News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Tantangan Menyiapkan Normal Baru Bagi Pelaku UMKM

Tantangan Menyiapkan Normal Baru Bagi Pelaku UMKM


Ilustrasi penataan ruang usaha masa new normal


WARTAJOGJA.ID: Masa normal baru atau new normal dinilai menjadi fase yang tak bisa dielakkan demi meneruskan roda kehidupan ketika masa pandemi Covid-19 belum benar benar berakhir.

Namun, apa yang bisa dipersiapkan sehingga masa normal baru itu benar benar menjadi keputusan efektif ? Di mana terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat yang sepenuhnya sadar protokol kesehatan. 

Terutama bagi kalangan pelaku usaha khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang selama ini menjadi bagian besar nafas perekonomian di kota Yogyakarta.

Tantangan dalam mempersiapkan normal baru ini pun diangkat dalam
diskusi webinar bertajuk “Transisi Tatanan Baru: Membangkitkan UMKM Yogyakarta, Selasa (23/6/2020) lalu.

Webinar ini merupakan kerjasama Magister Arsitektur (MArs), Pemkot Yogyakarta, dan didukung oleh kabarkota.com, serta Gawai Piawai.

Kepala Prodi Magister Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Suparwoko sebagai satu pembicara webinar itu memaparkan, dari hasil pemetaannya di pasar tradisional dan beberapa titik usaha di kota Yogyakarta pihaknya menemukan sejumlah fakta.

"Bahwa di pasar tradisional, protokol kesehatan memang belum ketat diterapkan. Hal itu terlihat dari masih sedikitnya ketersediaan tempat cuci tangan, kesadaran untuk memakai masker, dan social distancing masih minim," ujarnya.


Kepala Prodi Magister Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Suparwoko

Selain itu, ujar Suparwoko, pedagang pasar di Kota Yogyakarta tidak mau diterapkan genap ganjil. Temuan temuan itu menurutnya menjadi tantangan utama bagi Pemerintah Kota (Pemkot) untuk menata mereka dalam berniaga di pasar tradisional selama masa pandemi. 

Sedangkan di tempat-tempat yang pedagangnya memiliki paguyuban, mereka rata-rata cukup disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan.

“Semakin formal dan terorganisir, maka makin mudah dan potensi untuk pengembangan desain tempat usaha yang mampu merespon protokol kesehatan Covid-19,” ujarnya.


Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi 

Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan UMKM jumlahnya di kota Yogyakarta yang terdata saat ini sekitar 1.160 pelaku usaha. 

"Dari jumlah itu sebagian besar mengalami penurunan 30 persen – 60 persen selama pandemi Covid-19," ujarnya.

Heroe menuturkan, pihaknya sendiri telah melakukan beberapa terobosan untuk membantu UMKM bangkit kembali di masa normal baru. 

Contohnya menciptakan aplikasi yang memungkinkan para pedagang di pasar tradisional melakukan penjualan secara online, dengan sistem pesan-antar. 

"Termasuk mendorong koperasi agar berproduksi, karena persoalan utama mereka ada pada produksi dan permodalan," ujarnya.

Seorang pelaku usaha kuliner di Kota Yogyakarta, Wisnu Birowo mengungkapkan, meski belakangan usahanya sudah mulai dikunjungi pembeli, namun masih ada kekhawatiran.


Pelaku usaha kuliner di Kota Yogyakarta, Wisnu Birowo 


Misalnya soal potensi muncul klaster kasus Covid-19 baru ketika para pelanggan mulai berkerumun.

“Kalau sepi kami pusing. Tapi kalau ramai kami juga pusing,” kata owner Sellie Cafe ini.

Meski demikian, Wisnu mengaku, dirinya bersama para pelaku bisnis kuliner lainnya berkomitmen untuk tetap membuka usaha dengan menerapkan protokol kesehatan. Termasuk melakukan pembatasan pembeli, ketika suasana sudah mulai ramai. 

Wisnu berharap agar para pengambil kebijakan memberikan dorongan dalam bentuk kemudahan regulasi sehingga tak semakin menyulitkan para pelaku UMKM beradaptasi di masa transisi new normal.

Pelaku usaha perhotelan di Yogyakarta, Anton Prihantono juga sangat merasakan dampak dari pandemi Covid-19, karena selama ini pangsa pasar hotel adalah dari wisatawan Nusantara dan manca Negara. 



Pelaku usaha perhotelan di Yogyakarta, Anton Prihantono

Sejak Covid-19 mewabah di Indonesia, para turis menghilang.

“Pertengahan Maret itu omzet kami masih naik sekitar 20 persen dari tahun lalu, dan di akhir itu mulai turun. Awal April, hotel semua tutup,” ungkap Anton.

Anton menuturkan, dengan penutupan hotel selama pandemi, maka para pelaku usaha perhotelan juga terpaksa merumahkan para pekerjanya. 

Kondisi yang memprihatinkan, akan tetapi memang menjadi satu masa yang harus dilewati semua orang.
Saat memasuki masa transisi tatanan baru, lanjut Anton, keadaan juga belum bisa membaik seperti sebelumnya karena masih ada kekhawatiran orang untuk datang ke Yogyakarta. 

Terlebih, persyaratan yang harus dipenuhi oleh para wisatawan yang akan berkunjung ke suatu daerah juga cukup sulit.

“Kalau mau normal memang ya memang semua harus normal di semua daerah,” anggapnya.

Meski demikian, dirinya menyatakan bahwa apapun kondisinya, usaha harus tetap berjalan, dengan melakukan hal yang masih mungkin dilakukan pada saat ini. Pihaknya meyakini bahwa setiap kesulitan pasti ada peluang didalamnya.

Ekonom dari Institute Harkat Negeri, Dwi Supadmi memaparkan data secara makro terkait jumlah pelaku usaha di berbagai daerah yang angkanya mencapai 64. 2 juta. 

Dari jumlah tersebut, 99.99 persen merupakan UMKM, dan hanya 0.01 persen yang termasuk pelaku usaha skala besar.

Menurutnya, permasalahan yang dihadapi para pelaku usaha tak bisa digeneralisir, sehingga perlu pendataan secara lebih mendetail sehingga penyelesaian masalahnya bisa efektif.

“Ketika kebijakan dibuat, tapi datanya tidak valid maka menjadi tidak tepat sasaran,” ujarnya. 

(Rls/Cak)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment