Yuk, Garap Pasar Digital Agar UMKM Naik Kelas
WARTAJOGJA.ID : ”Perang dagang” itu tak terelakkan lagi. Pelaku pedagang di pasar konvensional melawan pelaku padagang di pasar online bersaing ketat. Hadirnya pasar online yang kini tampil dengan beragam platform-nya adalah tantangan yang mestinya dijadikan kekuatan banyak pengusaha Indonesia, baik level UMKM maupun menengah atas untuk naik kelas. Pasar baru dunia digital saat ini mestinya justru menjadi sumber pemasukan bisnis baru yang berkembang maju.
”Memang, untuk menggarap pasar itu semua, ragam produk yang dijual mesti punya keunikan, eksklusif, dikemas bagus dan dijajakan secara online. Itu suatu keniscayaan yang tak bisa ditawar lagi. Karena dunia memang berubah. Pasarnya juga berubah. Perilaku menjualnya tentu juga tak bisa konvensional lagi. Penjualan di pasar-pasar konvensional bakal ketinggalan zaman,” urai Sopril Amir, peneliti dan pengamat perubahan sosial dari Tempo Institute.
Ditambahkan, persaingan berdagang di dunia digital juga bakal semakin tajam. Sopril menyebut, supermarket sekaliber Matahari dan Hypermart Giant saja sudah menutup beberapa toko konvensionalnya. ”Mereka kini justru dikalahkan oleh pengecer online emak-emak yang berjualan segala barang lewat hapenya sambil memasak atau nunggu anak sekolah. Pilihannya hanya mau berubah atau ditinggal pasarnya,” ujarnya.
Sopril menyampaikan hal itu saat tampil sebagai narasumber dalam Webinar Cakap Literasi Digital dengan tema ”Kiprah Ekonomi Kecil dan Menengah di Era Pandemi Covid-19” yang digelar Kementerian Kominfo bersama Debindo di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 8 Juni 2021.
Sopril tak sendiri. Bersamanya tampil narasumber lain, Misbachul Munir (pengusaha UMKM dari Yogyakarta), Yanuar D. Saputra (guru agama dari Purbalingga), Hayuning Sembadra (konsultan digital safety dari Kaizen Room), Bunga Cinka (presenter T) yang juga sebagai key opinion leader), dan moderator seorang entertainer Juliet Georgiana. Acara cukup seru dengan hadirnya ratusan kaum milenial Purbalingga, para guru, dan banyak perangkat desa seantero Purbalingga.
Sulit dimungkiri, munculnya pandemi Covid-19 satu setengah tahun terakhir, tidak hanya memukul telak kehidupan ekonomi bisnis - khususnya kalangan UMKM. Misbachul memapar fakta lapangan: dari 64,2 juta pelaku UMKM kini yang 48 juta sudah tutup dengan beragam penyebab. Mulai dari modal habis hingga pembatalan kontrak order dan proyek yang digarap dibatalkan.
Mengingat kecilnya pelaku usaha yang bisa survive, pemerintah merangsang dengan beragam stimulus permodalan hingga penguatan literasi cakap digital, agar 30 juta pelaku UMKM bisa bangkit dan tumbuh lagi. ”Tentu, butuh kerja keras dan keseriusan dari banyak pihak, di samping butuh waktu. Tapi kalau dilakukan secara masif, semoga target pemerintah ini bisa segera terwujud,” papar Misbachul, mantap.
Yanuar D. Saputra, pembicara lain yang juga pengamat penggiat pelaku ekonomi digital, mencatat data terbaru yang ia miliki dengan hadirnya platform seperti Bukalapak, Tokopedia, Shoppe, Lazada dan beragam lainnya.
”Kehadiran mereka telah mendongkrak posisi Indonesia sebagai pelaku bisnis digital terbesar di Asia Tenggara dengan perputaran dana menembus Rp 1.860 triliun. Di antaranya juga didukung dengan sistem pembayaran digital lewat kehadiran beragam dompet digital yang tahun ini pemakaiannya sudah tembus Rp 700 miliar,” tutur Yanuar.
Keberlimpahan itu mestinya ditangkap sebagai peluang baru untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat di tengah masa pandemi Covid-19. ”Kuncinya, semua pelaku tak lelah berinovasi, baik dalam produk maupun cara pemasaran yang lebih luas, lintas daerah bahkan lintas negara. Semua itu bisa terwujud kalau pemainnya tak gagap digital lagi,” ujar Yanuar.
Persaingan pasar digital mesti diikuti kehati-hatian mengelola akun bisnis kita, para pemainnya. Biasakan memisahkan akun pribadi dengan akun bisnis, agar kalau suatu saat akun pribadi kita diganggu orang yang berniat jahat, tidak ikut merusak banyak ragam transaksi bisnis kita.
”Selain itu, kalau bisa, akun digital di-back up dengan back up data secara online, misalnya di Google Drive. Jadi, tidak semata menjaga pengamanan di hape dan laptop, karena sangat berisiko,” pesan Hayuning Sembadra, konsultan digital safety dari Kaizen Room.
Kini, kuncinya ada pada kecerdasan menciptakan inovasi produk baru yang menarik dan ditunggu pasar. ”Jangan malu dengan gelar. Kini, banyak teman saya yang backgound-nya ilmu hukum atau teknik sipil yang menjadi jobless karena pandemi. Tapi mereka justru sukses besar berjualan kue dan makanan yang baru dengan rasa unik. Ada juga temen yang jago bikin racikan parfum dan bisa dideskripsikan aromanya di Instagram. Parfumnya laris. Itu semua dimungkinkan seiring dengan majunya perkembangan bisnis online,” ungkap Bunga Cingka.(Rls)
Post a Comment