News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Situs Pencari Belum Tentu Benar. Cari Dulu Info Pembanding

Situs Pencari Belum Tentu Benar. Cari Dulu Info Pembanding



WARTAJOGJA.ID : Di era digital saat ini, salah satu cara favorit netizen untuk mendapatkan beragam informasi yakni dengan mengandalkan aplikasi situs pencari seperti Google search atau Yahoo search. Kaizen Room, sebuah biro konsultan digital safety, pernah melakukan riset tentang perilaku kebiasaan itu. Hasilnya menunjukkan: 5,5 persen pengguna percaya info dari situs pencari itu benar semua. Lalu, 26,1 persen menilai sebagian besar benar, dan 27,5 persen menilai setengahnya benar.

Apa artinya? Tidak sepenuhnya hasil kerja situs pencari itu bisa dipercaya kebenarannya. ”Tetap diperlukan daya kritis para pengguna situs pencari untuk mau mencari info pembanding dan selalu mau menyaring informasi sebelum mempercayai kebenarannya,” ungkap Zulchaidir Ashari dari Kaizen Room, saat tampil memantik diskusi dalam webinar yang dihelat Kementerian Kominfo dengan Debindo untuk wilayah Kabupaten Klaten, 11 Juni lalu. Tidak kurang 200 peserta dari beragam komunitas pelajar, pengusaha dan pegawai pemda ikut bergabung sebagai peserta.

Selain Zulchaidir, tampil juga narasumber lain dalam kegiatan yang merupakan bagian dari program nasional literasi digital, yang dicanangkan Presiden Joko Widodo 20 Mei lalu itu. Mereka adalah Razi Subardi (pengamat kebijakan publik digital), Athif Titah Amituhu (media digital CeritaSantri.id), Zahid Asmara (pembuat film) plus Fahri Azmi sebagai key opinion leader dan presenter Bia Nabila selaku moderator.

Bukan cuma soal kebiasaan mencari sumber informasi digital yang perlu diasah ulang ketrampilannya. Ada skill digital lain yang ke depan mesti dikuasai juga oleh pengguna internet. Itulah kemampuan menguasai software yang mampu memberi perlindungan dari ancaman jahat hacker. 

Salah satu yang penting dicermati adalah virus Malware, malicious software. Ia harus dikendalikan dan ditangkal, karena virus ini sengaja dibikin untuk mencuri info pribadi. Bahkan bisa melakukan akses untuk mencuri uang di rekening digital, juga bisa menarik uang dari rekening kita. ”Ini serius dan tidak main-main. Kita bisa diserang kapan saja, tanpa bisa kita duga,” ujar Razi Sabardi.

Narasumber lain, Athif Titah, juga mengingatkan perlunya para netizen memahami dan menerapkan tata krama digital saat berselancar. ”Jangan dikira, walau di dunia maya tapi kalau kita salah berperilaku bisa menimbulkan masalah sosial atau hukum. Kalau sampai bermasalah dengan hukum, yang datang nangkep kita itu polisi beneran, bukan polisi maya. Cuma, semua bisa ditangkal kalau kita paham dan hati-hati menerapkan netiked di dunia maya,” ucap Athif, mewanti-wanti.

Kembali ke tema bahasan: ”Melek Digital sebagai Adaptasi New Normal”, menurut Zahid Asmara, yang dimaksud ”new normal” adalah kondisi masyarakat yang kemampuan penguasaan literasi dalam budaya digitalnya lebih baik dan mestinya lebih mumpuni.

”Jadi, tidak terelakkan, kita mesti bisa belajar cepat dalam hal ethic, skill dan culture di semua generasi. Sehingga, sebagai warga digital, bisa bersama berkolaborasi menjemput era baru yang lebih menantang, tapi diharapkan bisa dieksekusi bersama untuk menyejahterakan rakyat,” ujar Zahid.

Terakhir, ada hal sederhana namun kunci buat netizen Indonesia yang dipesankan Fahri Azmi. Sebisa dan semaksimal mungkin, netizen wajib menguasai bahasa Inggris. ”Jujur, gara-gara melek digital, ditambah  menguasai bahasa Inggris yang merupakan bahasa global, saya sering dapat order bisnis dari Singapura. Mereka bahkan ngajak kolaborasi bikin konten. Jelas, hal itu tidak mungkin terjadi kalau kita gagap digital dan gagap English. Ini enggak bisa ditawar. Sudah tuntutan,” seru Fahri. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment