News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Pr Kolektif: Memanfaatkan Ruang Digital Untuk Menguatkan NKRI

Pr Kolektif: Memanfaatkan Ruang Digital Untuk Menguatkan NKRI



WARTAJOGJA.ID : Fakta bahwa Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau, 330 lebih kelompok etnik (suku bangsa), 6 agama, 40 lebih aliran kepercayaan, dan 160 bahasa, menjadikan Indonesia negara paling plural di dunia. Fakta tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling multibudaya, multietnis dan multibahasa di dunia.

”Indonesia ini sebenarnya konsep baru dan ada yang mengatakan imagine nations (negara yang ada dalam imajinasi),” tutur Saefudin A. Syafi’i, dosen UIN Prof. KH Saifuddin Zuhri Purwokerto, dalam acara Webinar Literasi Digital gelaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk wilayah Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (10/6/2021).

Dimulai pukul 09.00 WIB, webinar kali ini mengusung tema ”Tantangan Pembelajaran Melalui Pendidikan Online.” Tak kurang dari 180 peserta mengikuti acara virtual ini. Mereka datang dari beragam latar belakang; mulai dari karyawan instansi pemerintahan, pengusaha, mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum.

Dipandu oleh moderator Triwi Dyatmoko, webinar ini menghadirkan narasumber lain: Direktur Marketing PT Media Bernas Jogja Agus Supriyo, Rizky Alya Anwar (Kaizen Room), Meidine Primalia (Kaizen Room), dan entertainer Marlyandri sebagai key opinion leader.

Saefudin menyatakan, kondisi Indonesia yang majemuk memberikan tantangan tersendiri. ”Jika dikaitkan dengan acara ini, PR-nya adalah bagaimana multikulturalisme itu disikapi, dan bagaimana memanfaatkan ruang digital untuk lebih menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, lanjut Saefudin, Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan banyak sekali berita hoaks, kabar buruk dan kabar bohong yang disebarluaskan di ruang digital. Apabila tidak bisa menyikapi dengan cerdas, maka ada ancaman-ancaman terhadap NKRI. ”Bisa terjadi disintegrasi, bisa terjadi polarisasi agama, polarisasi ideologi bagi penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegasnya.

Lahirnya ruang digital, menurut mantan direktur di Kementerian Agama ini, bisa menghasilkan dua kemungkinan. Di satu sisi, ruang digital dapat menguatkan NKRI, tetapi bisa juga malah sebaliknya. Namun, ia lebih berharap dampak positif ruang digital ketimbang dampak negatifnya.

Sementara itu, narasumber dari Kaizen Room Rizki Alya Anwar mencoba membandingkan zaman sebelum ada gadget dengan kondisi sekarang. Menurut Alya, kehadiran gadget telah mengubah pola perilaku orang. Apalagi jika gadget itu didukung dengan teknologi dan aplikasi yang mumpuni.

”Sebelum ada internet dan gadget, orang menggunakan buku. Kalau mau tahu informasi, orang harus membeli buku atau meminjam di perpustakaan. Kemunculan gadget dengan teknologinya yang semakin canggih, memungkinkan orang membaca buku melalui smartphone atau tablet,” jelasnya.

Alya menambahkan, kehadiran internet dan teknologi gadget sangat membantu aktivitas manusia. Aktivitas bekerja dan belajar manusia kini lebih banyak dilakukan dan dibantu internet. Apalagi di masa pandemi, orang tidak perlu lagi datang ke kantor maupun sekolah.

”Selama pandemi, kita diajarkan bagaimana cara beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Pembelajaran online sebenarnya bukan semata memindahkan dari offline ke online. Melainkan lebih dari itu, kita juga bisa beradaptasi dengan teknologi,” ujar Alya.

Sedangkan, narasumber Agus Supriyo menyorot hubungan antara pandemi dengan lonjakan pemakaian internet dan perangkatnya. Menurut Agus, angka pertumbuhan penggunaan internet di masa pandemi mengalami peningkatan yang cukup tajam. Bahkan mengalahkan angka pertumbuhan penduduk Indonesia.

”Jumlah pengguna internet di Indonesia melonjak sangat tinggi. Jauh melebihi pertumbuhan penduduk. Kalau pertumbuhan penduduk Indonesia itu 1 persen, pertumbuhan pengguna internet mencapai 8,9 persen. Ini percepatan yang tidak direncanakan,” tutur Agus.

Agus menambahkan, kondisi yang terjadi saat ini – meeting lewat zoom, bisa jadi baru akan tercapai enam tahun lagi. Percepatan dimungkinkan karena adanya pandemi Covid 19. ”Kita dipaksa dengan keadaan, sehingga harus melakukannya, termasuk dalam hal belajar,” imbuhnya. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment