News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Solusi Agar Kelompok Rentan Bisa Cakap Digital

Solusi Agar Kelompok Rentan Bisa Cakap Digital




WARTAJOGJA.ID : Negara ingin semua warganya bisa punya akses untuk bersama-sama maju menggunakan internet. Dunia digital memang milik semua generasi, termasuk kelompok rentan. Hayuning Sumbadra dari Kaizen Room mengingatkan, undang-undang kita mengatur kelompok rentan itu meliputi manula, wanita hamil, kaum miskin, dan anak anak.

Kalau kita mau belajar, ternyata saat ini begitu banyak aplikasi yang dibuat untuk melayani kebutuhan kelompok rentan. Kalau mereka bisa didampingi belajar, maka akan sangat membantu ketrampilan mengakses informasi. ”Misal, magnifying glass yang berfungsi layaknya kaca pembesar. Bisa menjadi kacamata yang membesarkan tulisan kecil untuk dibaca manula. Sederhana, tapi membantu,” ungkap Hayuning Sumbadra

Hayuning menyampaikan hal itu ketika tampil dalam Webinar Literasi Digital yang dihelat Kementerian Kominfo bersama Debindo dengan topik ”Kemajuan Digital yang Memberdayakan Kelompok Rentan” untuk masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, 11 Juni lalu. Webinar berlangsung semarak, dengan ratusan peserta lintas profesi dan lintas generasi.

Hayuning menambahkan, tidak hanya kaum manula, ibu hamil, dan anak anak. Aplikasi juga menyediakan lumayan banyak pilihan seperti pregnancy, babycare, Youtube Kid hingga quick match yang sangat membantu ibu-ibu hamil untuk mendapat info kesehatan yang tepat.

Begitu juga anak-anak. Mereka bisa mengakses Youtube dengan terpilihkan konten yang cocok. Bisa belajar matematika. Juga, aplikasi buat kaum miskin untuk bisa buka usaha masak, serta banyak ragam peluang entrepreneur untuk buka usaha, baik dengan modal kecil atau tanpa modal. ”Kuncinya, mau akses dan belajar, lebih bagus lagi kalau dibimbing,” jelas Hayuning.

Hal penting setelah semua generasi (termasuk kelompok rentan) bisa mengakses internet adalah memberi pengertian untuk selalu bisa menjaga tatakrama beriternet. Karena dengan begitu riuhnya 202 juta warga Indonesia bisa berinternet ria yang masih memprihatinkan ya kelakuan dalam berinternet yang masih mebuat nama Indonesia kurang dihargai .

”Saya sampai kini masih heran, tempo hari ada artis Maudy Ayunda diwisuda. Mestinya bagus, diucapin selamat biar jadi teladan semua orang. Jangan malah di-bully kebaya dan makeup-nya norak, tapi ujungnya malah iklan skin care dan jual kebaya atau sewa kebaya. Itu yang kebangetan komentar netizennya. Itu yang mesti diberi pengertian,” ungkap Ritagani, pembicara dari Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba), prihatin.

Bersama Hayuning dan Rita tampil juga menyampaikan materi Ari Unjianto (pegiat advokasi sosial), Edy Budiarso (managing di Indoplus Communication), Mohwid sebagai key opinion leader dan Danis Septiana selaku moderator.

Edy Budiarso menimpali. Dengan adanya internet, kaum rentan miskin - yang semula terabaikan - kini bisa akses ke Jaringan Kesehatan Miskin Perkotaan yang kantornya hanya sepelemparan batu dari RSCM Jakarta. 

”Kini bisa tercover penyakit dan stunting yang dialaminya. Kini juga bisa dibantu karena BPJS dan JKS KIN mudah diakses secara digital. Selain itu, dengan banyak ragam aplikasi semua orang kini juga bisa jadi pengusaha dari beragam kelas modal bahkan tanpa modal”, ujar Edy Budyarso mantan wartawan Tempo dan Inews TV itu.

Yang tak kalah penting adalah pendampingan dan pengawasan. Menurut amatan pegiat advokasi sosial Ari Unjianto, banyak asisten atau pembantu rumah tangga (PRT) yang kerjaan dan kebutuhan hidupnya semakin tambah, begitu juga beban kerjanya. Tapi gajinya tidak ikut bertambah.

Akibatnya, banyak yang tergiur pinjaman online (pinjol) dan gagal bayar, lalu jadi buronan debt collector. ”Kalau PRT kota tidak didampingi dalam memanfaatkan kemajuan digital, pinjol bikin tambah runyam,” ujar Ari. 

Pendampingan sejatinya diperlukan untuk semua lapisan masyarakat. Jadilah produsen konten yang cerdas dan bermartabat. ”Jangan demi alasan pengin viral dan dapat cuan, mereka abaikan tatakrama. Jangan asal viral dulu minta maaf kemudian. Ini bahaya kalau jadi budaya kita. Jangan ditiru budaya macam itu,” pungkas Mohwid, sang key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment