News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Grudug Wayang: Eksperimentasi Wayang Kreasi Baru

Grudug Wayang: Eksperimentasi Wayang Kreasi Baru


Wayang Fabel Papua dari Lejar Daniartana Hukubun, M.Sn (dok. RH Art Space)



WARTAJOGJA.ID: Masih dalam rangka turut memeriahkan Hari Wayang Dunia, 7 November 2020, Rumah Budaya Royal House Art Space menggelar serangkaian kegiatan bertajuk besar Gruduk Wayang (10-30 November 2020). Rumah budaya yang terletak di wilayah Gondang Legi, Sariharjo, Ngaglik, Sleman yang baru hadir pasca Pandemi Covid-19 ini, aktif menghelat berbagai event seni budaya agar tetap terus menggairahkan ciri khas Yogyakarta sebagai kota seni dan budaya.

Minggu malam (15/11) itu, hasil eksplorasi dari eksperimentasi dua wayang kreasi baru, yaitu Wayang Fabel Papua dari Lejar Daniartana Hukubun, M.Sn, dan Ki Sardi Beib dengan Wayang Kristal-nya berhasil hadir memesona dengan menampilkan sebuah pijakan media ekspresi seni baru dalam mengenalkan dan menggelorakan dunia perwayangan di Yogyakarta. 

1. Wayang Fabel Papua

Pertunjukan pertama dari Wayang Fabel Papua ini, mengangkat cerita: Bertha Menjelma Seekor Burung Cendrawasih. Cerita rakyat Papua tentang kisah sepasang burung Cendrawasih yang diadopsi kembali dari tulisan Juliana dalam buku 10 Cerita Rakyat Papua Terpilih, terbitan Balai Bahasa Jayapura, Provinsi Papua (2010) itu, sarat dengan imajinasi dan pesan moral yang kuat dalam laku hidup manusia.

Wayang kreasi baru dari seniman muda lulusan Jurusan Penciptaan Desain Komunikasi Visual (DKV), Pasca Sarjana ISI Yogyakarta itu, mencoba mengusung cerita rakyat Papua dari hasil tesisnya yang mengangkat judul Perancangan Ilustrasi Buku Cerita Rakyat Suku Malind, di Merauke, Papua berupa Buku Cerita Anak Bergambar. 

Meski terbilang menjadi penampilan perdananya, pria yang lebih akrab dengan panggilan Pace Papua ini, berhasil tampil ekspresif dan memukau penonton anak-anak, remaja hingga dewasa yang hadir memenuhi panggung depan pertunjukan. Dukungan musik dari Ki Mujar Sangkerta (Wayang Milehnium Wae), serta sentuhan artistik Emha Irawan dan lukisan portrait sosok-sosok kepala suku Papua semakin menghidupkan suasana malam di tengah rintik hujan.

Wayang Fabel sendiri sebenarnya sudah lebih dulu dan dikenal luas dalam cerita-cerita wayang yang menceritakan kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia. "Sebagai sebuah bentuk media ekspresi, fabel adalah cerita kreasi fiktif atau khayalan fantasi yang menitikberatkan pada pesan moral dan sarana edukasi serta informasi bagi penontonnya," papar Lejar saat menjelaskan landasan dasar proses kreatifnya menggunakan wayang fabel ini.

Umumnya, karakter tokoh dalam fabel mempunyai akal, tingkah laku, dan dapat berbicara seperti manusia. Sedang watak dan budi manusia juga digambarkan sedemikian rupa melalui tokoh binatang tersebut. Dengan menunjukkan personifikasi sifat-sifat yang tidak baik dari manusia melalui simbol binatang dalam ceritanya. Melalui karakter tokoh binatang, sang kreator ingin mempengaruhi penonton agar dapat mencontoh yang baik dan menghindari yang buruk.


Wayang Kristal dari Ki Sardi Beib dan Nyi Padma (dok. RH Art Space)


2. Wayang Kristal

Usai pementasan Wayang Fabel Papua, langsung dilanjutkan oleh Wayang Kristal. Media wayang yang baru empat bulan terakhir diolah-kreasikan dalang Ki Sardi Beib. Seorang kreator seni yang mengolah bahan dasar sampah plastik untuk dijadikan beragam benda seni yang memiliki makna dan nilai baru sebagai sebuah bentuk media ekspresi seni. Malam itu, Ki Sardi Beib tampil bersama dalang muda perempuan, Nyi Padma dalam satu kelir mementaskan lakon Uwuh Kencono (Sampah Emas). 

Alkisah, tersebutlah Bagong yang muncul sebagai penjual sampah (uwuh - Jawa) dari plastik-plastik bekas yang kemudian dikumpulkan dan di jual demi mendapatkan uang. Apa yg dilakukan Bagong sebagai pengumpul sampah ini banyak mendapat sorotan dari para kerabatnya. Hingga, akhirnya usaha tak kenal lelah ini berbuah manis. Uang dari hasil mengais sampah ini kemudian bisa ditabung dan dibelikan cincin emas (kencana) sebagai hadiah persembahan terbaiknya bagi Sang Bapa - Semar.

"Hari ini kita menjadi bagian dari era generasi plastik. Pesan moral dari pementasan ini adalah agar kita dapat terus menjaga lingkungan demi kelangsungan hidup anak cucu kita ke depannya," tandas pemilik nama asli Sardiman, yang sebelumnya dikenal aktif sebagai pendaur ulang sampah untuk dijadikan beragam kreasi seni topeng di Sanggar Seni Topeng-nya, di area Lempuyangan Kota Jogja, saat ditemui usai pertunjukan.

Sebagai pelengkap, diakhir pertunjukan Wayang Papua dan Wayang Kristal ini, juga digelar diskusi bertajuk: Tradisi Wayang Menjawab Tantangan Jaman, dengan menghadirkan pembicara: Joko SAW Koentono (Praktisi dan Pemerhati Budaya), Ki Aneng Kiswantoro S.Sn, M.Sn (Dosen Jurusan Pedalangan, FSP-ISI Yogyakarta), sebagai penanggap, Mahmud Elqadrie (Pemerhati Seni), dan moderator, Ismoyo Budi Santoso (Praktisi dan Pemerhati Wayang).


Diskusi Wayang Menjawab Tantangan Jaman di Royal House Art Space (dok. RH Art Space)


Lebih jauh menurut Emha Irawan, keseluruhan perhelatan event Grudug Wayang ini diharapkan sanggup ikut berperan mengangkat dinamika dunia seni wayang secara umum dan mampu mewadahi kerja-kerja kreatif para seniman yang terlibat di dalamnya.

"Dengan cara seperti ini, nantinya kami berharap bisa menjalin kerjasama yang lebih luas dengan berbagai pihak yang memiliki visi dan misi yang sama. Serta berperan aktif ikut mengambil bagian menggelorakan dinamika seni budaya di Yogyakarta dan sekitarnya," tandas seniman penggagas sekaligus kreator dari Rumah Budaya Royal House Art Space ini. (Dit/Rls)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment