankan,” kata Rosid, optimistis. 

Tantangan yang menarik dikembangkan secara e-market dari desa yang minim modal, di antaranya adalah menghadirkan banyak ghost kitchen alias ”dapur siluman”. Dapurnya tak perlu nyata, tapi hasil masakannya, mulai dari mangut lele, gudeg manggar atau sayur ndeso lainnya, bisa dipesan secara online dan dikirim ke mana pun lewat delivery yang cepat sampai.

”Ini peluang besar buat para gadis dan ibu-ibu desa yang jago masak untuk menjual produk masakan secara modern dan mendunia. Ini juga tantangan yang mudah diwujudkan asalkan mau mengeksekusinya. Jangan cuma berhenti sebatas ide. Ayo para gadis desa dan ibu-ibunya, tangkap peluang nyata ini, meski aplikasinya lewat media digital. Asalkan mau mencoba, pasti bisa menjadi sumber income yang lebih dari lumayan buat warga desa,” ucap Erfan Aryaputra, trainer developer yang juga penggerak pemuda desa ini, dengan mimik serius. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment