Berekspresi Bebas dan Bertanggung Jawab, Kunci Aman Berinteraksi di Medsos
Sejak era reformasi lahir pada 1998, kemudian kelak didukung dengan berkembangnya digitalisasi yang memuncak lewat beragam platform media 10 tahun terakhir, membuat saluran berekspresi masyarakat di dunia digital seolah tak terbendung. Bebas lepas. Ibarat air bah, banjir hoaks pun nyaris tak terbendung, meski relatif masih terkendali.
”Kendati demikian, harus diakui pula bahwa inovasi, kreasi, dan kolaborasi masyarakat untuk membuat inspirasi positif dengan sarana media digital juga semakin banyak dilakukan oleh netizen kita,” ujar Muhamad Yusuf, dosen Universitas Sains AlQuran, saat tampil dalam webinar literasi digital bertajuk ”Bebas dan Terbatas dalam Berekspresi di Dunia Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Temanggung, 23 Juni lalu.
Kini, lanjut Yusuf, dengan media sosial (medsos) banyak pula aktivis yang menggalang dukungan publik dalam bentuk petisi untuk mengadvokasi suatu kasus yang butuh perjuangan, seiring dengan kuatnya tekanan sosial. ”Advokasi biasanya berhasil, karena kuatnya dukungan petisi yang digalang lewat medsos secara digital. Ini menunjukkan peran media digital yang semakin multiguna dengan dampak yang bersifat sosial dan kolosal,” papar Yusuf.
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta lintas profesi dan generasi seantero Temanggung itu, Muhamad Yusuf tidak tampil sorangan. Dipandu presenter TV Fikri Hadill selaku moderator, Yusuf ditemani narasumber lain, yakni: Rizqika Alya Anwar (konsultal dari Kaizen Room), M. Adnan (content creator), Aditia Purnono (social media planer dan penulis lepas), serta Raflie Albera, artis musik yang tampil sebagai key opinion leader.
Yusuf menambahkan, kerja advokasi maupun kerja inspirasi seperti membangun desa wisata dari sebuah desa miskin bisa diwujudkan secara kolaboratif di dunia digital asalkan ada banyak pihak yang dapat membangun kesadaran positif bersama. ”Intinya, kerukunan dan interaksi sosial di medsos dapat disatukan kalau para pihak saling menghormati dan saling menghargai serta berkeinginan membangun karya bersama yang bermanfaat untuk kehidupan bersama,” ujar Yusuf.
Lebih jauh, ketika muncul suatu gagasan kemudian saling memahami dan saling menghargai, bukan malah saling menebar kebencian, maka kebebasan berekspresi yang sehat bisa diwujudkan dalam banyak kerja kolaboratif lintas usia dan tidak mengenal batas wilayah (borderless).
”Di sini butuh inspirator. Dan, di sini pula kaum milenia yang connected dan mudah berkomunikasi di medsos, kreatif, dan selalu tidak puas dengan apa yang ada, selalu ingin hal baru, ingin perubahan dan percaya diri, mestinya dapat mengambil inisiatif dan berperan serta,” kata Muhamad Yusuf.
Untuk menjaga kebersamaan saat bersinergi dalam beragam bentuk ekspresi sosial yang bebas bertanggung jawab, menurut Yusuf, generasi milenial dan beragam generasi yang berkolaborasi dengannya dalam interaksi sosial, mesti menjaga hubungan yang saling percaya. Juga, menjaga beredarnya info hoaks yang bisa mengganggu hubungan serasi dan selaras di dunia digital itu.
Satu tips untuk menghindari hoaks, mengutip paparan Risqika dari Kaizen Room, adalah dengan ”See”, hanya mengakses info dan membaca dari sumber atau situs yang terpercaya. Lalu ”Talk”, biasakan mendiskusikan dengan banyak teman untuk mendapat masukan kebenaran berita. Di susul ”Observe”, cermati betul informasi, jangan mudah share sebelum cek; dan keempat ”Prevent”, cegah, jangan gampang posting info yang belum dilakukan checking ketiga aspek itu. ”Dengan melakukan empat tips itu, hoaks bisa dicegah beredarnya,” jelas Risqika.
”Kalau tata krama dan rambu-rambu bermedsos bisa kita jaga bersama, maka kita bisa menyalurkan ekspresi secara bebas namun bertanggung jawab, bermanfaat buat lingkungan sosial, dan tidak menciptakan ketidaknyaman sosial. Sebaliknya, malahan semakin kuat bersinergi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih bermartabat,” ujar M. Adnan, memungkas diskusi. (*)
Post a Comment